Tuesday, December 20, 2016

Transfer Pemain


Akhir tahun ini hampir disetiap daerah melalukan Mutasi Pejabat Struktural. Saya melihatnya seperti transfer pemain Sepakbola yang dilakukan pada akhir atau tengah musim kompetisi. Dan ini merupakan transfer yang paling ramai setelah berlangsungnya turnamen Pilkada serentak akhir tahun 2015 lalu. Spekulasi pun bermunculan siapa yang akan menjadi pemain kunci utama sekaligus menyandang ban kapten, serta siapa yang menjadi starting eleven.
Klub-klub yang berganti Pelatih Kepala (Kepala Daerah) terlihat sangat getol melakukan perombakan susunan pemainnya. Formasi dan filosopi yang dianut Pelatih Kepala sangat mempengaruhi kriteria pemain yang akan dipilih. Beberapa pemain yang tidak masuk dalam gaya permaianan Pelatih Kepala diisukan tidak akan dipakai lagi pada musim berikutnya.
Hal ini lah yang menyebabkan tingginya perpindahan pemain antar daerah, dan untuk itu beberapa klub sibuk mengadakan seleksi pemain (lelang jabatan) untuk mendapatkan pemain kunci terbaik. Berdasarkan Statuta terbaru otoritas persepakbolaan tertinggi, seleksi pemain merupakan persyaratan yang harus dilakukan untuk melegalkan penempatan pemain pada posisi tertentu.
Karir mentereng sebagai pemain yang selalu terpakai bahkan tidak tergantikan merupakan faktor yang mempengaruhi untuk meniti karir nantinya sebagai Kepala Pelatih. Banyak Pelatih Kepala saat ini dulunya merupakan pemain handal di klubnya. Luis Enrique, Zinedine Zidane, Jurgen Klinsmann, Antonio Conte dulunya merupakan pemain profesional yang menjadi bintang diklubnya masing-masing.
Banyak faktor yang menyebabkan sebuah klub tidak mampu menjadi juara walau telah dihuni banyak pemain dengan skill hebat dan dipimpin Pelatih Kepala hebat pula, bahkan berjuluk kumpulan pemain luar angkasa, Los Galacticos. Ada klub yang disetiap musim transfer mampu membeli dan mengumpulkan pemain-pemain papan atas tetapi tetap juga gagal meraih juara. Para pemain hebat itu sulit menyatu, mereka tidak mampu menghilangkan nafsu egois dalam dirinya karena merasa paling hebat.
Akibatnya, ketika berada pada posisi yang seharusnya menendang bola ke arah gawang lawan malah masih memain-mainkan bola dan mengoper pada kawan yang tidak dalam posisi bagus untuk mencetak gol. Mereka tidak mampu bermain kolektif sebagaimana seharusnya sebuah tim.
Sebaliknya klub yang dihuni pemain-pemain biasa ternyata mampu menjadi juara ditengah kepungan klub-klub raksasa, Leicester City contohnya. Mungkin disini berlaku semboyan Kang Komar dalam sinetron Prema Pensiun, “Dibawah pemimpin yang baik anak buah yang bodoh pun ada gunanya. Dibawah pemimpin yang bodoh, pasukan terbaik pun kocar-kacir”.
Kesukaan Pelatih Kepala merekrut pemain bintang dari luar secara langsung membuat beberapa pemain lokal yang mengawali karir dari akademi klub terancam tidak mendapat tempat atau kehilangan posisi dalam tim. Membuat regenerasi tidak berjalan dengan baik bahkan bisa mematahkan semangat untuk meniti karir dengan baik. Klub tidak memberikan perhatian dan kesempatan bermain yang cukup.
Hal ini pernah terjadi pada Inter Milan musim 2013-2014 dimana hampir 90% skuadnya berasal dari pemain asing dan bertolak belakang dengan Barcelona yang mencapai kejayaannya ketika mereka memiliki trio maut, Xavi, Andres Iniesta, Lionel Messi, yang berasal dari produk lokal.
Memang tidak ada larangan mentransfer pemain dari luar tetapi ada yang beda antara pemain asing dengan para pemain lokal. Para pemain lokal biasanya memiliki militansi dalam merebut dan mempertahankan kemenangan, demi diri dan daerahnya untuk yang terbaik. Makanya transfer pemain harus dilakukan dengan hati-hati agar klub mampu berprestasi dan regenerasi berjalan dengan baik.

Catatan: Siapa saja berhak bicara tentang bola, termasuk para penonton karena penonton juga dianggap pemain dan kadang sangat dibutuhkan untuk mempengaruhi jalannya pertandingan.

#setelahnontonfinalAFF

Friday, December 16, 2016

Melawan Arus (Part 2)

Saya mulanya melihat arus itu putih bergulung-gulung bagai bongkahan salju yang menggelinding makin besar. Membuat semua orang takjub walau mereka tidak sama-sama menggulung-gulung dengan arus itu. Tidak bisa bersama karena terhalang suatu alasan, atau tidak bisa bersama karena merasa tidak perlu, ataupun tidak bisa bersama karena memang tidak ingin.
Pertanyaan "siapa dan apa saja yang akan dihondohnya?" mulai bisa dijawab. Yaitu siapa saja dan apapun yang berada didepan arus itu. Yang pada akhirnya ingin menenggelamkan semua yang telah ada dan menggantinya dengan warna yang disukai. 
Tujuannya bukan sekedar menumbangkan sebuah pohon besar yang berdiri di tengah aliran sungai berwarna putih tetapi jauh dibalik itu. Kalaupun pohon besar itu telah tumbang bahkan hancur sekalipun, itu tidak akan cukup untuk membuat puas.
Bagi saya ini sebuah peperangan melawan keangkuhan diri sendiri. Keangkuhan pada keyakinan diri sendiri yang dibungkus dengan warna putih. Keangkuhan yang sampai pada kemampuan menakar keimanan orang lain.
Dan penyebab serta tujuan peperangan ini adalah kenikmatan yang disebut dengan uang. Dalam kondisi saat ini, sangat sulit menjelaskan lebih detail lagi bahwa ini adalah peperangan yang disebabkan oleh uang dan bertujuan demi uang. Ada arus yang berusaha menggulung semua uang yang ada dengan cara apapun. Dan ada yang melawan arus itu, mencoba menghentikan, paling tidak menunjukkan bahwa arus itu harus dilawan.
Ah, saya hanya bisa mengingatkan bahwa kadang pesona itu indahnya cuma dimata tapi bisa membuntukan otak dan menutupi hati:
SeorangTaat Pribadi mampu mempesonakan orang sekaliber Marwah Daud Ibrahim dan ribuan lainnya, tetapi kini? Padepokan Kanjeng Dimas yang dulunya ramai sekarang lengang !
Mario Teguh tak seindah kata-katanya yang superr. Dulu hampir setiap orang men-share Kata-kata Super Bijak Mario Teguh di Sosmed, kini ?...
#perangbelumberakhir
Lubuk Basung 13 Desember 2016

