Thursday, November 17, 2016

Pilihan si Kacak

Ada orang yang ketika disuruh memilih terlihat sangat ragu. Apalagi ketika yang dipilih itu semakin sedikit, hanya dua pilihan, A atau B misalnya. Bahkan ketika diberi kesempatan pertama pun untuk memilih, dia pun masih bimbang. 
Orang seperti itu, -sebutlah namanya si Kacak- dalam pikirannya yang terlintas adalah harus mendapatkan yang terbaik. Tetapi disudut lain muncul pula keinginan agar orang lain mendapatkan yang terburuk.
Ketika dia memilih A maka harapannya A itu adalah yang terbaik, dan B itu yang terburuk. Yang dia inginkan ketika orang lain -si Midun- terpaksa menerima B maka B itu adalah yang terburuk. 
Maka sebelum menentukan pilihan dia melakukan segala daya upaya untuk memastikan bahwa A itu yang terbaik dan B yang terburuk. Setelah semuanya sesuai dengan imajinasinya, maka dengan senyum kemenangan dia - si Kacak- memilih A.
Namun apa yang terjadi kemudian?
Orang lain -si Midun- yang terpaksa mendapatkan B tenyata kemudian juga tersenyum bahkan senyumnya senyum juara !
Si Kacak terperangah bukan kepalang. Dia tidak bisa berpikir dan menjawab mengapa si Midun tetap gembira mendapatkan B sedangkan B itu barang terburuk?
"Ini bukan sinetron Sengsara Membawa Nikmat.
Ini karena teringat si Kacak dan si Midun"

Lubuk Basung, 16 Nopember 2016
Status FB

Friday, November 11, 2016

Melawan Arus

Ribuan orang berada disebuah tepi aliran sebuah sungai yang mulanya biasa saja, jernih dan bening sama dengan sungai lainnya. Berhari-hari hanya memanfaatkan sungai itu untuk kepentingannya masing2. Mereka hanya mengambil yang baik-baik dari sungai itu untuk membuat tubuh mereka menjadi bersih. Tidak lebih.
Pada suatu ketika aliran sungai itu berubah warna jadih putih sehingga membuat semua orang berdiri memandangi. Lama-kelamaan aliran itu makin besar, beberapa orang mulai merendamkan dirinya kedalam air itu dan berteriak bahwa air berwarna putih itu lebih baik dari yang sebelumnya.
Teriakan itu membuat beberapa orang tanpa pikir panjang menghamburkan dirinya kedalam aliran putih yang terus membesar itu. Beberapa orang masih tegak dipinggir sungai mengamati dan terus berfikir, ada apa ini?
Dari dalam sungai teriakan terus terdengar, ayo meloncatlah ke dalam aliran ini agar tubuh kalian bersih! Kalo kalian tetap diluar maka kalian akan terlihat lebih kotor dari kami.
Dan pada akhirnya sebagian dari mereka pun ikut masuk aliran itu. Dan hanya sebagian dari orang-orang yang tadinya mengamati terus tetap berdiri di tempatnya berpijak.
Saya, tidak berada ditepi sungai itu, saya berada jauh karena tidak memiliki sedikitpun tempat untuk berdiri disitu. Kalaupun saya diberi hak untuk berada disana, saya tidak bisa memastikan apakah akan mengikuti arus itu, atau memilih tetap berdiri ditepi.
Tetapi saya melihat seorang yang sudah uzur tetap berdiri dan tidak ikut arus. Berkali-kali ia diteriaki untuk ikut, tapi dia tetap berdiri kokoh. Pada akhirnya dia dihujat karena tidak ikut arus bahkan dianggap melawan arus!
Saya percaya bahwa orang tua itu punya alasan sangat kuat sehingga tidak ikut arus. Puluhan tahun dia telah berada di tepi sungai itu dan saya yakin dia sudah sangat paham asam garam kehidupan dan gelagat sungai itu serta alirannya. Kemana muaranya dan apa saja yang akan dihondohnya.
Tubikontinyu....
#after411
Lubuk Basung, 9 Nopember 2016 (status FB)

Indra Piliang Bela Buya Syafii Maarif dan Alasan Mengapa Buya Syafii Ma’arif Terkesan Mati-Matian Bela Ahok

