Sunday, February 4, 2018

Tolitoli dan Seksinya Mutasi Pejabat Struktural

Rekaman Video dan berita Pertengkaran Bupati Tolitoli Sulawesi Tengah, Saleh Bantilan dengan Wakilnya Abdul Rahman menjadi virral di publik dan menarik untuk dicermati. Kejadian itu semakin membuktikan secara nyata bahwa banyak Kepala Daerah dan Wakilnya pecah kongsi. Apa yang pernah disampaikan mantan Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi bahwa 95% kepala daerah dan wakilnya pecah kongsi di tengah jalan tidak terbantahkan.
Jika sebelumnya pecah kongsi itu terjadi diam-diam, belakangan terbuka secara kasat mata di hadapan publik.
Bukan hanya di Tolitoli, di daerah kita Sumatera Barat baru-baru ini juga dihebohkan dengan Pecah Kongsi yang terjadi di Kota Padang Panjang dan Kabupaten Lima Puluh Kota.
Pertikaian yang terjadi Tolitoli karena Wakil Bupati Abdul Rahman tersinggung tidak dilibatkan dalam proses pelantikan pejabat di Tolitoli, sehingga dirinya menendang meja dan berteriak-teriak saat pelantikan berlangsung.
Rahman mengaku alasannya mengamuk karena usulannya untuk mengganti seorang Kepala Dinas ada tidak diacuhkan Bupati. Emosi Wabup tidak tertahan, selama ini Bupati lebih sering berada di luar daerah, urusan pemerintahan di handle oleh Wabup. Wabup merasa lebih mengetahui kondisi daerah daripada Bupati. Giliran pelantikan pejabat, Bupati dengan sewenang-wenang dan tidak melibatkan Wabup ketika menentukan pejabat yang akan dilantik.
Hal yang nyaris sama juga terjadi hampir disetiap daerah. Di Lima Puluh Kota proses pelantikan Pejabat Struktural pula lah yang mencuat ke permukaan. Pejabat yang semula di nonjobkan oleh Bupati kembali dilantik oleh Wakil Bupati ketika Bupati sedang cuti.
Urusan Mutasi Pejabat Struktural memang menjadi hal yang seksi bagi banyak Kepala Daerah ketimbang urusan pemerintahan lainnya. Lihat saja ada beberapa daerah yang tiap bulan bahkan ada yang lebih dari 12 kali dalam setahun melakukan Mutasi Pejabat Struktural.
Banyak kejadian aneh dan janggal dalam setiap pelantikan pejabat struktural, sebuah televisi swasta pernah mengulasnya dengan topik berjudul SK 5 Menit, dimana banyak kejadian Surat Keputusan (SK) Pengangkatan Pejabat itu baru ditandatangani menjelang acara pelantikan dimulai.
Belakangan juga terungkap fakta bahwa proses pengangkatan pejabat ini juga seringkali dibumbui dengan uang yang jumlahnya tidak sedikit. Sebagaimana terjadi di akhir tahun 2016, Bupati Klaten kena OTT KPK karena jual beli jabatan strutural yang nilainya mencapai Rp.12 miliyar. Masing-masing jabatan mulai dari jabatan Kepala Sekolah, Kepala Puskesmas, eselon IV (Kepala Seksi) sampai eselon II (Kepala Dinas) dibanderol dengan harga Rp.20 juta - Rp.200 juta. Lebih parahnya, dalam sidang di Pengadilan Tipikor Semarang terungkap bahwa jual beli jabatan itu sudah tradisi dari sebelum-sebelumnya.
Banyak Kepala Daerah melakukan Mutasi dan Pelantikan Pejabat Struktural seperti yang dilakukan Presiden ketika memilih dan melantik Anggota Kabinetnya. Seakan-akan memliki Hak Prerogatif pula, padahal Pengangkatan Pejabat Struktural berbeda jauh dengan pemilihan Menteri oleh Presiden.
Peraturan Pengangkatan Pejabat Struktural ( PP Nomor 100 Tahun 2000 tentang Pengangkatan PNS dalam Jabatan Struktural dan Keputusan Kepala BKN Nomor 13 Tahun 2002 tentang Ketentuan Pelaksanaan PP Nomor 100 Tahun 2000 tentang Pengangkatan PNS dalam Jabatan Struktural Sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2002) telah sangat rinci mengatur Syarat-syarat pengangangkatan, pemindahan dan pemberhentian dalam dan dari Jabatan Struktural.
Disamping persyaratan yang telah ditentukan, Kepala Daerah selaku Pejabat Pembina Kepegawaian harus memperhatikan faktor senioritas dalam kepangakatan, usia, diklat jabatan dan pengalaman yang dimiliki. Khusus mengenai syarat Diklat Jabatan diatur secara tegas bahwa PNS/ASN yang akan atau telah diangkat dalam jabatan Struktural harus mengikuti dan lulus Diklat Kepemimpinan sesuai kompetensi jabatan.