Sunday, December 11, 2016

Bukan Mutasi Biasa

Hari Kamis malam setelah menonton siaran langsung pertandingan sepakbola Pra Piala Dunia 2014 antara Indonesia melawan Turkmenistan, saya di-ha-pe seorang rekan. Mulanya saya pikir dia akan bercerita tentang Kesebelasan Timnas PSSI yang bermain sangat agresif di 45 menit pertama sehingga unggul 3-0, tetapi dipenghujung babak II Boaz Salosa cs kehabisan kehabisan tenaga sehingga nyaris gagal, walau akhirnya menang dengan skor 4-3.
 Tetapi rupanya dia bercerita tentang pelantikan pejabat struktural yang dilakukan Bupati Agam Indra Catri siang harinya. Katanya, satu dari sekian pejabat yang dilantik tadi, salah satunya sangat “beruntung”, karena baru saja pindah ke sini dan langsung dapat jabatan basah. Dan katanya lagi, ini merupakan orang yang ke-5 di era Bupati Indra Catri yang mempunyai nasib yang sangat beruntung, dinonjobkan oleh oleh Bupati di daerah lain, pindah ke Pemkab Agam dan langsung dapat kursi empuk. Lebih kurang setengah jam dia “ribut-ribut” bercerita layaknya pengamat politik.
Disatu sisi pelantikan pejabat struktural eselon III dan IV dilingkungan Pemerintah Kabupaten Agam yang dilakukan Bupati Indra Catri sama dengan pelantikan-pelantikan yang dilakukan oleh Bupati/Walikota (Kepala Daerah) bahkan yang dilakukan Gubernur Sumbar Irwan Prayitno yang sama-sama baru saja memenangi Pemilukada. Bahkan wajar pula disebut “hal yang biasa” ketika para Kepala Daerah tersebut melakukan mutasi besar-besaran serta menonjobkan para pejabat yang dianggap sebagai “bukan pendukung”nya sewaktu Pemilukada.
Terkait dengan itu, sebagaimana pernah diberitakan Koran ini, Bupati Agam Indra Catri dalam menanggapi gonjang-ganjing yang berkembang menjelang dilakukan mutasi, berkomentar “mutasi pejabat tak perlu diributkan, karena mutasi merupakan hal yang biasa dalam sebuah organisasi dan bertujuan untuk kepentingan organisasi dan penyegaran” (Haluan, Selasa 19/7/2011).
Tetapi sesungguhnya mutasi yang dilakukan setelah Pemilukada merupakan mutasi yang “luar biasa” karena dengan merombak total pejabat struktural yang diangkat Kepala Daerah sebelumnya dari Kepala Dinas, Kepala Kantor, Camat hingga Kepala Sekolah membuat organiasasi pemerintah tersebut seakan baru mulai berjalan dari titik nol kilometer. Inilah yang menjadikan mutasi tersebut menjadi luar biasa karena setiap pergantian pucuk pimpinan para anak buahpun diganti pula yang secara prosedural dan aturan kepegawaian tidak diperbolehkan. Akibat banyaknya pejabat yang dicopot jabatannya dengan alasan yang tidak jelas, dan menjadi pecundang dibawah Kepala Daerah yang baru pada akhirnya ada yang memilih pindah ke daerah lain atau mengajukan tuntutan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Fenomena mutasi pasca Pemilukada tidak urung membuat kegoncangan secara nasional bahkan di Sumatera Barat pasca Pemilu serentak tahun lalu hal ini juga terjadi. Kita tentu masih ingat “himbauan” Gubernur Sumbar Irwan Prayitno agar proses pindah PNS antar daerah ditunda sementara terkait dengan banyaknya permohonan pejabat dari daerah (Kabupaten/Kota) ke Propinsi dan ke daerah lain.
Mutasi dan pelantikan yang dilakukan Bupati Agam Indra Catri menjadi perlu “diributkan” karena ada hal “luar biasa”, ada hal tidak lazim yang telah dilakukan. Pertama, Kabupaten Agam menjadi tempat “pelarian dan penampungan” para mantan pejabat yang dinonjobkan dari daerah lain. Kedua, Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan (Baperjakat) Kabuapaten Agam lebih suka memilih PNS-PNS yang baru pindak ke Kabupaten Agam untuk diberi jabatan eselon dan menonjobkan PNS yang meniti karir puluhan tahun di Agam. Ketiga, para PNS yang pindah dari daerah lain ke Kabupaten diterima begitu saja tanpa “proses yang selektif” sehingga ketika menjadi pejabat di Agam tersangkut masalah hukum. Saat ini dari 3 orang pejabat Kabupaten Agam yang tersangkut kasus hukum, ketiganya merupakan PNS yang pindah dari luar ke dalam Kabupaten Agam.
Alasan lain pantas disebut luar biasa adalah ketika dibandingan dengan daerah lain, apa yang terjadi di Agam juga “berbeda”. Misalnya dibandingan dengan apa yang terjadi di Pasaman Barat. Belasan pejabat dari Pasaman pindah ke Pasaman Barat dalam bukan dalam status nonjob walau kejadiannya sama-sama setelah Pemilukda. Mereka sengaja hijrah Lubuk Sikaping ke Simpang Empat, bukan karena dinonjobkan dan minta pindah keluar. Mereka dalam posisi sedang menduduki jabatan!.
Kalaupun dari sisi aturan kepegawaian tidak ada yang dilanggar dan Bupati serta Baperjakat mempunyai alasan dan pertimbangan yang matang dalam mengambil langkah tersebut, tetap saja dari sisi pembinaan organisasi hal itu tidak baik. Kepala Daerah selain Pejabat Negara atau Jabatan Politis pada dirinya melekat fungsi sebagai Pejabat Pembina Kepegawaian di daerahnya. Seharusnya dalam posisi tersebut Kepala Daerah selaku Pejabat Pembina Kepegawaian tidak melakukan perekrutan kader dari luar organisasinya untuk ditempatkan pada jabatan-jabatan strategis. Karena itu akan mematahkan semangat para kader yang mengabdi dan berjuang cukup lama di organisasi itu. Sebaliknya, sebagai Pejabat Pembina Kepegawaian sudah sepantasnya Kepala Daerah memacu kreatifitas, menumbuhkan semangat dan memberi peluang kepada para PNS yang di daerahnya.

