Bis sekolah yang ku
tunggu
Ku tunggu tiada yang
datang
Ku telah lelah berdiri
Berdiri menanti nanti
Banyak diantara kita
mungkin sangat hapal lagu Bis Sekolah yang dipopulerkan oleh Koes Ploes pada
tahun 70 an. Belakangan "Bis Sekolah" kembali ngetrend, karena hampir
tiap sekolah baik SMP ataupun SMA/SMK telah ataupun berencana/berniat mempunyai
Bis Sekolah.
Lagu Bis Sekolah itu akan
mudah teringat ketika sedang mengikuti rapat akbar Komite Sekolah dimana waktu penyampaian
program oleh komite sekolah, ada program mulai dari pembelian komputer, pembuatan
Gerbang Sekolah, pembelian alat marching band hingga pembelian Bis Sekolah yang
total biayanya bisa mencapai setengah milyar rupiah. Seluruh siswa mulai dari
kelas 1 sampai kelas 3 dikenai sumbangan yang jumlah bervariasi dengan selisih
Rp.50 ribu.
Ya, sumbangan ! Bukan
iuran karena iuran itu dilarang. Dan sumbangan itu dilegalkan dengan pernyataan
kesetujuan masing-masing Orang Tua Siswa pada surat pernyataan tanpa paksaan
dan tekanan. Dalam rapat akbar tersebut biasa waktu untuk “berdiskusi”
diletakkan pada ujung acara yang mepet ke waktu shalat sehingga kesempatan
diskusi terbatas. Para orang tua siswa diberi pilihan/alternatif besarnya
sumbangan, pilihan pertama 500 ribu rupiah, dan pilihan yang lain 450 ribu
rupiah.
Banyak yang ingin
mengacungkan tangan untuk mendapatkan kesempatan mengungkapkan
"keheranan" tetapi dihantui kegamangan, jangan-jangan nanti ada
efeknya pada anak yang sekolah disana. Pada akhirnya semua pun setuju walau
dalam hati ada perasaan “manggaritih”.
*000*
Pendidikan
merupakan salah satu layanan dasar yang memang sudah menjadi hak warga negara.
Dalam preambule UUD 45 disebutkan tujuan Negara Indonesia salah satunya “mencerdaskan
kehidupan bangsa”. Agar tujuan ini dicapai, dalam pasal 31 ayat 4 UUD 1945
disebutkan “Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20%
dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan
belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional”.
Selanjutnya dalam Undang-Undang Nomor 20
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Sisdiknas juga diamanatkan bahwa
setiap warga negara yang berusia 7-15 tahun wajib mengikuti pendidikan dasar. Pasal
34 ayat 2 menyebutkan bahwa Pemerintah dan pemerintah daerah menjamin
terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa
memungut biaya, sedangkan dalam ayat 3 menyebutkan bahwa wajib belajar
merupakan tanggung jawab negara yang diselenggarakan oleh lembaga pendidikan
Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat.
Konsekuensi dari amanat undang-undang tersebut adalah
Pemerintah dan pemerintah daerah wajib memberikan layanan pendidikan bagi
seluruh peserta didik pada tingkat pendidikan dasar (SD dan SMP) serta satuan
pendidikan lain yang sederajat. Pasal 34 ayat 2 UU Nomor 2003 tentang Sisdiknas
jelas mengatakan bahwa program Biaya Operasional Sekolah (BOS) adalah program
untuk mengantisipasi pendidikan dasar tanpa memungut biaya.
Adapun penggunaan Dana BOS, diantaranya peembelian/penggandaan
buku teks pelajaran, yaitu untuk mengganti yang rusak atau untuk memenuhi
kekurangan, pembiayaan seluruh kegiatan dalam rangka penerimaan siswa baru,
yaitu biaya pendaftaran, penggandaan formulir, administrasi pendaftaran, dan
pendaftaran ulang, pembuatan spanduk sekolah bebas pungutan, serta kegiatan
lain yang berkaitan langsung dengan kegiatan tersebut (misalnya untuk fotocopy,
konsumsi panitia, dan uang lembur dalam rangka penerimaan siswa baru, dan
lainnya yang relevan);dan lain-lain termasuk pemberian bantuan biaya
transportasi bagi siswa miskin yang menghadapi masalah biaya transport dari dan
ke sekolah, jika dinilai lebih ekonomis, dapat juga untuk membeli alat
transportasi sederhana yang akan menjadi barang inventaris sekolah (misalnya
sepeda, perahu penyeberangan, dll);
Dana Bantuan Operasional Sekolah tersebut pada akhirnya
bertujuan untuk meringankan beban masyarakat terhadap pembiayaan pendidikan
dalam rangka wajib belajar 9 tahun yang berkualitas. Membebaskan pungutan bagi
seluruh siswa SD/SDLB negeri dan SMP/SMPLB/SMPT (Terbuka) negeri terhadap biaya
operasi sekolah. Membebaskan pungutan seluruh siswa miskin dari seluruh
pungutan dalam bentuk apapun, baik di sekolah negeri maupun swasta;
Tetapi realitanya masih banyak sekolah yang mengadakan
pungutan dengan berkelit keputusan Komite Sekolah dan telah disepakati orang
tua siswa. Hampir tidak ada beda sekolah negeri dengan sekolah swasta. Memang, dari dulu ada juga sumbangan dari orangtua
siswa, namanya Uang Pembangunan tetapi itu hanya satu kali selama sekolah,
tetapi ini tiap tahun. Ah, jumlah 500 ribu itu kan tidak terlalu besar apalagi
bisa dibayar 3 kali angsuran. Ya, dan banyak yang setuju bahkan tidak ada yang
protes waktu rapat akbar komite serta langsung melunasinya. Iya, karena
orangtua tidak ingin ada efek yang timbul terhadap anaknya yang sedang
bersekolah disitu. Kita mungkin sering mendengar langsung bahwa sesungguhnya
mereka terpaksa. Terpaksa dan sudah lah, bayar saja!
