Showing posts with label Pemda dan Kepegawaian. Show all posts
Showing posts with label Pemda dan Kepegawaian. Show all posts

Tuesday, December 4, 2018

Kabupaten Agam Menjelang Era Bonus Demografi


Kabupaten Agam merupakan daerah dengan jumlah penduduk terbanyak kedua di Sumatera Barat setelah Kota Padang. Dengan jumlah penduduk 526.841 jiwa (data per 31 Desember 2017) dan luas wilayah 2.232,30 km², Kabupaten Agam termasuk kategori daerah cukup padat yaitu 235,41 yang artinya ada 235 sampai 236 jiwa/km².

Jika dilihat persebaran di setiap kecamatan, Kecamatan Ampek Angkek merupakan wilayah terpadat dengan kepadatan sebesar 1.457 jiwa/km2, diikuti oleh Kecamatan Banuhampu sebesar 1.356 jiwa/km2, Kecamatan Tilatang Kamang sebesar 676 jiwa/km2, dan Kecamatan Sungai Pua sebesar 614 jiwa/km2, sedangkan wilayah dengan kepadatan terendah di Kecamatan Palupuh yaitu sebesar 66 jiwa/km2.

Walau jumlah penduduk sangat besar, tetapi angka pertumbuhan penduduk Kabupaten Agam merupakan sangat rendah, ke empat terendah setelah Kabupaten Pesisir selatan, Kabupaten Pasaman Barat dan Kabupaten Pasaman. Selama tiga tahun belakangan, pertumbuhan penduduk Kabupaten Agam kurang dari satu persen yaitu; tahun 2015 sebesar 0,68 persen, tahun 2016 sebesar 0,69 persen dan tahun 2017 sebesar 0,67 persen. Setiap tahun penduduk Kabupaten Agam bertambah sekitar 3.500 jiwa, sangat jauh dibawah angka pertumbuhan penduduk Provinsi Sumatera Barat yang sebesar 1.08 persen dan angka pertumbuhan penduduk yang sebesar 1.49 persen.

Hal ini membuktikan keberhasilan Pemerintah Daerah Kabupaten Agam dalam program pengendalian jumlah penduduk. Keberhasilan Pemerintah Daerah Kabupaten Agam itu di apresiasi Presiden RI dengan memberikan penghargaan Satya Lencana Pembangunan Bidang Kependudukan Keluarga Berencana dan Pembangunan Keluarga (KKBPK) Tahun 2018 Kepada Bupati Agam Indra Catri. Disaat bersamaan Pemerintah Pusat juga memberikan Penghargaan Manggala Karya Kencana (MKK) kepada Ketua Tim Penggerak PKK Agam, Ny Vita Indra Catri. MKK merupakan penghargaan tertinggi, yang diberikan Pemerintah Pusat melalui BKKBN Pusat kepada sosok yang dinilai mempunyai dedikasi dan komitmen yang tinggi terhadap program pengendalian penduduk.

Selain angka pertumbuhan penduduk yang sangat rendah, komposisi penduduk Kabupaten Agam juga sangat bagus yaitu kelompok usia muda (0-14 tahun) 125.849 jiwa, usia produktif (15-64 tahun) 354. 308 jiwa, dan usia tua (65 tahun ke atas) 46.684 jiwa. Jumlah usia produktif yang lebih besar (67,25 %) dari usia non produktif (32,75%), yang artinya terdapat 32-33 orang non produktif, bisa terdiri atas anak-anak usia 1-15 tahun maupun para orang tua yang telah berusia diatas 64 tahun. Dimana kehidupan dari 32-33 orang tidak produktif tadi akan ditopang dan ditanggung kehidupannya oleh 100 orang usia produktif.