Oleh karena itu mutasi-mutasi “luar biasa” yang terjadi bukan hanya di Kabupaten Agam, Pasaman Barat maupun daerah lainnya harus dicegah agar tidak terjadi berulang-ulang. Caranya mengkin dengan memperketat aturan kepegawaian khususnya pengangkatan PNS dalam jabatan structural dan membatasi kewenangan Kepala Daerah dalam urusan kepegawaian. Sementara itu, khusus bagi PNS yang dinonjobkan tanpa alasan yang jelas,  langkah terbaik saat ini adalah meniru apa yang dilakukan beberapa PNS di Kabupaten Limapuluh Kota, mengajukan gugatan ke PTUN. Karena keputusan Kepala Daerah yang yang dipengaruhi unsure politis cenderung melanggar peraturan perundang-undangan yang ada, hal itu telah dibuktikan oleh Ilyas Mawar dan Budi Permana yang memenangi perkara di PTUN karena dinonjobkan Kepala Daerahnya.

Lubuk Basung, 31 Juli 2011

Tuesday, December 6, 2016

Akun Palsu

Beberapa hari yang lalu Akun Palsu maupun Akun Asli menjadi Topik Utama di Negeri ini. Hal ini karena "kekacauan" yang terjadi sekarang dianggap sebagai akibat unggahan2 yang dishare dengan komentar2 bernada provokatif. Ada yang dipanggil ke Bareskrim, dijemput dan dibawa ke Mako Brimob, bahkan ada juga yang sudah sampai ke persidangan di Pengadilan.

Terlepas dari apakah itu Akun Asli atau Akun Palsu, unggahan dan komentar di Media Sosial adalah cara berekspresi terhadap sesuatu kepada pihak tertentu. Rasa suka, rasa benci, rasa marah dan lainnya disampaikan dengan gaya bahasa masing2 dalam takaran tanggungjawab masing2 pula.
Akun asli takaran tanggungjawabnya adalah sebesar konsekuensi dari ekspresinya. Ketika dia membelalakkan mata kemudian pihak lain balas menggesek-gesekkan gerahamnya, disana besar kecil tanggungjawabnya diukur.
Kecuali yang membuat status palsu, Akun palsu bukan berarti zero responbility! Pada takaran tertentu ada responbility terhadap kondisi kekinian karena akun palsu lebih jujur menyampaikan perasaan terhadap sesuatu langsung kepada pihak tertentu. Mungkin si akun palsu itu belum menemukan cara yang lebih bertanggungjawab dalam memperlihatkan ekspresi kepada pihak tertentu itu.
Kita seharusnya sedikit bersikap bijak terhadap akun palsu karena "yang penting isi ucapannya, jangan lihat orangnya". Status-nya asli kenyataan, kondisi yang terjadi saat ini....apakah itu akan kita ingkari?
Sepanjang itu tidak melanggar aturan yang ada untuk apa "mempertanyakan" kepalsuannya, eh keaslian akun itu. Dengan mengalihkan substansi isi statusnya kepada hal2 lain seperti keaslian akun atau siapa dibalik kepalsuan akun itu maka pihak2 lain akan tahu siapa sesungguhnya yang "palsu".
Banyaknya akun palsu mengindikasikan bahwa ada sesuatu yang tidak wajar seperti tidak lancarnya komunikasi dua arah sehingga mereka memilih bersembunyi dibalik akun palsu itu. Misalnya, ketika banyak kritikan yang disampaikan dengan akun palsu, penyebabnya mungkin ada pihak2 yang jika dikiritik akan melakukan serangan balik. Misalnya, ketika banyak akun palsu yang kerjanya hanya memuji-muji, penyebabnya mungkin pihak yang dipuji itu sesungguhnya tidak patut dipuji. Misalnya...banyak contoh lain yang bisa kita nilai dengan cara berpikir yang lain.
Dan, bukan berarti saya menyukai akun palsu. Kebetulan beberapa waktu yang lalu itu saya mengiyakan status sebuah akun palsu. Ya, baru kali itu, walau telah lama melihat ada banyak akun palsu. Bahkan saya sering diduga sebagai pembuat akun palsu.
Karena kita dianugerahi otak dan hati maka pakailah kedua organ itu. Entah itu untuk membuat atau menanggapi akun palsu. Apakah anda akan memakai keduanya sekaligus, terserahlah. Hanya memakai otak tanpa pakai hati, atau hanya memakai hati tanpa memakai otak ! Itu juga terserah. Asal jangan tidak memakai hati dan tidak pula pakai otak !!
#bersiulsiulkecil
Lubuk Basung, 6 Desember 2016

Thursday, November 17, 2016

Pilihan si Kacak

Ada orang yang ketika disuruh memilih terlihat sangat ragu. Apalagi ketika yang dipilih itu semakin sedikit, hanya dua pilihan, A atau B misalnya. Bahkan ketika diberi kesempatan pertama pun untuk memilih, dia pun masih bimbang. 
Orang seperti itu, -sebutlah namanya si Kacak- dalam pikirannya yang terlintas adalah harus mendapatkan yang terbaik. Tetapi disudut lain muncul pula keinginan agar orang lain mendapatkan yang terburuk.
Ketika dia memilih A maka harapannya A itu adalah yang terbaik, dan B itu yang terburuk. Yang dia inginkan ketika orang lain -si Midun- terpaksa menerima B maka B itu adalah yang terburuk. 
Maka sebelum menentukan pilihan dia melakukan segala daya upaya untuk memastikan bahwa A itu yang terbaik dan B yang terburuk. Setelah semuanya sesuai dengan imajinasinya, maka dengan senyum kemenangan dia - si Kacak- memilih A.
Namun apa yang terjadi kemudian?
Orang lain -si Midun- yang terpaksa mendapatkan B tenyata kemudian juga tersenyum bahkan senyumnya senyum juara !
Si Kacak terperangah bukan kepalang. Dia tidak bisa berpikir dan menjawab mengapa si Midun tetap gembira mendapatkan B sedangkan B itu barang terburuk?
"Ini bukan sinetron Sengsara Membawa Nikmat.
Ini karena teringat si Kacak dan si Midun"