Perbedaan pendapat Syafii yang membuat banyak pro dan kontra, terutama di media sosial. Juga ada Surat Terbuka untuk Buya Syafii Maarif di salah satu media online beberapa waktu lalu. Politikus Indra J Piliang miris dengan perlakuan terhadap Syafii.
Berikut tulisan Indra J Piliang tersebut :

Sedih melihat Buya Sjafii Maarif diberlakukan spt ini. Beliau diketahui adalah oang yang tidak gila kuasa. Ditawari macam-macam, beliau tak mau. Keberpihakan Buya Sjafii Maarif terhadap pluralisme adalah bagian dari sejarah hidupnya. Ia sejak kecil tinggal dengan ibunya, hidup bersama eteknya. Sampai Buya Sjafii Maarif jadi tokoh nasional, kampungnya pun belum dialiri listrik. Hampir sama dengan kampung masa kecil saya, listrik ada tahun 2002.
Buya Sjafii Maarif terlambat masuk bangku kuliah, terlambat jadi Sarjana Muda, dll, karena membanting tulang sebagai anak rantau. Ia mekanik juga. Riwayat hidup Buya Sjafii Maarif tidak dibentuk lewat perkoncoan, percaloan, apalagi perbualan politik. Ia andalkan delapan kerat tulangnya. Ia tidak menghamba kepada konglomerat manapun. Ia lebih senang hidup sebagai seorang guru, seorang pendidik, seorang pecinta ilmu.
Apa setelah jadi Ketua Umum PP Muhammadiyah, Buya Sjafii Maarif lantas pindah jadi warga DKI Jkt? Apa terompahnya sering terlihat di pintu Istana?. Kesederhanaan Buya Sjafii Maarif ini mirip dengan alm Ketum DPP Partai Gerindra yang rumahnya tiris itu. Kesederhanaan angkringan ala Yogya. Apa Buya Sjafii Maarif punya rumah di area2 elite Jakarta? Apa Buya punya istri simpanan? Apa Buya naik mobil2 mewah? Apa tubuhnya penuh lemak?.
Meme2 yang dibuat untuk Buya Sjafii Maarif menurut saya sangat tidak pantas, tidak etis, amoral! Meme2 itu seperti serangan kaum thogut kepada orang2 yang berprinsip. Sudah berapa ratus anak2 muda negeri ini yang dapat beasiswa atas tandatangan & rekomendasi Buya Sjafii Maarif? Apa ia sosok orang2 loba & tamak?
Taburangsang juga saya dengan cara2 buruk dan jauh lebih busuk dari berjenis serangan terhadap Buya Sjafii Maarif. Mau saja diadu domba orangg2 tak berakalbudi!. Buya Sjafii Maarif hanya memberikan pendapatnya. Ia juga bukan tipikal saksi2 ahli yang dibayar ratusan juta di muka sidang2 sengketa pilkada!.
Apa Buya Sjafii Maarif pernah terlihat kongkow2 di hotel2 mewah, dikawal orangg2 bersafari & perempuan2 berparfum menyengat hidung, bermewah2? Apa Buya Sjafii Maarif pernah terbaca muncul dalam iklan2 untuk bepergian ke tanah suci; dengan biaya mahal, kursi eksekutif, hotel bintang lima? Apa kaki Buya Sjafii Maarif terlihat jarang menyentuh tanah, dikawal dari satu forum ke forum lain, naik helikopter, dengan manajemen eksekutif?
Apa Buya Sjafii Maarif pernah terdengar menentukan tarifnya, ketika diundang ceramah agama atau ilmu pengetahuan, di suatu tempat?. Apa Buya Sjafii Maarif dengan mudah menyimpan nomor2 telp para pejabat pusat dan daerah, lalu dengan mudah juga memenuhi undangan2 yang bukan tabligh ilmu?.
Sejak kapan berbeda pendapat adalah bagian dari upaya membunuh karakter seseorang, menyatakan kebencian, hingga menghina seseorang di negeri ini?
Tirulah sikap Buya HAMKA yngg sengit berdebat dengan Mangaradja Onggang Parlindungan tentang Tuanku Rao. Walau keduanya perang opini, mereka satu shaf!!Buya HAMKA & Mangaradja Onggang Parlindungan yg 'perang' dengan menulis buku tentang Tuanku Rao itu, sering terlihat sholat berdua di Mesjid Al Azhar!.
Tirulah Buya M Natsir (Masyumi) & IJ Kasimo (Partai Katolik) yang saling mengantar pulang, saling menggendong cucu, setelah debat di Konstituante".
Apa debat yang paling hebat pascakemerdekaan, selain soal azas negara Indonesia? Apa tokoh2nya saling menghasut setelah debat seru di mimbar?". Singa2 podium yang muncul dalam sidang2 Dewan Konstituante itu apa saling menebar isu insuniatif tentang lawan2 debat yang berbeda degannya?.
Jika almarhum Buya HAMKA masih hidup, saia yakin, beliau akan sangat resah dengan cara2 tidak beradab yang digerakkan untuk memusuhi Buya Sjafii Maarif. Buya Sjafii Maarif tidak punya laskar, tidak punya pasukan berani mati, tidak punya pengawal bersenjata. Ia tak akan membalas cacian orang2. Buya Sjafii Maarif tidak akan taburangsang, reaktif, dengan langsung melaporkan pihak2 yg membuat hinaan2 yang disebarkan jadi viral di medsos.
Berkacalah di cermin, lalu lihat wajah anda sendiri, sebelum dengan mudah memberi sinyal ke publik betapa anda lebih baik dari Buya Sjafii Maarif.