Kondisi tersebut menggambarkan bahwa Kabupaten Agam saat ini telah memasuki Era Bonus Demografi. Bonus demografi adalah suatu keadaan dimana jumlah penduduk usia produktif lebih besar dibandingkan dengan jumlah penduduk usia non produktif. Proyeksi puncak era bonus demografi Indonesia menurut proyeksi BPS akan dicapai antara rentang tahun 2025 - 2030, atau ketika jumlah penduduk usia produktif Indonesia ada pada angka minimal 70% dari total jumlah penduduk. Artinya Kabupaten Agam bisa lebih cepat menikmati era bonus demografi tersebut karena hanya terpaut 2,75% dari angka minimal puncak era Bonus Demografi di Indonesia.

Kondisi diatas perlu menjadi perhatian serius, mulai dari peningkatan pelayanan kesehatan masyarakat, peningkatan kualitas dan kuantitas pendidikan, menyiapkan lapangan kerja, tenaga kerja siap pakai serta menfasilitasi masyarakat untuk menjadi enterpreneur. Bonus Demografi tersebut akan benar-benar menjadi bonus ketika penduduk usia produktif benar-benar produktif.
Faktor kesehatan menjadi sangat penting karena jika tingkat kesehatan masyarakat rendah akan menjadi bumerang sekaligus merugikan karena potensi bonus demografi tidak bisa dimaksimalkan. Tingkat kesejahteraan tidak akan bisa meningkat ketika masyarakat tidak berperilaku sehat, seperti merokok, minum-minuman keras, dan kebiasan perilaku buruk lainnya. Perilaku tersebut berakibat pada penurunan produktifitas angka angkatan kerja. Orang usia produktif yang menjadi tidak produktif karena menderita penyakit dan tidak bisa bekerja.

Berdasarkan data Profil Kesehatan tahun 2017, Kabupaten Agam dari faktor kesehatan terlihat cukup siap menyambut era bonus demografi. Jumlah Rumah Tangga Berperilaku Hidup Bersih dan Sehat Kabupaten Agam berada di angka 77 %, tertinggi kedua setelah Dharmasraya (79%). Persentase Rumah Sehat yang mencapai angka 88 %, jauh diatas rata-rata Propinsi 70 %. Begitu pula dengan persentase tempat-tempat umum yang memenuhi syarat kesehatan yang mencapai angka 85 %. Memang banyak indikator-indikator lainnya tetapi dari ketiga faktor tersebut telah menggambarkan bahwa Kabupaten Agam adalah wilayah yang bersih, nyaman, aman dan sehat untuk dihuni dan mendukung tercapainya optimalisasi potensi ekonomi masyarakat.

Begitu juga faktor pendidikan, tidak hanya ditentukan dengan tingginya angka tingkat pendidikan saja. Namun juga harus diimbangi dengan kualitas pendidikan yang diberikan. Kualitas sistem pendidikan yang buruk akan menyebabkan banyak masyarakat menganggur, sebab skill, ketampilan, dan kemampuan angkatan kerja yang ada tidak sesuai dengan kriteria kerja yang dibutuhkan lowongan atau bursa tenaga kerja.

Pada faktor pendidikan, bersumber dari Sistem Database Perencanaan Pembangunan Daerah (SDP2D) Bappeda Sumatera Barat, pada tahun 2016 tercantum jumlah siswa di Kabupaten Agam sebanyak 96.642 orang. Kemudian, Angka Partisipasi Sekolah SD 99,49 % (APS Propinsi 92,17%), SLTP 95,10 % (74,96 %) dan SLTA 84,28 % (66,89 %). Sedangkan Angka Putus Sekolah SD 0,05 % (Propinsi 0,21 %), SLTP 0,05 % (0,36 %) dan SLTA 0,08 % (0,97 %). Data Melek Aksara (99,94 %) atau juga disebut dengan melek huruf adalah kemampuan membaca dan menulis. Dari gambaran data tersebut terlihat bahwa Kabupaten Agam cukup berhasil dalam pembangunan pendidikan yang pada gilirannya juga cukup siap dalam menyongsong era bonus demografi.   