Lubuk Basung, 16 Nopember 2016
Status FB

Friday, November 11, 2016

Melawan Arus

Ribuan orang berada disebuah tepi aliran sebuah sungai yang mulanya biasa saja, jernih dan bening sama dengan sungai lainnya. Berhari-hari hanya memanfaatkan sungai itu untuk kepentingannya masing2. Mereka hanya mengambil yang baik-baik dari sungai itu untuk membuat tubuh mereka menjadi bersih. Tidak lebih.
Pada suatu ketika aliran sungai itu berubah warna jadih putih sehingga membuat semua orang berdiri memandangi. Lama-kelamaan aliran itu makin besar, beberapa orang mulai merendamkan dirinya kedalam air itu dan berteriak bahwa air berwarna putih itu lebih baik dari yang sebelumnya.
Teriakan itu membuat beberapa orang tanpa pikir panjang menghamburkan dirinya kedalam aliran putih yang terus membesar itu. Beberapa orang masih tegak dipinggir sungai mengamati dan terus berfikir, ada apa ini?
Dari dalam sungai teriakan terus terdengar, ayo meloncatlah ke dalam aliran ini agar tubuh kalian bersih! Kalo kalian tetap diluar maka kalian akan terlihat lebih kotor dari kami.
Dan pada akhirnya sebagian dari mereka pun ikut masuk aliran itu. Dan hanya sebagian dari orang-orang yang tadinya mengamati terus tetap berdiri di tempatnya berpijak.
Saya, tidak berada ditepi sungai itu, saya berada jauh karena tidak memiliki sedikitpun tempat untuk berdiri disitu. Kalaupun saya diberi hak untuk berada disana, saya tidak bisa memastikan apakah akan mengikuti arus itu, atau memilih tetap berdiri ditepi.
Tetapi saya melihat seorang yang sudah uzur tetap berdiri dan tidak ikut arus. Berkali-kali ia diteriaki untuk ikut, tapi dia tetap berdiri kokoh. Pada akhirnya dia dihujat karena tidak ikut arus bahkan dianggap melawan arus!
Saya percaya bahwa orang tua itu punya alasan sangat kuat sehingga tidak ikut arus. Puluhan tahun dia telah berada di tepi sungai itu dan saya yakin dia sudah sangat paham asam garam kehidupan dan gelagat sungai itu serta alirannya. Kemana muaranya dan apa saja yang akan dihondohnya.
Tubikontinyu....
#after411
Lubuk Basung, 9 Nopember 2016 (status FB)

Indra Piliang Bela Buya Syafii Maarif dan Alasan Mengapa Buya Syafii Ma’arif Terkesan Mati-Matian Bela Ahok

Perbedaan pendapat Syafii yang membuat banyak pro dan kontra, terutama di media sosial. Juga ada Surat Terbuka untuk Buya Syafii Maarif di salah satu media online beberapa waktu lalu. Politikus Indra J Piliang miris dengan perlakuan terhadap Syafii.
Berikut tulisan Indra J Piliang tersebut :

Sedih melihat Buya Sjafii Maarif diberlakukan spt ini. Beliau diketahui adalah oang yang tidak gila kuasa. Ditawari macam-macam, beliau tak mau. Keberpihakan Buya Sjafii Maarif terhadap pluralisme adalah bagian dari sejarah hidupnya. Ia sejak kecil tinggal dengan ibunya, hidup bersama eteknya. Sampai Buya Sjafii Maarif jadi tokoh nasional, kampungnya pun belum dialiri listrik. Hampir sama dengan kampung masa kecil saya, listrik ada tahun 2002.
Buya Sjafii Maarif terlambat masuk bangku kuliah, terlambat jadi Sarjana Muda, dll, karena membanting tulang sebagai anak rantau. Ia mekanik juga. Riwayat hidup Buya Sjafii Maarif tidak dibentuk lewat perkoncoan, percaloan, apalagi perbualan politik. Ia andalkan delapan kerat tulangnya. Ia tidak menghamba kepada konglomerat manapun. Ia lebih senang hidup sebagai seorang guru, seorang pendidik, seorang pecinta ilmu.
Apa setelah jadi Ketua Umum PP Muhammadiyah, Buya Sjafii Maarif lantas pindah jadi warga DKI Jkt? Apa terompahnya sering terlihat di pintu Istana?. Kesederhanaan Buya Sjafii Maarif ini mirip dengan alm Ketum DPP Partai Gerindra yang rumahnya tiris itu. Kesederhanaan angkringan ala Yogya. Apa Buya Sjafii Maarif punya rumah di area2 elite Jakarta? Apa Buya punya istri simpanan? Apa Buya naik mobil2 mewah? Apa tubuhnya penuh lemak?.
Meme2 yang dibuat untuk Buya Sjafii Maarif menurut saya sangat tidak pantas, tidak etis, amoral! Meme2 itu seperti serangan kaum thogut kepada orang2 yang berprinsip. Sudah berapa ratus anak2 muda negeri ini yang dapat beasiswa atas tandatangan & rekomendasi Buya Sjafii Maarif? Apa ia sosok orang2 loba & tamak?
Taburangsang juga saya dengan cara2 buruk dan jauh lebih busuk dari berjenis serangan terhadap Buya Sjafii Maarif. Mau saja diadu domba orangg2 tak berakalbudi!. Buya Sjafii Maarif hanya memberikan pendapatnya. Ia juga bukan tipikal saksi2 ahli yang dibayar ratusan juta di muka sidang2 sengketa pilkada!.
Apa Buya Sjafii Maarif pernah terlihat kongkow2 di hotel2 mewah, dikawal orangg2 bersafari & perempuan2 berparfum menyengat hidung, bermewah2? Apa Buya Sjafii Maarif pernah terbaca muncul dalam iklan2 untuk bepergian ke tanah suci; dengan biaya mahal, kursi eksekutif, hotel bintang lima? Apa kaki Buya Sjafii Maarif terlihat jarang menyentuh tanah, dikawal dari satu forum ke forum lain, naik helikopter, dengan manajemen eksekutif?
Apa Buya Sjafii Maarif pernah terdengar menentukan tarifnya, ketika diundang ceramah agama atau ilmu pengetahuan, di suatu tempat?. Apa Buya Sjafii Maarif dengan mudah menyimpan nomor2 telp para pejabat pusat dan daerah, lalu dengan mudah juga memenuhi undangan2 yang bukan tabligh ilmu?.
Sejak kapan berbeda pendapat adalah bagian dari upaya membunuh karakter seseorang, menyatakan kebencian, hingga menghina seseorang di negeri ini?
Tirulah sikap Buya HAMKA yngg sengit berdebat dengan Mangaradja Onggang Parlindungan tentang Tuanku Rao. Walau keduanya perang opini, mereka satu shaf!!Buya HAMKA & Mangaradja Onggang Parlindungan yg 'perang' dengan menulis buku tentang Tuanku Rao itu, sering terlihat sholat berdua di Mesjid Al Azhar!.
Tirulah Buya M Natsir (Masyumi) & IJ Kasimo (Partai Katolik) yang saling mengantar pulang, saling menggendong cucu, setelah debat di Konstituante".
Apa debat yang paling hebat pascakemerdekaan, selain soal azas negara Indonesia? Apa tokoh2nya saling menghasut setelah debat seru di mimbar?". Singa2 podium yang muncul dalam sidang2 Dewan Konstituante itu apa saling menebar isu insuniatif tentang lawan2 debat yang berbeda degannya?.
Jika almarhum Buya HAMKA masih hidup, saia yakin, beliau akan sangat resah dengan cara2 tidak beradab yang digerakkan untuk memusuhi Buya Sjafii Maarif. Buya Sjafii Maarif tidak punya laskar, tidak punya pasukan berani mati, tidak punya pengawal bersenjata. Ia tak akan membalas cacian orang2. Buya Sjafii Maarif tidak akan taburangsang, reaktif, dengan langsung melaporkan pihak2 yg membuat hinaan2 yang disebarkan jadi viral di medsos.
Berkacalah di cermin, lalu lihat wajah anda sendiri, sebelum dengan mudah memberi sinyal ke publik betapa anda lebih baik dari Buya Sjafii Maarif.