Sumber : http://www.republika.co.id/berita/nasional/hukum/16/11/10/ogf5j3330-indra-piliang-bela-buya-syafii-maarif

Dialog Anak-Anak Muda Muhammadiyah dengan Buya Syafii Maarif.

Di hari pahlawan ini beredar kabar akan ada demonstrasi di rumah Buya Syafii Maarif di Nogotirto Sleman. Saya dan kawan-kawan Pemuda Muhammadiyah lantas kesana. Buya Syafii Maarif adalah orang tua kami, menjaga Buya adalah prioritas kami. Setelah dzuhur kami kumpul di Masjid Nogotirto. Selang tidak berapa lama Buya muncul dari arah selatan, dibonceng sepeda motor. Buya habis beli nasi padang di pinggir jalan kampung.
Buya melihat kami di dalam masjid dan menyalami. Kami memperkenalkan diri dari AMM DIY, wajah Buya nampak berseri.
“Ayo kerumah saya,” ucap Buya. “Pak Haedar Nashir mau kesini, sebelum dia datang, kalian menemani saya,” tuturnya sambil jalan menuju rumahnya.
Kami lantas menuju rumah Buya yang letaknya di sebelah Masjid Nogotirto.
“Ayo apa yang mau kalian tanyakan,” tanya Buya.
“Kami nonton ILC, kenapa Buya melawan arus umat Islam tentang masalah Ahok?”
Ahok itu mulutnya memang tidak terkontrol, kasar. Ahok itu mana mengerti Agama, kesalahannya Ia masuk wilayah yang dia tidak pahami. Saya sudah nonton videonya berkali-kali. Saya paham bila berseberangan dengan mayoritas umat Islam. Sekarang proses pemeriksaan Ahok sudah berjalan. Kita lihat hasilnya. Saya ingat ajaran Kiai Amir Ma’sum dari Solo, mantan Pimpinan Majelis Tarjih, Untuk memahami Agama butuh hati yang jernih. Kalau tanpa hati yang jernih niscaya Al-Qur’an tidak tidak akan bersahabat dengan kita.
“Tapi Ahok didukung oleh sembilan Naga Buya?” kata teman saya
Saya setuju. Tapi fokus saya pada Ahok itu menistakan agama atau tidak, saya tidak mau masuk ranah politik. Soal Cina, saya sudah menulis di Koran Republika tentang bahaya Kuning di Republik ini. Saya mengkritik Jokowi yang terlalu pro pada Cina. Kalau saya membela Cina, tulisan itu tidak akan muncul di Koran Republika. KTP saya bukan Jakarta, saya tidak ada kepentingan politik membela Ahok, saya orang bebas. Saya mencintai republik ini 100% dan semua orang tahu.
“Bagaimana dengan sebagian anak-anak Muda Muhammadiyah yang bersebarangan dengan Buya, ada juga yang ikut demo 4 November 2016 kemarin di Jakarta?”
Saya dengar hari ini akan ada demo di rumah saya. Kalau ada yang demo kesini, saya ingin mengundang mereka, mengajak berdialog mereka. Yang tidak setuju tidak masalah. Kalau ingin ketemu dengan saya, akan saya ajak berdialog. Demo 4 November itu elegan, damai, walau terjadi sedikit kerusuhan.
Diskusi yang asyik ini selesai setelah Pak Haedar Nashir dan Pak Yunahar Ilyas tiba di rumah Buya Syafii Maarif.
Bagi kami anak-anak Muda Muhammadiyah, Buya Syafii Maarif adalah orang tua kami. Kami akan menjaga Buya. Dari Buya kami diajarkan untuk belajar mensikapi perbedaan, diajarkan untuk tegar dalam berbeda pendapat. Perbedaan pendapat dengan seseorang jangan disikapi dengan kata-kata kotor, tetapi dengan dialog dari hati ke hati. Buya berpesan agar jangan sampai kebencian kita kepada suatu kaum, menjadikan kita tidak adil dalam bersikap.
Yogyakarta, 10 November 2016
Iwan Setiawan
Ketua Pemuda Muhammadiyah DIY
sumber :http://pojoksatu.id/news/berita-nasional/2016/11/11/mengapa-buya-syafii-maarif-terkesan-mati-matian-bela-ahok-alasannya/