Selanjutnya, dari data per 1 Nopember 2018 Dokumen Kependudukan seperti KTP, Kartu Keluarga, Akta Kelahiran, Akta Kematian dan Akta Perkawinan/Perceraian yang wajib dimiliki oleh penduduk, tingkat kepatuhan masyarakat Kabupaten Agam sudah sangat tinggi. Dari 143.515 keluarga, saat ini 141.434 keluarga telah memiliki Kartu Keluarga. Jumlah wajib KTP di Kabupaten Agam berjumlah 383.116 Jumlah yang sudah rekam 347.971 (90,83%) sedangkan jumlah KTP el yang sudah diterbitkan sebanyak 338.985 (88,48%). Untuk kepemilikan Akta Kelahiran, dari 160.225 anak usia 0 - 18 tahun, 135.460 (81,49%) telah memiliki Akta Kelahiran.

Dokumen Kependudukan seperti KTP-el, Kartu Keluarga dan Akta Kelahiran tersebut wajib dimiliki oleh penduduk Indonesia. Dokumen kependudukan ini mempunyai kekuatan hukum yang mengikat secara perdata bagi pemiliknya, terutama sekali KTP dan Akta Kelahiran. Kartu Tanda Penduduk ( KTP-el ) merupakan salah satu identitas legal bagi penduduk yang menjadi bukti bahwa orang tersebut diakui sebagai penduduk di suatu wilayah administrasi di Indonesia. Berdasarkan UU Nomor 23 Tahun 2006, KTP wajib dimiliki oleh semua penduduk di Indonesia yang sudah berumur 17 tahun ke atas atau mereka yang berumur di bawah 17 tahun tetapi sudah pernah kawin.

Akta kelahiran merupakan bukti legal hubungan keperdataan seorang anak dengan ayah dan ibunya. Dalam akta tersebut dijelaskan tentang siapa nama orang tua baik ayah maupun ibunya. Jika seorang ibu melahirkan tanpa ayah atau status perkawinannya tidak terdaftar, maka dalam akta kelahiran hanya akan dicantumkan nama ibunya, sehingga dalam hal ini si anak hanya memiliki hubungan keperdataan dengan ibunya saja.

Kepemilikan dokumen tersebut selain mempunyai kekuatan legal, juga dapat digunakan untuk memperoleh pelayanan sosial dasar yang dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari. Dan yang tidak kalah penting, KTP-el telah ditetapkan menjadi syarat untuk dapat memilih pada Pemilu. Sementara bagi pemerintah, kepemilikan dokumen kependudukan bermanfaat dalam melakukan kegiatan pengadministrasian penduduk berdasarkan hak legalnya, memperkuat database penduduk serta pelayanan publik, terutama dalam menyiapkan langkah strategis menyongsong era bonus demografi.