Sumber : http://www.republika.co.id/berita/nasional/hukum/16/11/10/ogf5j3330-indra-piliang-bela-buya-syafii-maarif

Dialog Anak-Anak Muda Muhammadiyah dengan Buya Syafii Maarif.

Di hari pahlawan ini beredar kabar akan ada demonstrasi di rumah Buya Syafii Maarif di Nogotirto Sleman. Saya dan kawan-kawan Pemuda Muhammadiyah lantas kesana. Buya Syafii Maarif adalah orang tua kami, menjaga Buya adalah prioritas kami. Setelah dzuhur kami kumpul di Masjid Nogotirto. Selang tidak berapa lama Buya muncul dari arah selatan, dibonceng sepeda motor. Buya habis beli nasi padang di pinggir jalan kampung.
Buya melihat kami di dalam masjid dan menyalami. Kami memperkenalkan diri dari AMM DIY, wajah Buya nampak berseri.
“Ayo kerumah saya,” ucap Buya. “Pak Haedar Nashir mau kesini, sebelum dia datang, kalian menemani saya,” tuturnya sambil jalan menuju rumahnya.
Kami lantas menuju rumah Buya yang letaknya di sebelah Masjid Nogotirto.
“Ayo apa yang mau kalian tanyakan,” tanya Buya.
“Kami nonton ILC, kenapa Buya melawan arus umat Islam tentang masalah Ahok?”
Ahok itu mulutnya memang tidak terkontrol, kasar. Ahok itu mana mengerti Agama, kesalahannya Ia masuk wilayah yang dia tidak pahami. Saya sudah nonton videonya berkali-kali. Saya paham bila berseberangan dengan mayoritas umat Islam. Sekarang proses pemeriksaan Ahok sudah berjalan. Kita lihat hasilnya. Saya ingat ajaran Kiai Amir Ma’sum dari Solo, mantan Pimpinan Majelis Tarjih, Untuk memahami Agama butuh hati yang jernih. Kalau tanpa hati yang jernih niscaya Al-Qur’an tidak tidak akan bersahabat dengan kita.
“Tapi Ahok didukung oleh sembilan Naga Buya?” kata teman saya
Saya setuju. Tapi fokus saya pada Ahok itu menistakan agama atau tidak, saya tidak mau masuk ranah politik. Soal Cina, saya sudah menulis di Koran Republika tentang bahaya Kuning di Republik ini. Saya mengkritik Jokowi yang terlalu pro pada Cina. Kalau saya membela Cina, tulisan itu tidak akan muncul di Koran Republika. KTP saya bukan Jakarta, saya tidak ada kepentingan politik membela Ahok, saya orang bebas. Saya mencintai republik ini 100% dan semua orang tahu.
“Bagaimana dengan sebagian anak-anak Muda Muhammadiyah yang bersebarangan dengan Buya, ada juga yang ikut demo 4 November 2016 kemarin di Jakarta?”
Saya dengar hari ini akan ada demo di rumah saya. Kalau ada yang demo kesini, saya ingin mengundang mereka, mengajak berdialog mereka. Yang tidak setuju tidak masalah. Kalau ingin ketemu dengan saya, akan saya ajak berdialog. Demo 4 November itu elegan, damai, walau terjadi sedikit kerusuhan.
Diskusi yang asyik ini selesai setelah Pak Haedar Nashir dan Pak Yunahar Ilyas tiba di rumah Buya Syafii Maarif.
Bagi kami anak-anak Muda Muhammadiyah, Buya Syafii Maarif adalah orang tua kami. Kami akan menjaga Buya. Dari Buya kami diajarkan untuk belajar mensikapi perbedaan, diajarkan untuk tegar dalam berbeda pendapat. Perbedaan pendapat dengan seseorang jangan disikapi dengan kata-kata kotor, tetapi dengan dialog dari hati ke hati. Buya berpesan agar jangan sampai kebencian kita kepada suatu kaum, menjadikan kita tidak adil dalam bersikap.
Yogyakarta, 10 November 2016
Iwan Setiawan
Ketua Pemuda Muhammadiyah DIY
sumber :http://pojoksatu.id/news/berita-nasional/2016/11/11/mengapa-buya-syafii-maarif-terkesan-mati-matian-bela-ahok-alasannya/

"Sekiranya saya telah membaca secara utuh pernyataan Ahok di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu yang menghebohkan itu, dalam fatwa itu jelas dituduhkan bahwa Ahok telah menghina al-Qur'an dan menghina ulama sehingga harus diproses secara hukum, semua berdasarkan Fatwa MUI yang tidak teliti itu, semestinya MUI sebagai lembaga menjaga martabatnya melalui fatwa-fatwa yang benar-benar dipertimbangkan secara jernih, cerdas, dan bertanggung jawab, fatwa atau pandangan agama itu benar, shahih, jelas atau sama seperti apa yang disampaikan ahli agama, jadi jangan percaya sama orang.
Kan bisa aja dalam hati kecil bapak ibu ga bisa pilih saya, karena dibohongin pakai Surat Al-Maidah 51 macem-macem itu. Itu hak bapak ibu ya. Perhatikan, apa terdapat penghinaan Al-Qur'an? Hanya otak sakit saja yang kesimpulan begitu, yang dikritik Ahok adalah mereka yang menggunakan ayat itu untuk membohongi masyarakat agar tidak memilih dirinya, apakah kita mau mengorbankan kepentingan bangsa dan negara itu akibat fatwa yang tidak cermat itu? Atau apakah seorang Ahok begitu ditakuti di negeri ini, sehingga harus dilawan dengan demo besar-besaran? Jangan jadi manusia dan bangsa kerdil, untuk kepentingan klarfiikasi atas legalitas pendapat keagamaan atau fatwa tentang adanya dugaan kasus penistaan atau penistaan agama yang dilakukan oleh saudara petahana Basuki Purnama."

