Monday, October 26, 2015

Prestasi dan Kewajiban Formal Kepala Daerah

Sejauh ini praktis tidak ada gangguan keamanan yang ditimbulkan oleh rakyat dalam proses Pemilihan Langsung Kepala Daerah (Pilkada) di Sumatera Barat. Ini adalah bukti bahwa masyarakat kita sangat siap berdemokrasi secara damai dan badunsanak.
Pilkada serentak yang akan berlangsung di 14 daerah(1 Propinsi, 11 Kabupaten dan 2 Kota) di Ranah Minang ini melibatkan Petahana (Kepala Daerah atau Wakil Kepala Daerah) di seluruh daerah. Bahkan juga terjadi pertarungan duel sesama Petahana di Pilkada Sumbar dan Pilkada Kabupaten Agam. Pasangan Gubernur dan Wagub periode 2010-2015, Irwan Prayitno dan Muslim Kasim dan Pasangan Bupati dan Wabup Agam periode 2010-2015, Indra Catri dan Irwan Fikri (Irwan Fikri dilantik sebagai Wabup pada awal 2013) akan bertarung head to head. Hanya di Kabupaten Pasaman dan Solok Selatan pasangan petahana yang tetap berpasangan dalam Pilkada serentak ini. 
Bagi Calon dari petahana, Pilkada kali ini ibarat pertandingan mempertahankan trophy gelar juara yang diperoleh pada pilkada sebelumnya. Dan adalah sangat pantas para Calon dari Petahana sangat diunggulkan karena sudah teruji (terbukti menang pada Pilkada sebelumnya), telah berbuat yaitu memimpin pelaksanakan pembangunan didaerahnya. Wajar mereka memilih slogan “Bukan Hanya Janji, Telah terbukti!, Lanjutkan!” dalam Pilkada ini. Adalah wajar pula mereka memajang berbagai gambar infrastruktur yang telah dibangun selama 5 tahun terakhir.
Pertanyaannya, apakah sederet infrastruktur itu telah membuktikan kehebatan seorang Kepala Daerah ?
Berkaca pada Undang-Undang Pemerintahan Daerah, para Kepala Daerah dan Wakilnya dalam menjalankan tugas dan wewenangnya mempunyai kewajiban untuk  meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya. Hal ini secara tegas diatur dalam Pasal 12, UU 23/2014 dimana Pendidikan, Kesehatan, Pekerjaan Umum, Penataan Ruang, Perumahan Rakyat, Kawasan Pemukiman, Trantibum, Perlindungan Masyarakat dan Sosial merupakan Pelayanan Dasar yang menjadi kewajiban pemerintah untuk mengurusnya.
Selanjutnya juga ditegaskan dalam Undang-undang tersebut, bahwa Penyelenggara Pemerintah Daerah berkewajiban memprioritaskan Urusan Pemerintahan Wajib yang berkaitan dengan Pelayanan Dasar tersebut dibandingkan urusan-urusan wajib lainnya.
Tentunya dari pelaksanaan urusan wajib terkait Pelayanan Dasar tersebut lah yang dijadikan standar tolak ukur keberhasilan Petahana dalam memimpin pelaksanaan Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bahkan, Undang-Undang Dasar 1945 kita secara tegas menyatakan bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan dan pemerintah wajib membiayainya. Negara memprioritas anggaran pendidikan sekurang-kurangnya dua puluh persen dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional.
Artinya, menyelenggarakan pendidikan untuk seluruh rakyat Indonesia merupakan tugas pemerintah. Namun cita-cita menyelenggarakan pendidikan nasional yang merata dan bermutu ini masih berbenturan dengan kenyataan bahwa pendidikan gratis itu masih sangat jauh dari harapan. Bermacam biaya mesti dikeluarkan, mulai dari iuran wajib, SPP, iuran komite, uang buku dan lain-lain. Harus diakui masih banyak anak-anak putus sekolah karena tidak sanggup memenuhi biaya-biaya itu.
Itu baru pada tataran meningkatkan ketersediaan layanan pendidikan dan memperluas keterjangkauan layanan pendidikan. Kalau kita bicara lebih jauh tentang meningkatkan kualitas layanan pendidikan dan tata kelola, maka hal yang akan terlihat  bahwa pemerintah belum pantas mendapat acungan jempol dalam hal prioritas pelayanan dasar di bidang pendidikan..