Lubuk Basung, 25 Nopember 2018

Sunday, February 4, 2018

Tolitoli dan Seksinya Mutasi Pejabat Struktural

Rekaman Video dan berita Pertengkaran Bupati Tolitoli Sulawesi Tengah, Saleh Bantilan dengan Wakilnya Abdul Rahman menjadi virral di publik dan menarik untuk dicermati. Kejadian itu semakin membuktikan secara nyata bahwa banyak Kepala Daerah dan Wakilnya pecah kongsi. Apa yang pernah disampaikan mantan Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi bahwa 95% kepala daerah dan wakilnya pecah kongsi di tengah jalan tidak terbantahkan.
Jika sebelumnya pecah kongsi itu terjadi diam-diam, belakangan terbuka secara kasat mata di hadapan publik.
Bukan hanya di Tolitoli, di daerah kita Sumatera Barat baru-baru ini juga dihebohkan dengan Pecah Kongsi yang terjadi di Kota Padang Panjang dan Kabupaten Lima Puluh Kota.
Pertikaian yang terjadi Tolitoli karena Wakil Bupati Abdul Rahman tersinggung tidak dilibatkan dalam proses pelantikan pejabat di Tolitoli, sehingga dirinya menendang meja dan berteriak-teriak saat pelantikan berlangsung.
Rahman mengaku alasannya mengamuk karena usulannya untuk mengganti seorang Kepala Dinas ada tidak diacuhkan Bupati. Emosi Wabup tidak tertahan, selama ini Bupati lebih sering berada di luar daerah, urusan pemerintahan di handle oleh Wabup. Wabup merasa lebih mengetahui kondisi daerah daripada Bupati. Giliran pelantikan pejabat, Bupati dengan sewenang-wenang dan tidak melibatkan Wabup ketika menentukan pejabat yang akan dilantik.
Hal yang nyaris sama juga terjadi hampir disetiap daerah. Di Lima Puluh Kota proses pelantikan Pejabat Struktural pula lah yang mencuat ke permukaan. Pejabat yang semula di nonjobkan oleh Bupati kembali dilantik oleh Wakil Bupati ketika Bupati sedang cuti.
Urusan Mutasi Pejabat Struktural memang menjadi hal yang seksi bagi banyak Kepala Daerah ketimbang urusan pemerintahan lainnya. Lihat saja ada beberapa daerah yang tiap bulan bahkan ada yang lebih dari 12 kali dalam setahun melakukan Mutasi Pejabat Struktural.
Banyak kejadian aneh dan janggal dalam setiap pelantikan pejabat struktural, sebuah televisi swasta pernah mengulasnya dengan topik berjudul SK 5 Menit, dimana banyak kejadian Surat Keputusan (SK) Pengangkatan Pejabat itu baru ditandatangani menjelang acara pelantikan dimulai.
Belakangan juga terungkap fakta bahwa proses pengangkatan pejabat ini juga seringkali dibumbui dengan uang yang jumlahnya tidak sedikit. Sebagaimana terjadi di akhir tahun 2016, Bupati Klaten kena OTT KPK karena jual beli jabatan strutural yang nilainya mencapai Rp.12 miliyar. Masing-masing jabatan mulai dari jabatan Kepala Sekolah, Kepala Puskesmas, eselon IV (Kepala Seksi) sampai eselon II (Kepala Dinas) dibanderol dengan harga Rp.20 juta - Rp.200 juta. Lebih parahnya, dalam sidang di Pengadilan Tipikor Semarang terungkap bahwa jual beli jabatan itu sudah tradisi dari sebelum-sebelumnya.
Banyak Kepala Daerah melakukan Mutasi dan Pelantikan Pejabat Struktural seperti yang dilakukan Presiden ketika memilih dan melantik Anggota Kabinetnya. Seakan-akan memliki Hak Prerogatif pula, padahal Pengangkatan Pejabat Struktural berbeda jauh dengan pemilihan Menteri oleh Presiden.
Peraturan Pengangkatan Pejabat Struktural ( PP Nomor 100 Tahun 2000 tentang Pengangkatan PNS dalam Jabatan Struktural dan Keputusan Kepala BKN Nomor 13 Tahun 2002 tentang Ketentuan Pelaksanaan PP Nomor 100 Tahun 2000 tentang Pengangkatan PNS dalam Jabatan Struktural Sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2002) telah sangat rinci mengatur Syarat-syarat pengangangkatan, pemindahan dan pemberhentian dalam dan dari Jabatan Struktural.
Disamping persyaratan yang telah ditentukan, Kepala Daerah selaku Pejabat Pembina Kepegawaian harus memperhatikan faktor senioritas dalam kepangakatan, usia, diklat jabatan dan pengalaman yang dimiliki. Khusus mengenai syarat Diklat Jabatan diatur secara tegas bahwa PNS/ASN yang akan atau telah diangkat dalam jabatan Struktural harus mengikuti dan lulus Diklat Kepemimpinan sesuai kompetensi jabatan.