Ahmad Syafii Maarif
sumber :https://id.wikipedia.org/wiki/Ahmad_Syafii_Maarif

Wednesday, November 9, 2016

Adakah Perang Melawan Nepotisme?

Beberapa media televisi dan media cetak belakangan memberitakan suhu politik di Korea Selatan memanas setelah sahabat Presiden Park Geun-hye, Choi Soon-sil, ditangkap polisi karena dianggap telah campur tangan dalam urusan pemerintahan. Namun, ditangkapnya kawan Presiden tersebut tidak membuat protes warga mereda karena mereka juga menuntut Presiden Park Geun-hye mengundurkan diri. Karena perlakuan Presiden Park Geun-hye terhadap sahabatnya Choi Soon-sil termasuk bagian dari Nepotisme yang melanggar hukum.
Jaksa penuntut yang menginvestigasi kasus kedekatan Presiden Park Geun-hye dengan kawannya Choi Soon-sil menilai bahwa hubungan kedekatan keduanya tidak bisa dibenarkan. Pasalnya, Presiden telah membiarkan kawannya yang warga sipil itu mendapatkan akses ke sejumlah dokumen rahasia negara yang membuatnya bisa mempengaruhi isu-isu pemerintahan. Choi Soon-sil juga dituding telah menggunakan "perkawanannya" dengan Presiden untuk mendapatkan keuntungan pribadi lewat sejumlah yayasan nonprofit.
Di Korea Selatan, Nepotisme juga merupakan perbuatan melanggar hukum. Jauh sebelum kasus yang melibatkan Presiden Perempuan Korsel tersebut, pada tahun 2010 semasa Presiden Lee Myung-bak, Menteri Luar Negeri Korsel waktu itu Yu Myung-hwan, mengundurkan diri jabatannya karena ketahuan melakukan nepotisme dengan mengangkat putrinya menduduki posisi strategis di Kementerian yang dia pimpin.
Apa yang terjadi di Korea Selatan saat ini mau tidak mau mengingatkan kita pada gerakan Reformasi 1998 yang memaksa Presiden Soeharto mengakhiri kekuasaannya setelah 32 tahun! Dimana salah satu pemicu gelombang reformasi tersebut adalah adanya tuduhan Nepotisme terhadap Presiden Soeharto.
Pertanyaannya, apa itu Nepotisme sehingga mampu memicu gejolak sebuah negara dan memaksa mundur seorang Presiden? Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Nepotisme adalah perilaku yang memperlihatkan kesukaan yang berlebihan kepada kerabat dekat; atau kecenderungan untuk mengutamakan (menguntungkan) sanak saudara sendiri, terutama dalam jabatan, pangkat di lingkungan pemerintah; atau tindakan memilih kerabat atau sanak saudara sendiri untuk memegang pemerintahan walaupun objek yang diuntungkan tidak kompeten. 
Nepotisme diatur secara tegas dalam Pasal 1 angka 5 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara Yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, menegaskan bahwa “Nepotisme adalah setiap perbuatan Penyelenggara Negara secara melawan hukum yang menguntungkan kepentingan keluarganya dan atau kroninya di atas kepentingan masyarakat, bangsa dan negara”.
Berdasarkan Undang-undang tersebut, jelas dan tegas bahwa Nepotisme adalah sebuah pelanggaran hukum. Persoalannya adalah sampai saat ini kita belum melihat ada perang melawan Nepotisme, belum ada Vonis Hakim yang menghukum terdakwa yang melakukan perbuatan nepotisme. Perang hanya dilakukan pada Korupsi, Vonis dijatuhkan hanya karena melakukan Korupsi, padahal korupsi tersebut dilakukan dan diawali dengan melakukan Kolusi dan Nepotisme.
Sejak Era Reformasi, Pemberantasan Korupsi memang terasa gencar dilakukan. Lembaga Anti Rasuah, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dibentuk, puluhan pelaku Korupsi ditangkap dan dihukum. Para Pejabat Pemerintahan, Menteri, Gubernur, Bupati/walikota; para tokoh Partai Politik, Ketua Partai, Anggota DPR dan Para Penegak Hukum itu sendiri Hakim, Jaksa dan Polisi ditangkapi dan dihukum karena kasus korupsi.
Tetapi kasus-kasus Nepotisme sepertinya lenyap dan terlupakan begitu saja. Contohnya, Nepotisme yang dilakukan Presiden Soeharto. Nepotisme yang dilakukan Presiden Soeharto benar-benar telah membuat rakyat sakit hati karena seluruh anak-anak Soeharto dan istrinya menjadi anggota DPR, disamping merangkap sebagai pengusaha, begitupula dengan sanak saudaranya yang lain.
Nepotisme yang dilakukan Presiden Soeharto tidak pernah tersentuh hukum. Dan yang mutakhir adalah nepotisme yang dilakukan oleh Ratu Atut Chosiyah di Banten. Kejahatan nepotisme yang dilakukan keluarga Atut tidak ubahnya dengan keluarga Suharto dimana seluruh anak-anak Suharto dan istrinya menjadi anggota DPR, disamping merangkap sebagai pengusaha kakap. Ratu Atut Chosiyah “hanya” dituntut Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi karena perbuatan Korupsi yang dilakukan secara, terstruktur, sistematis, dan massif atau disingkat TSM. Ratu Atut Chosiyah menguasai elit-elit birokrasi di pemerintahan dan elit-elit politik di Banten sehingga dia bisa dengan mudah mengatur dan menguasai semua proyek yang ada.
Kini kejahatan Nepotisme seperti itu terus bermunculan, terutama dalam pengangkatan pejabat birokrasi dan penunjukan pelaksana proyek-proyek setelah berlangsungnya Pemilihan Kepala Daerah. Ada candaan yang sering terdengar, setelah Pilkada semua pejabat sampai ajudan bahkan sopir akan berganti, begitu pula rekanan penyedia/pelaksana proyek.
Walau telah dibungkus sistim dan prosedur “kompetisi” tetap saja dengan mata awam sekalipun banyak sekali terlihat bahwa yang terpilih, diangkat atau ditunjuk itu adalah para keluarga, kerabat atau teman-temannya. Orang-orang yang lebih berkualitas dan memiliki kompetensi telah duluan tersingkir, tidak diberi kesempatan untuk berkompetisi menunjukan ilmu dan keahliannya.
Nepotisme sangat kentara terjadi pada birokrasi pemerintahan daerah sekaligus terkait dengan Pemilihan Kepala Daerah adalah dengan adanya gelombang mutasi Pejabat Aparatur Sipil Negera (ASN) antar daerah. Ketika jagoannya kalah dalam Pilkada maka mereka segera mengajukan permohonan pindah ke daerah yang Kepala Daerahnya mempunyai “hubungan kekerabatan” dengannya. Dan lima tahun kemudian akan kembali ke daerah tersebut jika yang menang adalah jagoan mereka. Petualang-petualang jabatan yang mengandalkan Nepotisme tersebut dapat dilihat pada pelantikan pejabat ASN setelah Pilkada. Pada daerah tersebut mudah terlihat siapa yang orang dekat dan tidak dengan Kepala Daerah.
Berkembangnya praktek Nepotisme membuat ASN terpaksa ikut-ikut berpolitik dukung-mendukung calon kepala daerah dengan motif imbalan jabatan. Walau secara kualitas ASN itu sesungguhnya memiliki pendidikan, kualifikasi dan keahlian memadai untuk berkompetisi secara fair dalam menduduki jabatan dimaksud. Tetapi adanya praktek nepotisme itu yang membuat pada akhirnya mereka “terpaksa” ikut berpolitik, atau paling tidak mencari orang dekat/tangan kanan Kepala Daerah untuk mengamankan jalan menuju menduduki jabatan tertentu.
Hal itu pulalah yang menyebabkan dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015, sebagaimana diubah menjadi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015, tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali Kota,  ada aturan bahwa petahana atau incumbent dilarang melakukan penggantian pejabat 6 bulan sebelum masa jabatannya berakhir !
Lantas bagaimana caranya agar nepotisme tidak terus terjadi? Sesungguhnya momentum itu telah terjadi pada tahun 1998 dengan adanya tuntutan penghapusan KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme) yang pada akhirnya mampu memmbuat Presiden Soehato mengundurkan diri. Bahkan telah ditetapkan oleh MPR sebagai salah satu agenda reformasi, tetapi belum menunjukkan hasil sebagaima pemberantasan korupsi. Oleh karenanya perlu “kampanye memerangi nepotisme”. Publik harus diberi tahu betapa destruktifnya praktik Nepotisme jika terus terjadi dan rakyat diminta untuk bersikap kritis terhadap praktek-praktek Nepotisme yang terjadi seperti halnya yang terjadi di Korea Selatan. Nepotisme harus diperangi sebagaimana halnya perang melawan korupsi yang telah dilakukan Presiden-presiden setelah era Reformasi. Presiden Megawati memerangi Korupsi dengan membentuk Komisi Pemberarantasn Korupsi (KPK) di era pemerintahannya. SBY memerangi korupsi dengan dengan slogan “Katakan TIDAK pada korupsi” dan “Saya akan berdiri paling depan menghunus pedang melawan korupsi”. Joko Widodo memerangi korupsi dengan memberantas pungli, bahkan "Bukan hanya Rp. 500 ribu atau Rp. 1 juta, urusan Sepuluh Ribu Rupiah pun akan saya urus!,"