Tujuan dari adanya peraturan Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam jabatan struktural antara lain dimaksudkan untuk memberikan pedoman kepada Pejabat Pembina Kepegawaian (Kepala Daerah) dalam membina karier PNS/ASN sehinga pola kariernya jelas, menggambarkan alur pengembangan karier yang menunjukkan keterkaitan dan keserasian antara jabatan, pangkat, pendidikan dan pelatihan jabatan, kompetensi, serta masa jabatan seseorang Pegawai Negeri Sipil sejak pengangkatan pertama dalam jabatan tertentu sampai dengan pensiun.
Tetapi yang banyak terjadi adalah seperti di Tolitoli, Lima Puluh Kota, Klaten dan banyak lagi daerah lainnya dimana pengangkatan pejabat didasarkan atas kehendak dan kemauan Kepala Daerah/Wakil Kepala itu sendiri tanpa mempertimbangkan ketentuan dan kaedah-kaedah Hukum Kepegawaian yang ada.
Mereka dengan seenaknya memilih dan dan mengangkat pejabat dari PNS/ASN yang sepaham (saling mengerti, tau sama tau), bisa diatur, yang selalu mengiyakan dan membenarkan segala permintaan dan perkataan Kepala Daerah walau hal itu tidak sesuai aturan yang berlaku. Para PNS/ASN itu tidak berani mengatakan yang salah itu salah karena takut dianggap tidak loyal yang berujung pencopotan jabatan. Dan praktek-praktek pengangkatan pejabat diluar aturan itu terus-menerus terjadi karena Sekretaris Daerah dan Badan Kepegawaian tidak berani menyampaikan prosedur dan persyaratan yang sebenarnya.
Akibatnya birokrasi pemerintahan berjalan seperti sebuah Kerajaan Tirani dimana ada seseorang yang sangat berkuasa dikelilingi para Abdi Dalem yang sangat loyal serta rakyat yang penuh ketakutan.
Kita tidak sepenuhnya menyalahkan Kepala Daerah karena kesalahan itu bisa saja terjadi karena Kepala Daerah benar-benar tidak tahu dan tidak ada pula yang memberi tahu.
Memang dibanyak Daerah terutama Kepala Daerah yang minim pengalaman birokrasi, Kepala Daerahnya lebih percaya terhadap usulan calon pejabat yang disampaikan oleh Tim Sukses Pilkada atau orang-orang kepercayaannya. Pejabat baru diangkat tanpa memperhatikan faktor profesionalisme, kompetensi, bakat, kemampuan dan keahlian.
Konon kabarnya pengaturan pengangkatan Pejabat struktural itu juga diembel-embeli dengan kepentingan politik untuk menjaga atau mendapatkan kekuasaan pada Pilkada periode berikutnya. Penempatan pejabat diatur sedemikian rupa seperti mengatur strategi perang, yang ditargetkan menguasai kantong-kantong suara pada Pilkada berikutnya.
PNS/ASN dijadikan mesin politik dengan imbalan jabatan. Akibatnya banyak PNS/ASN yang kehilangan integritas, tidak berani menyatakan bahwa itu salah dan yang ini benar. Banyak juga yang memilih sikap diam, tidak peduli, pura-pura tidak mengerti dengan kondisi disekitarnya.
Keadaan seperti itu seharusnya bisa dicegah dengan menjalankan fungsi dan tugas pokok Baperjakat in the track. Setiap proses pengangkatan, pemindahan dan maupun Pemberhentian Pejabat struktural harus melalui Baperjakat.  Pada gilirannya objektifitas dan keadilan dalam pengangkatan, pemindahan dan pemberhentian pejabat dapat diwujudkan
Dengan adanya pemisahan yang jelas, tegas dan sistematis antara apa yang bersifat pribadi dengan apa yang bersifat birokratis, sehingga perasaan, hubungan politik dan kepentingan pribadi atau kelompok tidak ikut campur dan bermain dalam pengisian jabatan.
Dampak baiknya, Kepala Daerah terhindar dari kepentingan politik balas jasa dan balas dendam ketika Pilkada dalam menjalankan tugasnya sesuai azas2 pemerintahan yang baik. Kepala Daerah bisa bekerja dengan cermat, mencegah terjadinya penyalahgunaan wewenang, menjamin akuntabilitas dan transparansi serta tidak berpihak.
Para PNS/ASN pun bisa bekerja sambil meningatkan kulitas profesionalisme supaya menjadi kompetitif dalam meniti karier. Semoga

Lubuk Basung, 4 Februari 2018