Selanjutnya dalam pelayanan di bidang kesehatan, dimana Kesehatan adalah hak dasar setiap rakyat Indonesia sebagaimana diatur dalam pasal 28 UUD 45:" Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan medapatkan lingkungan hidup baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan”.
Bahasa Konstitusi ini dalam UU Kesehatan no 36 tahun 2009 dijabarkan menjadi ketentuan bahwa kesehatan menjadi hak seluruh warganegara Indonesia. Secara khusus dalam UU Kesehatan pasal 5 dinyatakan bahwa: ”Setiap orang mempunyai hak dalam memperoleh pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, dan terjangkau”.
Masalah-masalah klasik di bidang kesehatan yang sampai saat ini masih sering kita temui yaitu, masyarakat seringkali dihadapkan pada berbagai rumitnya prosedur dan administrasi untuk  mendapatkan pelayanan yang layak, jumlah kematian ibu dan bayi yang masih tinggi, penanganan masalah gizi buruk, dan lain-lain.
Dengan mempertimbangkan permasalahan-permasalahan tersebut seharusnya ada prioritas misalnya dalam Pogram Peningkatan Keterjangkauan Pelayanan Kesehatan, dan Meningkatkan Keadaan Gizi Masyarakat
Peningkatkan pemerataan dan keterjangkauan pelayanan kesehatan masyarakat dilaksanakan antara lain melalui penyelenggaraan pelayanan kesehatan gratis dan mudah bagi penduduk. Agar tingkat ketimpangan status kesehatan dan pelayanannya antara penduduk kaya dan miskin semakin berkurang. Seringkali karena adanya prosedur dan administrasi yang belum terpenuhi penanganan terhadap pasisen menjadi tertunda. Selanjutnya, dalam rangka meningkatkan status gizi mayarakat terutama pada ibu hamil, bayi, dan anak balita perlu dilakukan pendidikan gizi dan pemberdayaan masyarakat untuk pencapaian keluarga sadar gizi.
Akhirnya, melalui tulisan ini sudah sepatutnya kita lebih selektif dan menerapkan standar yang tinggi dalam memberikan penilaian terhadap keberhasilan seorang Kepala Daerah. Kalau hanya berdasarkan “kampanye” berupa baliho dan publikasi di media massa tentang piagam-piagam atau piala-piala yang tidak ada hubungannya dengan Kewajiban Formal yang sudah diperintah oleh peraturan perundang-undangan maka itu hanya kamuflase bahwa sesungguhnya dia belum mengerjakan urusan dan tanggungjawab pokoknya. Jangan kita terpukau dengan megahnya perkantoran sementara dibelakang kita banyak masyarakat yang kesulitan mendapatkan pelayanan dasar pendidikan dan kesehatan.
Bahkan ketika Kepala Daerah tersebut telah berhasil mewujudkan pelayanan dasar dibidang pendidikan secara gratis dan pelayanan kesehatan yang layak, maka sesungguhnya pun dia belum berhak dikatakan “Berprestasi” atau “Hebat” karena itu memang kewajibannya secara formal. Banyak kewajiban lain yang juga harus menjadi prioritas untuk dilaksanakan selama menjadi pemimpin penyelenggaraan pemerintahan didaerahnya.
Oleh karena itu, janganlah kita dengan cepat mengatakan cukup ketika melihat gelas yang terisi separuh. Bagi kita mungkin cukup, lihatlah tetangga dibelakang atau disamping kita, di kampung sebelah apakah mereka telah dapat menikmati pendidikan itu secara gratis dan kesehatan itu secara mudah.

Mari kita lihat apa yang telah dilakukan para calon dari petahana dalam 5 tahun terakhir, apakah mereka masih layak atau tidak untuk melanjutkan periode 5 tahun berikutnya.
Lubuk Basung, 26 Oktober 2015

http://www.harianhaluan.com/index.php/opini/44490-prestasi-dan-kewajiban-formal-kepala-daerah