Tujuan dari adanya peraturan Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam jabatan struktural antara lain dimaksudkan untuk memberikan pedoman kepada Pejabat Pembina Kepegawaian (Kepala Daerah) dalam membina karier PNS/ASN sehinga pola kariernya jelas, menggambarkan alur pengembangan karier yang menunjukkan keterkaitan dan keserasian antara jabatan, pangkat, pendidikan dan pelatihan jabatan, kompetensi, serta masa jabatan seseorang Pegawai Negeri Sipil sejak pengangkatan pertama dalam jabatan tertentu sampai dengan pensiun.
Tetapi yang banyak terjadi adalah seperti di Tolitoli, Lima Puluh Kota, Klaten dan banyak lagi daerah lainnya dimana pengangkatan pejabat didasarkan atas kehendak dan kemauan Kepala Daerah/Wakil Kepala itu sendiri tanpa mempertimbangkan ketentuan dan kaedah-kaedah Hukum Kepegawaian yang ada.
Mereka dengan seenaknya memilih dan dan mengangkat pejabat dari PNS/ASN yang sepaham (saling mengerti, tau sama tau), bisa diatur, yang selalu mengiyakan dan membenarkan segala permintaan dan perkataan Kepala Daerah walau hal itu tidak sesuai aturan yang berlaku. Para PNS/ASN itu tidak berani mengatakan yang salah itu salah karena takut dianggap tidak loyal yang berujung pencopotan jabatan. Dan praktek-praktek pengangkatan pejabat diluar aturan itu terus-menerus terjadi karena Sekretaris Daerah dan Badan Kepegawaian tidak berani menyampaikan prosedur dan persyaratan yang sebenarnya.
Akibatnya birokrasi pemerintahan berjalan seperti sebuah Kerajaan Tirani dimana ada seseorang yang sangat berkuasa dikelilingi para Abdi Dalem yang sangat loyal serta rakyat yang penuh ketakutan.
Kita tidak sepenuhnya menyalahkan Kepala Daerah karena kesalahan itu bisa saja terjadi karena Kepala Daerah benar-benar tidak tahu dan tidak ada pula yang memberi tahu.
Memang dibanyak Daerah terutama Kepala Daerah yang minim pengalaman birokrasi, Kepala Daerahnya lebih percaya terhadap usulan calon pejabat yang disampaikan oleh Tim Sukses Pilkada atau orang-orang kepercayaannya. Pejabat baru diangkat tanpa memperhatikan faktor profesionalisme, kompetensi, bakat, kemampuan dan keahlian.
Konon kabarnya pengaturan pengangkatan Pejabat struktural itu juga diembel-embeli dengan kepentingan politik untuk menjaga atau mendapatkan kekuasaan pada Pilkada periode berikutnya. Penempatan pejabat diatur sedemikian rupa seperti mengatur strategi perang, yang ditargetkan menguasai kantong-kantong suara pada Pilkada berikutnya.
PNS/ASN dijadikan mesin politik dengan imbalan jabatan. Akibatnya banyak PNS/ASN yang kehilangan integritas, tidak berani menyatakan bahwa itu salah dan yang ini benar. Banyak juga yang memilih sikap diam, tidak peduli, pura-pura tidak mengerti dengan kondisi disekitarnya.
Keadaan seperti itu seharusnya bisa dicegah dengan menjalankan fungsi dan tugas pokok Baperjakat in the track. Setiap proses pengangkatan, pemindahan dan maupun Pemberhentian Pejabat struktural harus melalui Baperjakat.  Pada gilirannya objektifitas dan keadilan dalam pengangkatan, pemindahan dan pemberhentian pejabat dapat diwujudkan
Dengan adanya pemisahan yang jelas, tegas dan sistematis antara apa yang bersifat pribadi dengan apa yang bersifat birokratis, sehingga perasaan, hubungan politik dan kepentingan pribadi atau kelompok tidak ikut campur dan bermain dalam pengisian jabatan.
Dampak baiknya, Kepala Daerah terhindar dari kepentingan politik balas jasa dan balas dendam ketika Pilkada dalam menjalankan tugasnya sesuai azas2 pemerintahan yang baik. Kepala Daerah bisa bekerja dengan cermat, mencegah terjadinya penyalahgunaan wewenang, menjamin akuntabilitas dan transparansi serta tidak berpihak.
Para PNS/ASN pun bisa bekerja sambil meningatkan kulitas profesionalisme supaya menjadi kompetitif dalam meniti karier. Semoga