Bagi sebagian orang “Perang Melawan Nepotisme” mungkin akan membuat gaduh karena telah merasa nyaman dengan kondisi seperti ini. Sama halnya dengan sinisme terhadap gerakan pemberantasan pungli yang dilakukan Presiden Joko Widodo. Pada awalnya banyak yang mengatakan “ngapain presiden mengurus yang ecek-ecek!” Tetapi baru sebulan jalan masyarakat sudah merasakan dampaknya, urusan di kantor Polisi, urusan di Samsat, urusan di Pencatatan Sipil  betul-betul murah. Dengan perang melawan Nepotisme maka akan terjadi perusakan, bila perlu penghancuran comfort zone (zona nyaman) Nepotisme yang dinikmati sebagian orang! Tetapi akan membuat lebih banyak rasa keadilan yang dinikmati lebih banyak orang. Semoga.
Lubuk Basung, 9 Nopember 2016

Wednesday, October 12, 2016

Menanti Bis Sekolah

Bis sekolah yang ku tunggu
Ku tunggu tiada yang datang
Ku telah lelah berdiri
Berdiri menanti nanti
Banyak diantara kita mungkin sangat hapal lagu Bis Sekolah yang dipopulerkan oleh Koes Ploes pada tahun 70 an. Belakangan "Bis Sekolah" kembali ngetrend, karena hampir tiap sekolah baik SMP ataupun SMA/SMK telah ataupun berencana/berniat mempunyai Bis Sekolah.
Lagu Bis Sekolah itu akan mudah teringat ketika sedang mengikuti rapat akbar Komite Sekolah dimana waktu penyampaian program oleh komite sekolah, ada program mulai dari pembelian komputer, pembuatan Gerbang Sekolah, pembelian alat marching band hingga pembelian Bis Sekolah yang total biayanya bisa mencapai setengah milyar rupiah. Seluruh siswa mulai dari kelas 1 sampai kelas 3 dikenai sumbangan yang jumlah bervariasi dengan selisih Rp.50 ribu.
Ya, sumbangan ! Bukan iuran karena iuran itu dilarang. Dan sumbangan itu dilegalkan dengan pernyataan kesetujuan masing-masing Orang Tua Siswa pada surat pernyataan tanpa paksaan dan tekanan. Dalam rapat akbar tersebut biasa waktu untuk “berdiskusi” diletakkan pada ujung acara yang mepet ke waktu shalat sehingga kesempatan diskusi terbatas. Para orang tua siswa diberi pilihan/alternatif besarnya sumbangan, pilihan pertama 500 ribu rupiah, dan pilihan yang lain 450 ribu rupiah.
Banyak yang ingin mengacungkan tangan untuk mendapatkan kesempatan mengungkapkan "keheranan" tetapi dihantui kegamangan, jangan-jangan nanti ada efeknya pada anak yang sekolah disana. Pada akhirnya semua pun setuju walau dalam hati ada perasaan “manggaritih”.
*000*
Pendidikan merupakan salah satu layanan dasar yang memang sudah menjadi hak warga negara. Dalam preambule UUD 45 disebutkan tujuan Negara Indonesia salah satunya “mencerdaskan kehidupan bangsa”. Agar tujuan ini dicapai, dalam pasal 31 ayat 4 UUD 1945 disebutkan “Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20% dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional”.
Selanjutnya dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Sisdiknas juga diamanatkan bahwa setiap warga negara yang berusia 7-15 tahun wajib mengikuti pendidikan dasar. Pasal 34 ayat 2 menyebutkan bahwa Pemerintah dan pemerintah daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya, sedangkan dalam ayat 3 menyebutkan bahwa wajib belajar merupakan tanggung jawab negara yang diselenggarakan oleh lembaga pendidikan Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat.
Konsekuensi dari amanat undang-undang tersebut adalah Pemerintah dan pemerintah daerah wajib memberikan layanan pendidikan bagi seluruh peserta didik pada tingkat pendidikan dasar (SD dan SMP) serta satuan pendidikan lain yang sederajat. Pasal 34 ayat 2 UU Nomor 2003 tentang Sisdiknas jelas mengatakan bahwa program Biaya Operasional Sekolah (BOS) adalah program untuk mengantisipasi pendidikan dasar tanpa memungut biaya.
Adapun penggunaan Dana BOS, diantaranya peembelian/penggandaan buku teks pelajaran, yaitu untuk mengganti yang rusak atau untuk memenuhi kekurangan, pembiayaan seluruh kegiatan dalam rangka penerimaan siswa baru, yaitu biaya pendaftaran, penggandaan formulir, administrasi pendaftaran, dan pendaftaran ulang, pembuatan spanduk sekolah bebas pungutan, serta kegiatan lain yang berkaitan langsung dengan kegiatan tersebut (misalnya untuk fotocopy, konsumsi panitia, dan uang lembur dalam rangka penerimaan siswa baru, dan lainnya yang relevan);dan lain-lain termasuk pemberian bantuan biaya transportasi bagi siswa miskin yang menghadapi masalah biaya transport dari dan ke sekolah, jika dinilai lebih ekonomis, dapat juga untuk membeli alat transportasi sederhana yang akan menjadi barang inventaris sekolah (misalnya sepeda, perahu penyeberangan, dll);
