Sejauh ini praktis tidak ada
gangguan keamanan yang ditimbulkan oleh rakyat dalam proses Pemilihan Langsung
Kepala Daerah (Pilkada) di Sumatera Barat. Ini adalah bukti bahwa masyarakat
kita sangat siap berdemokrasi secara damai dan badunsanak.
Pilkada serentak yang akan
berlangsung di 14 daerah(1 Propinsi, 11 Kabupaten dan 2 Kota) di Ranah Minang
ini melibatkan Petahana (Kepala Daerah atau Wakil Kepala Daerah) di seluruh
daerah. Bahkan juga terjadi pertarungan duel sesama Petahana di Pilkada Sumbar
dan Pilkada Kabupaten Agam. Pasangan Gubernur dan Wagub periode 2010-2015,
Irwan Prayitno dan Muslim Kasim dan Pasangan Bupati dan Wabup Agam periode
2010-2015, Indra Catri dan Irwan Fikri (Irwan Fikri dilantik sebagai Wabup pada
awal 2013) akan bertarung head to head. Hanya di Kabupaten Pasaman dan Solok
Selatan pasangan petahana yang tetap berpasangan dalam Pilkada serentak
ini.
Bagi Calon
dari petahana, Pilkada kali ini ibarat pertandingan mempertahankan trophy gelar
juara yang diperoleh pada pilkada sebelumnya. Dan adalah sangat pantas para Calon
dari Petahana sangat diunggulkan karena sudah teruji (terbukti menang pada
Pilkada sebelumnya), telah berbuat yaitu memimpin pelaksanakan pembangunan
didaerahnya. Wajar mereka memilih slogan “Bukan Hanya Janji, Telah terbukti!,
Lanjutkan!” dalam Pilkada ini. Adalah wajar pula mereka memajang berbagai
gambar infrastruktur yang telah dibangun selama 5 tahun terakhir.
Pertanyaannya,
apakah sederet infrastruktur itu telah membuktikan kehebatan seorang Kepala
Daerah ?
Berkaca pada
Undang-Undang Pemerintahan Daerah, para Kepala Daerah dan Wakilnya dalam
menjalankan tugas dan wewenangnya mempunyai kewajiban untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya. Hal
ini secara tegas diatur dalam Pasal 12, UU 23/2014 dimana Pendidikan,
Kesehatan, Pekerjaan Umum, Penataan Ruang, Perumahan Rakyat, Kawasan Pemukiman,
Trantibum, Perlindungan Masyarakat dan Sosial merupakan Pelayanan Dasar yang
menjadi kewajiban pemerintah untuk mengurusnya.
Selanjutnya
juga ditegaskan dalam Undang-undang tersebut, bahwa Penyelenggara Pemerintah
Daerah berkewajiban memprioritaskan Urusan Pemerintahan Wajib yang berkaitan
dengan Pelayanan Dasar tersebut dibandingkan urusan-urusan wajib lainnya.
Tentunya dari pelaksanaan urusan wajib terkait Pelayanan
Dasar tersebut lah yang dijadikan standar tolak ukur keberhasilan Petahana
dalam memimpin pelaksanaan Urusan Pemerintahan yang menjadi
kewenangan Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bahkan, Undang-Undang Dasar 1945 kita secara tegas
menyatakan bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan
pendidikan dan pemerintah wajib membiayainya. Negara memprioritas anggaran pendidikan
sekurang-kurangnya dua puluh persen dari anggaran pendapatan dan belanja negara
serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan
penyelenggaraan pendidikan nasional.
Artinya, menyelenggarakan pendidikan untuk
seluruh rakyat Indonesia merupakan tugas pemerintah. Namun cita-cita
menyelenggarakan pendidikan nasional yang merata dan bermutu ini masih
berbenturan dengan kenyataan bahwa pendidikan gratis itu masih sangat jauh dari
harapan. Bermacam biaya mesti dikeluarkan, mulai dari iuran wajib, SPP, iuran
komite, uang buku dan lain-lain. Harus diakui masih banyak anak-anak putus
sekolah karena tidak sanggup memenuhi biaya-biaya itu.
Itu baru pada tataran meningkatkan ketersediaan layanan
pendidikan dan memperluas keterjangkauan layanan pendidikan.