Lubuk Basung, 4 Februari 2018


Sunday, December 11, 2016

Bukan Mutasi Biasa

Hari Kamis malam setelah menonton siaran langsung pertandingan sepakbola Pra Piala Dunia 2014 antara Indonesia melawan Turkmenistan, saya di-ha-pe seorang rekan. Mulanya saya pikir dia akan bercerita tentang Kesebelasan Timnas PSSI yang bermain sangat agresif di 45 menit pertama sehingga unggul 3-0, tetapi dipenghujung babak II Boaz Salosa cs kehabisan kehabisan tenaga sehingga nyaris gagal, walau akhirnya menang dengan skor 4-3.
 Tetapi rupanya dia bercerita tentang pelantikan pejabat struktural yang dilakukan Bupati Agam Indra Catri siang harinya. Katanya, satu dari sekian pejabat yang dilantik tadi, salah satunya sangat “beruntung”, karena baru saja pindah ke sini dan langsung dapat jabatan basah. Dan katanya lagi, ini merupakan orang yang ke-5 di era Bupati Indra Catri yang mempunyai nasib yang sangat beruntung, dinonjobkan oleh oleh Bupati di daerah lain, pindah ke Pemkab Agam dan langsung dapat kursi empuk. Lebih kurang setengah jam dia “ribut-ribut” bercerita layaknya pengamat politik.
Disatu sisi pelantikan pejabat struktural eselon III dan IV dilingkungan Pemerintah Kabupaten Agam yang dilakukan Bupati Indra Catri sama dengan pelantikan-pelantikan yang dilakukan oleh Bupati/Walikota (Kepala Daerah) bahkan yang dilakukan Gubernur Sumbar Irwan Prayitno yang sama-sama baru saja memenangi Pemilukada. Bahkan wajar pula disebut “hal yang biasa” ketika para Kepala Daerah tersebut melakukan mutasi besar-besaran serta menonjobkan para pejabat yang dianggap sebagai “bukan pendukung”nya sewaktu Pemilukada.
Terkait dengan itu, sebagaimana pernah diberitakan Koran ini, Bupati Agam Indra Catri dalam menanggapi gonjang-ganjing yang berkembang menjelang dilakukan mutasi, berkomentar “mutasi pejabat tak perlu diributkan, karena mutasi merupakan hal yang biasa dalam sebuah organisasi dan bertujuan untuk kepentingan organisasi dan penyegaran” (Haluan, Selasa 19/7/2011).
Tetapi sesungguhnya mutasi yang dilakukan setelah Pemilukada merupakan mutasi yang “luar biasa” karena dengan merombak total pejabat struktural yang diangkat Kepala Daerah sebelumnya dari Kepala Dinas, Kepala Kantor, Camat hingga Kepala Sekolah membuat organiasasi pemerintah tersebut seakan baru mulai berjalan dari titik nol kilometer. Inilah yang menjadikan mutasi tersebut menjadi luar biasa karena setiap pergantian pucuk pimpinan para anak buahpun diganti pula yang secara prosedural dan aturan kepegawaian tidak diperbolehkan. Akibat banyaknya pejabat yang dicopot jabatannya dengan alasan yang tidak jelas, dan menjadi pecundang dibawah Kepala Daerah yang baru pada akhirnya ada yang memilih pindah ke daerah lain atau mengajukan tuntutan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Fenomena mutasi pasca Pemilukada tidak urung membuat kegoncangan secara nasional bahkan di Sumatera Barat pasca Pemilu serentak tahun lalu hal ini juga terjadi. Kita tentu masih ingat “himbauan” Gubernur Sumbar Irwan Prayitno agar proses pindah PNS antar daerah ditunda sementara terkait dengan banyaknya permohonan pejabat dari daerah (Kabupaten/Kota) ke Propinsi dan ke daerah lain.