Padahal dalam
Undang-Undang Sisdiknas tersebut dan Peraturan Menteri Pendidikan Dan
Kebudayaan No 44 Tahun 2012 Tentang Pungutan Dan Sumbangan Biaya Pendidikan
Pada Satuan Dasar, sekolah yang diselenggarakan oleh pemerintah pusat atau
daerah (sekolah negeri) tidak diperbolehkan melakukan pungutan terhadap wali
murid. Pasal 9 ayat (1) Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan No 44 Tahun
2012 Tentang Pungutan Dan Sumbangan Biaya Pendidikan Pada Satuan Dasar
menyatakan: Satuan
pendidikan dasar yang diselenggarakan oleh Pemerintah, dan/atau pemerintah
daerah dilarang memungut biaya satuan pendidikan.
Dalam peraturan perundangan tersebut dijelaskan larangan dilakukannya pungutan jenis apapun di sekolah negeri saat lulus atau pun penerimaan siswa baru (PSB) mulai dari tingkat SD, SMP dan SLTA sederajat yang diselenggarakan oleh pemerintah pusat ataupun daerah. Pemerintah menjamin pendidikan dasar tanpa pungutan, terutama untuk pendidikan SD, SMP dan SMA atau SLTA sederajat. Aturan itu juga memuat ancaman sanksi bagi yang melanggar. Bagi yang melanggar mendapat sanksi disiplin Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan hukum pidana (penjara).
Dalam peraturan perundangan tersebut dijelaskan larangan dilakukannya pungutan jenis apapun di sekolah negeri saat lulus atau pun penerimaan siswa baru (PSB) mulai dari tingkat SD, SMP dan SLTA sederajat yang diselenggarakan oleh pemerintah pusat ataupun daerah. Pemerintah menjamin pendidikan dasar tanpa pungutan, terutama untuk pendidikan SD, SMP dan SMA atau SLTA sederajat. Aturan itu juga memuat ancaman sanksi bagi yang melanggar. Bagi yang melanggar mendapat sanksi disiplin Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan hukum pidana (penjara).
Terjadinya praktek pungutan oleh
sekolah dengan berkedok sumbangan tersebut karena Dinas Pendidikan tidak
melakukan pengawasan atau bahkan membiarkan praktik tersebut terjadi. Bukan
tidak mungkin kegiatan pemungutan tanpa sepengetahuan Dinas Pendidikana atau meski
sekolah memberi laporan rencana dan anggaran operasional dan investasi setiap
tahun kepada dinas pendidikan, laporan tersebut diperlakukan sebagai syarat
administratif saja. Tidak ada upaya dinas pendidikan mengkritisi rencana dan
anggaran sekolah tersebut.
Kita berharap persoalan ini bisa
teratasi, terutama kepada para Kepala Daerah yang mulai pada saat Kampanye
selalu menjanjikan pendidikan murah bahkan ada yang menjanjikan pendidikan
gratis. Pemerintah daerah wajib mengkritisi dan jika perlu melarang
praktek-praktek sumbangan dan pungutan yang tidak rasional dan tidak sesuai
dengan kebutuhan prioritas sekolah.
Semua stakeholder kembali harus berfikir
ulang karena tidak bisa dipungkiri masih sangat banyak anak-anak usia sekolah
yang berhenti karena tidak punya uang membayar ini dan itu. Apakah kita lebih
membanggakan gerbang yang megah, peralatan marching band bahkan bis sekolah
daripada anak-anak putus sekolah.
Ah, ku telah lelah
berdiri
Berdiri menanti nanti
Sekolah murah dan berkualitas.