Kalau kita bicara lebih jauh tentang meningkatkan kualitas layanan
pendidikan dan tata kelola, maka hal yang akan terlihat bahwa pemerintah belum pantas mendapat
acungan jempol dalam hal prioritas pelayanan dasar di bidang pendidikan..
Selanjutnya dalam pelayanan di bidang
kesehatan, dimana Kesehatan adalah hak dasar setiap rakyat
Indonesia sebagaimana diatur dalam pasal 28 UUD 45:" Setiap orang berhak
hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan medapatkan lingkungan
hidup baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan”.
Bahasa Konstitusi ini dalam UU Kesehatan no
36 tahun 2009 dijabarkan menjadi ketentuan bahwa kesehatan menjadi hak seluruh
warganegara Indonesia. Secara khusus dalam UU Kesehatan pasal 5 dinyatakan
bahwa: ”Setiap orang mempunyai hak dalam memperoleh pelayanan kesehatan yang
aman, bermutu, dan terjangkau”.
Masalah-masalah klasik di bidang kesehatan yang sampai
saat ini masih sering kita temui yaitu, masyarakat seringkali dihadapkan pada berbagai rumitnya prosedur dan administrasi untuk mendapatkan pelayanan yang layak, jumlah kematian ibu dan bayi yang masih
tinggi, penanganan masalah gizi
buruk, dan lain-lain.
Dengan mempertimbangkan permasalahan-permasalahan tersebut seharusnya ada prioritas misalnya dalam
Pogram Peningkatan Keterjangkauan
Pelayanan Kesehatan, dan Meningkatkan
Keadaan Gizi Masyarakat
Peningkatkan pemerataan dan keterjangkauan pelayanan
kesehatan masyarakat dilaksanakan antara lain melalui penyelenggaraan pelayanan
kesehatan gratis dan mudah bagi penduduk. Agar tingkat ketimpangan status kesehatan dan pelayanannya antara penduduk kaya dan miskin semakin berkurang. Seringkali karena adanya prosedur dan administrasi yang
belum terpenuhi penanganan terhadap pasisen menjadi tertunda. Selanjutnya, dalam rangka meningkatkan
status gizi mayarakat terutama pada ibu hamil, bayi, dan anak balita perlu
dilakukan pendidikan gizi dan pemberdayaan masyarakat untuk pencapaian keluarga sadar
gizi.
Akhirnya, melalui tulisan ini sudah sepatutnya kita lebih selektif
dan menerapkan standar yang tinggi dalam memberikan penilaian terhadap
keberhasilan seorang Kepala Daerah. Kalau hanya berdasarkan “kampanye” berupa
baliho dan publikasi di media massa tentang piagam-piagam atau piala-piala yang
tidak ada hubungannya dengan Kewajiban Formal yang sudah diperintah oleh
peraturan perundang-undangan maka itu hanya kamuflase bahwa sesungguhnya dia
belum mengerjakan urusan dan tanggungjawab pokoknya. Jangan kita terpukau
dengan megahnya perkantoran sementara dibelakang kita banyak masyarakat yang
kesulitan mendapatkan pelayanan dasar pendidikan dan kesehatan.
Bahkan ketika Kepala Daerah tersebut telah berhasil mewujudkan
pelayanan dasar dibidang pendidikan secara gratis dan pelayanan kesehatan yang
layak, maka sesungguhnya pun dia belum berhak dikatakan “Berprestasi” atau “Hebat”
karena itu memang kewajibannya secara formal. Banyak kewajiban lain yang juga
harus menjadi prioritas untuk dilaksanakan selama menjadi pemimpin
penyelenggaraan pemerintahan didaerahnya.
Oleh karena itu, janganlah kita dengan cepat mengatakan cukup
ketika melihat gelas yang terisi separuh. Bagi kita mungkin cukup, lihatlah tetangga
dibelakang atau disamping kita, di kampung sebelah apakah mereka telah dapat
menikmati pendidikan itu secara gratis dan kesehatan itu secara mudah.
Mari kita lihat apa yang telah dilakukan para calon dari petahana
dalam 5 tahun terakhir, apakah mereka masih layak atau tidak untuk melanjutkan
periode 5 tahun berikutnya.
Lubuk Basung, 26 Oktober 2015
http://www.harianhaluan.com/index.php/opini/44490-prestasi-dan-kewajiban-formal-kepala-daerah
http://www.harianhaluan.com/index.php/opini/44490-prestasi-dan-kewajiban-formal-kepala-daerah