Mutasi dan pelantikan yang dilakukan Bupati Agam Indra Catri menjadi perlu “diributkan” karena ada hal “luar biasa”, ada hal tidak lazim yang telah dilakukan. Pertama, Kabupaten Agam menjadi tempat “pelarian dan penampungan” para mantan pejabat yang dinonjobkan dari daerah lain. Kedua, Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan (Baperjakat) Kabuapaten Agam lebih suka memilih PNS-PNS yang baru pindak ke Kabupaten Agam untuk diberi jabatan eselon dan menonjobkan PNS yang meniti karir puluhan tahun di Agam. Ketiga, para PNS yang pindah dari daerah lain ke Kabupaten diterima begitu saja tanpa “proses yang selektif” sehingga ketika menjadi pejabat di Agam tersangkut masalah hukum. Saat ini dari 3 orang pejabat Kabupaten Agam yang tersangkut kasus hukum, ketiganya merupakan PNS yang pindah dari luar ke dalam Kabupaten Agam.
Alasan lain pantas disebut luar biasa adalah ketika dibandingan dengan daerah lain, apa yang terjadi di Agam juga “berbeda”. Misalnya dibandingan dengan apa yang terjadi di Pasaman Barat. Belasan pejabat dari Pasaman pindah ke Pasaman Barat dalam bukan dalam status nonjob walau kejadiannya sama-sama setelah Pemilukda. Mereka sengaja hijrah Lubuk Sikaping ke Simpang Empat, bukan karena dinonjobkan dan minta pindah keluar. Mereka dalam posisi sedang menduduki jabatan!.
Kalaupun dari sisi aturan kepegawaian tidak ada yang dilanggar dan Bupati serta Baperjakat mempunyai alasan dan pertimbangan yang matang dalam mengambil langkah tersebut, tetap saja dari sisi pembinaan organisasi hal itu tidak baik. Kepala Daerah selain Pejabat Negara atau Jabatan Politis pada dirinya melekat fungsi sebagai Pejabat Pembina Kepegawaian di daerahnya. Seharusnya dalam posisi tersebut Kepala Daerah selaku Pejabat Pembina Kepegawaian tidak melakukan perekrutan kader dari luar organisasinya untuk ditempatkan pada jabatan-jabatan strategis. Karena itu akan mematahkan semangat para kader yang mengabdi dan berjuang cukup lama di organisasi itu. Sebaliknya, sebagai Pejabat Pembina Kepegawaian sudah sepantasnya Kepala Daerah memacu kreatifitas, menumbuhkan semangat dan memberi peluang kepada para PNS yang di daerahnya.

Oleh karena itu mutasi-mutasi “luar biasa” yang terjadi bukan hanya di Kabupaten Agam, Pasaman Barat maupun daerah lainnya harus dicegah agar tidak terjadi berulang-ulang. Caranya mengkin dengan memperketat aturan kepegawaian khususnya pengangkatan PNS dalam jabatan structural dan membatasi kewenangan Kepala Daerah dalam urusan kepegawaian. Sementara itu, khusus bagi PNS yang dinonjobkan tanpa alasan yang jelas,  langkah terbaik saat ini adalah meniru apa yang dilakukan beberapa PNS di Kabupaten Limapuluh Kota, mengajukan gugatan ke PTUN. Karena keputusan Kepala Daerah yang yang dipengaruhi unsure politis cenderung melanggar peraturan perundang-undangan yang ada, hal itu telah dibuktikan oleh Ilyas Mawar dan Budi Permana yang memenangi perkara di PTUN karena dinonjobkan Kepala Daerahnya.

Lubuk Basung, 31 Juli 2011