"Sekiranya saya telah membaca secara utuh pernyataan Ahok di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu yang menghebohkan itu, dalam fatwa itu jelas dituduhkan bahwa Ahok telah menghina al-Qur'an dan menghina ulama sehingga harus diproses secara hukum, semua berdasarkan Fatwa MUI yang tidak teliti itu, semestinya MUI sebagai lembaga menjaga martabatnya melalui fatwa-fatwa yang benar-benar dipertimbangkan secara jernih, cerdas, dan bertanggung jawab, fatwa atau pandangan agama itu benar, shahih, jelas atau sama seperti apa yang disampaikan ahli agama, jadi jangan percaya sama orang.
Kan bisa aja dalam hati kecil bapak ibu ga bisa pilih saya, karena dibohongin pakai Surat Al-Maidah 51 macem-macem itu. Itu hak bapak ibu ya. Perhatikan, apa terdapat penghinaan Al-Qur'an? Hanya otak sakit saja yang kesimpulan begitu, yang dikritik Ahok adalah mereka yang menggunakan ayat itu untuk membohongi masyarakat agar tidak memilih dirinya, apakah kita mau mengorbankan kepentingan bangsa dan negara itu akibat fatwa yang tidak cermat itu? Atau apakah seorang Ahok begitu ditakuti di negeri ini, sehingga harus dilawan dengan demo besar-besaran? Jangan jadi manusia dan bangsa kerdil, untuk kepentingan klarfiikasi atas legalitas pendapat keagamaan atau fatwa tentang adanya dugaan kasus penistaan atau penistaan agama yang dilakukan oleh saudara petahana Basuki Purnama."

Ahmad Syafii Maarif
sumber :https://id.wikipedia.org/wiki/Ahmad_Syafii_Maarif

Wednesday, November 9, 2016

Adakah Perang Melawan Nepotisme?