Dana Bantuan Operasional Sekolah tersebut pada akhirnya bertujuan untuk meringankan beban masyarakat terhadap pembiayaan pendidikan dalam rangka wajib belajar 9 tahun yang berkualitas. Membebaskan pungutan bagi seluruh siswa SD/SDLB negeri dan SMP/SMPLB/SMPT (Terbuka) negeri terhadap biaya operasi sekolah. Membebaskan pungutan seluruh siswa miskin dari seluruh pungutan dalam bentuk apapun, baik di sekolah negeri maupun swasta;
Tetapi realitanya masih banyak sekolah yang mengadakan pungutan dengan berkelit keputusan Komite Sekolah dan telah disepakati orang tua siswa. Hampir tidak ada beda sekolah negeri dengan sekolah swasta. Memang, dari dulu ada juga sumbangan dari orangtua siswa, namanya Uang Pembangunan tetapi itu hanya satu kali selama sekolah, tetapi ini tiap tahun. Ah, jumlah 500 ribu itu kan tidak terlalu besar apalagi bisa dibayar 3 kali angsuran. Ya, dan banyak yang setuju bahkan tidak ada yang protes waktu rapat akbar komite serta langsung melunasinya. Iya, karena orangtua tidak ingin ada efek yang timbul terhadap anaknya yang sedang bersekolah disitu. Kita mungkin sering mendengar langsung bahwa sesungguhnya mereka terpaksa. Terpaksa dan sudah lah, bayar saja!
Padahal dalam Undang-Undang Sisdiknas tersebut dan Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan No 44 Tahun 2012 Tentang Pungutan Dan Sumbangan Biaya Pendidikan Pada Satuan Dasar, sekolah yang diselenggarakan oleh pemerintah pusat atau daerah (sekolah negeri) tidak diperbolehkan melakukan pungutan terhadap wali murid. Pasal 9 ayat (1) Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan No 44 Tahun 2012 Tentang Pungutan Dan Sumbangan Biaya Pendidikan Pada Satuan Dasar menyatakan: Satuan pendidikan dasar yang diselenggarakan oleh Pemerintah, dan/atau pemerintah daerah dilarang memungut biaya satuan pendidikan.
Dalam peraturan perundangan tersebut dijelaskan larangan dilakukannya pungutan jenis apapun di sekolah negeri saat lulus atau pun penerimaan siswa baru (PSB) mulai dari tingkat SD, SMP dan SLTA sederajat yang diselenggarakan oleh pemerintah pusat ataupun daerah. Pemerintah menjamin pendidikan dasar tanpa pungutan, terutama untuk pendidikan SD, SMP dan SMA atau SLTA sederajat. Aturan itu juga memuat ancaman sanksi bagi yang melanggar. Bagi yang melanggar mendapat sanksi disiplin Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan hukum pidana (penjara). 
Terjadinya praktek pungutan oleh sekolah dengan berkedok sumbangan tersebut karena Dinas Pendidikan tidak melakukan pengawasan atau bahkan membiarkan praktik tersebut terjadi. Bukan tidak mungkin kegiatan pemungutan tanpa sepengetahuan Dinas Pendidikana atau meski sekolah memberi laporan rencana dan anggaran operasional dan investasi setiap tahun kepada dinas pendidikan, laporan tersebut diperlakukan sebagai syarat administratif saja. Tidak ada upaya dinas pendidikan mengkritisi rencana dan anggaran sekolah tersebut.
Kita berharap persoalan ini bisa teratasi, terutama kepada para Kepala Daerah yang mulai pada saat Kampanye selalu menjanjikan pendidikan murah bahkan ada yang menjanjikan pendidikan gratis. Pemerintah daerah wajib mengkritisi dan jika perlu melarang praktek-praktek sumbangan dan pungutan yang tidak rasional dan tidak sesuai dengan kebutuhan prioritas sekolah.
Semua stakeholder kembali harus berfikir ulang karena tidak bisa dipungkiri masih sangat banyak anak-anak usia sekolah yang berhenti karena tidak punya uang membayar ini dan itu. Apakah kita lebih membanggakan gerbang yang megah, peralatan marching band bahkan bis sekolah daripada anak-anak putus sekolah.
Ah, ku telah lelah berdiri
Berdiri menanti nanti Sekolah murah dan berkualitas.