Beberapa media televisi dan media cetak belakangan memberitakan suhu politik di Korea Selatan memanas setelah sahabat Presiden Park Geun-hye, Choi Soon-sil, ditangkap polisi karena dianggap telah campur tangan dalam urusan pemerintahan. Namun, ditangkapnya kawan Presiden tersebut tidak membuat protes warga mereda karena mereka juga menuntut Presiden Park Geun-hye mengundurkan diri. Karena perlakuan Presiden Park Geun-hye terhadap sahabatnya Choi Soon-sil termasuk bagian dari Nepotisme yang melanggar hukum.
Jaksa penuntut yang menginvestigasi kasus kedekatan Presiden Park Geun-hye dengan kawannya Choi Soon-sil menilai bahwa hubungan kedekatan keduanya tidak bisa dibenarkan. Pasalnya, Presiden telah membiarkan kawannya yang warga sipil itu mendapatkan akses ke sejumlah dokumen rahasia negara yang membuatnya bisa mempengaruhi isu-isu pemerintahan. Choi Soon-sil juga dituding telah menggunakan "perkawanannya" dengan Presiden untuk mendapatkan keuntungan pribadi lewat sejumlah yayasan nonprofit.
Di Korea Selatan, Nepotisme juga merupakan perbuatan melanggar hukum. Jauh sebelum kasus yang melibatkan Presiden Perempuan Korsel tersebut, pada tahun 2010 semasa Presiden Lee Myung-bak, Menteri Luar Negeri Korsel waktu itu Yu Myung-hwan, mengundurkan diri jabatannya karena ketahuan melakukan nepotisme dengan mengangkat putrinya menduduki posisi strategis di Kementerian yang dia pimpin.
Apa yang terjadi di Korea Selatan saat ini mau tidak mau mengingatkan kita pada gerakan Reformasi 1998 yang memaksa Presiden Soeharto mengakhiri kekuasaannya setelah 32 tahun! Dimana salah satu pemicu gelombang reformasi tersebut adalah adanya tuduhan Nepotisme terhadap Presiden Soeharto.
Pertanyaannya, apa itu Nepotisme sehingga mampu memicu gejolak sebuah negara dan memaksa mundur seorang Presiden? Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Nepotisme adalah perilaku yang memperlihatkan kesukaan yang berlebihan kepada kerabat dekat; atau kecenderungan untuk mengutamakan (menguntungkan) sanak saudara sendiri, terutama dalam jabatan, pangkat di lingkungan pemerintah; atau tindakan memilih kerabat atau sanak saudara sendiri untuk memegang pemerintahan walaupun objek yang diuntungkan tidak kompeten. 
Nepotisme diatur secara tegas dalam Pasal 1 angka 5 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara Yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, menegaskan bahwa “Nepotisme adalah setiap perbuatan Penyelenggara Negara secara melawan hukum yang menguntungkan kepentingan keluarganya dan atau kroninya di atas kepentingan masyarakat, bangsa dan negara”.
Berdasarkan Undang-undang tersebut, jelas dan tegas bahwa Nepotisme adalah sebuah pelanggaran hukum. Persoalannya adalah sampai saat ini kita belum melihat ada perang melawan Nepotisme, belum ada Vonis Hakim yang menghukum terdakwa yang melakukan perbuatan nepotisme. Perang hanya dilakukan pada Korupsi, Vonis dijatuhkan hanya karena melakukan Korupsi, padahal korupsi tersebut dilakukan dan diawali dengan melakukan Kolusi dan Nepotisme.
Sejak Era Reformasi, Pemberantasan Korupsi memang terasa gencar dilakukan. Lembaga Anti Rasuah, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dibentuk, puluhan pelaku Korupsi ditangkap dan dihukum. Para Pejabat Pemerintahan, Menteri, Gubernur, Bupati/walikota; para tokoh Partai Politik, Ketua Partai, Anggota DPR dan Para Penegak Hukum itu sendiri Hakim, Jaksa dan Polisi ditangkapi dan dihukum karena kasus korupsi.
Tetapi kasus-kasus Nepotisme sepertinya lenyap dan terlupakan begitu saja. Contohnya, Nepotisme yang dilakukan Presiden Soeharto. Nepotisme yang dilakukan Presiden Soeharto benar-benar telah membuat rakyat sakit hati karena seluruh anak-anak Soeharto dan istrinya menjadi anggota DPR, disamping merangkap sebagai pengusaha, begitupula dengan sanak saudaranya yang lain.
Nepotisme yang dilakukan Presiden Soeharto tidak pernah tersentuh hukum. Dan yang mutakhir adalah nepotisme yang dilakukan oleh Ratu Atut Chosiyah di Banten. Kejahatan nepotisme yang dilakukan keluarga Atut tidak ubahnya dengan keluarga Suharto dimana seluruh anak-anak Suharto dan istrinya menjadi anggota DPR, disamping merangkap sebagai pengusaha kakap. Ratu Atut Chosiyah “hanya” dituntut Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi karena perbuatan Korupsi yang dilakukan secara, terstruktur, sistematis, dan massif atau disingkat TSM. Ratu Atut Chosiyah menguasai elit-elit birokrasi di pemerintahan dan elit-elit politik di Banten sehingga dia bisa dengan mudah mengatur dan menguasai semua proyek yang ada.
Kini kejahatan Nepotisme seperti itu terus bermunculan, terutama dalam pengangkatan pejabat birokrasi dan penunjukan pelaksana proyek-proyek setelah berlangsungnya Pemilihan Kepala Daerah. Ada candaan yang sering terdengar, setelah Pilkada semua pejabat sampai ajudan bahkan sopir akan berganti, begitu pula rekanan penyedia/pelaksana proyek.
Walau telah dibungkus sistim dan prosedur “kompetisi” tetap saja dengan mata awam sekalipun banyak sekali terlihat bahwa yang terpilih, diangkat atau ditunjuk itu adalah para keluarga, kerabat atau teman-temannya. Orang-orang yang lebih berkualitas dan memiliki kompetensi telah duluan tersingkir, tidak diberi kesempatan untuk berkompetisi menunjukan ilmu dan keahliannya.
Nepotisme sangat kentara terjadi pada birokrasi pemerintahan daerah sekaligus terkait dengan Pemilihan Kepala Daerah adalah dengan adanya gelombang mutasi Pejabat Aparatur Sipil Negera (ASN) antar daerah. Ketika jagoannya kalah dalam Pilkada maka mereka segera mengajukan permohonan pindah ke daerah yang Kepala Daerahnya mempunyai “hubungan kekerabatan” dengannya. Dan lima tahun kemudian akan kembali ke daerah tersebut jika yang menang adalah jagoan mereka. Petualang-petualang jabatan yang mengandalkan Nepotisme tersebut dapat dilihat pada pelantikan pejabat ASN setelah Pilkada. Pada daerah tersebut mudah terlihat siapa yang orang dekat dan tidak dengan Kepala Daerah.
Berkembangnya praktek Nepotisme membuat ASN terpaksa ikut-ikut berpolitik dukung-mendukung calon kepala daerah dengan motif imbalan jabatan. Walau secara kualitas ASN itu sesungguhnya memiliki pendidikan, kualifikasi dan keahlian memadai untuk berkompetisi secara fair dalam menduduki jabatan dimaksud. Tetapi adanya praktek nepotisme itu yang membuat pada akhirnya mereka “terpaksa” ikut berpolitik, atau paling tidak mencari orang dekat/tangan kanan Kepala Daerah untuk mengamankan jalan menuju menduduki jabatan tertentu.
Hal itu pulalah yang menyebabkan dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015, sebagaimana diubah menjadi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015, tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali Kota,  ada aturan bahwa petahana atau incumbent dilarang melakukan penggantian pejabat 6 bulan sebelum masa jabatannya berakhir !
Lantas bagaimana caranya agar nepotisme tidak terus terjadi? Sesungguhnya momentum itu telah terjadi pada tahun 1998 dengan adanya tuntutan penghapusan KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme) yang pada akhirnya mampu memmbuat Presiden Soehato mengundurkan diri. Bahkan telah ditetapkan oleh MPR sebagai salah satu agenda reformasi, tetapi belum menunjukkan hasil sebagaima pemberantasan korupsi. Oleh karenanya perlu “kampanye memerangi nepotisme”. Publik harus diberi tahu betapa destruktifnya praktik Nepotisme jika terus terjadi dan rakyat diminta untuk bersikap kritis terhadap praktek-praktek Nepotisme yang terjadi seperti halnya yang terjadi di Korea Selatan. Nepotisme harus diperangi sebagaimana halnya perang melawan korupsi yang telah dilakukan Presiden-presiden setelah era Reformasi. Presiden Megawati memerangi Korupsi dengan membentuk Komisi Pemberarantasn Korupsi (KPK) di era pemerintahannya. SBY memerangi korupsi dengan dengan slogan “Katakan TIDAK pada korupsi” dan “Saya akan berdiri paling depan menghunus pedang melawan korupsi”. Joko Widodo memerangi korupsi dengan memberantas pungli, bahkan "Bukan hanya Rp. 500 ribu atau Rp. 1 juta, urusan Sepuluh Ribu Rupiah pun akan saya urus!,"

Bagi sebagian orang “Perang Melawan Nepotisme” mungkin akan membuat gaduh karena telah merasa nyaman dengan kondisi seperti ini. Sama halnya dengan sinisme terhadap gerakan pemberantasan pungli yang dilakukan Presiden Joko Widodo. Pada awalnya banyak yang mengatakan “ngapain presiden mengurus yang ecek-ecek!” Tetapi baru sebulan jalan masyarakat sudah merasakan dampaknya, urusan di kantor Polisi, urusan di Samsat, urusan di Pencatatan Sipil  betul-betul murah. Dengan perang melawan Nepotisme maka akan terjadi perusakan, bila perlu penghancuran comfort zone (zona nyaman) Nepotisme yang dinikmati sebagian orang! Tetapi akan membuat lebih banyak rasa keadilan yang dinikmati lebih banyak orang. Semoga.
Lubuk Basung, 9 Nopember 2016