Tanpa disadari di Dunia Sosial Media kita seringkali mempertontonkan
rendahnya kualitas diri kita sendiri kepada publik. Mempertunjukan wacana yang
dangkal, berpikir pragmatis, mudah terbawa arus dan terperangkap pada loyalitas
dan rivalitas abadi pesta demokrasi.
Terpesona pada hal-hal yang sesungguhnya biasa-biasa
saja tetapi menganggapnya "luar biasa". Begitu mudah memuji dan
memuja seseorang yang hanya melakukan hal-hal remeh yang sudah seharusnya ia
lakukan. Tanpa mau berpikir bahwa subtansi kehebatan itu seharusnya diukur pada
pencapaian prioritas tanggungjawab yang diembannya.
Kita menganggap Luar Biasa ketika ada pejabat
berseragam ikut mengali pusara. Kita menganggap
hebat ada pejabat yang "menyalurkan" bantuan bencana. Padahal itu bukan subtansi
kehebatan karena itu memang sudah tugasnya.
Kita menganggap luar biasa ketika ada pejabat dekat
dengan rakyatnya. Dekat dalam bentuk suka berselfie atau bersalaman. Terpesona
pada perfomance dan tutur bahasa seseorang dihadapan media padahal omongannya
tanpa gagasan dan prinsip alias kosong melompong.
Bahkan secara formal pun
kita seakan telah kehilangan nalar dan merendahkan level diri kita.
Melebih-lebihkan hal biasa menjadi seakan-akan luar biasa.
Contohnya,
Predikat laporan keuangan Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) yang didapat disambut
antusias bahkan untuk mendapatkan predikat Wajar itu ada yang melakukan tindak
pidana korupsi (Kemendes). Padahal itu "cuma" predikat wajar! bukan
predikat Luar Biasa Bagus atau Sangat Baik!
Kita
menganggap Hebat pejabat yang bersih, tidak korupsi! Padahal, tidak korupsi itu
adalah hal yang seharusnya dilakukan semua pejabat.
Atau,
lihatlah pula iklan pertandingan Liga Sepakbola kita di televisi, semua diberi
label "Big Match" bahkan ada yang Super Big Match. Padahal itu hanya
pertandingan tim papan bawah dan bukan pula pertandingan antar klub "musuh
berbuyutan".
Padahal yang pantas disebut Big Match itu adalah ketika Real Madrid bertanding melawan Barcelona di Spanyol, Juventus vs AC Milan di Italia, Manchester United vs Liverpool di Inggris. Karena jauh hari sebelum pertandingan kesebelasan tersebut media sudah membahasnya, dan ketika pertandingan berlangsung stadion penuh sesak oleh penonton.
Padahal yang pantas disebut Big Match itu adalah ketika Real Madrid bertanding melawan Barcelona di Spanyol, Juventus vs AC Milan di Italia, Manchester United vs Liverpool di Inggris. Karena jauh hari sebelum pertandingan kesebelasan tersebut media sudah membahasnya, dan ketika pertandingan berlangsung stadion penuh sesak oleh penonton.
Tidak
ada salahnya berbangga dengan pencapaian kita. Tetapi seharusnya kita membuat
standar yang tinggi untuk sebuah prestasi. Standar yang tinggi merupakan
kekuatan untuk ikut bersaing pada level yang lebih tinggi.
Tidak
semua "gerak gerik" dipoles dengan pencitraan, diberi label hebat dan
diekspose di media dengan judul "Luar Biasa" yang disertai pujian.
Karena semakin dinyaring-nyaringkan kehebatan itu maka semakin menandakan
isinya kosong. Karena yang nyaring bunyinya adalah Tong Kosong !.
Mungkin
kita mendapat juara 1 tetapi Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) kelas kita cuma
6,5. Sementara ditempat lain KKM nya sudah di atas 9.
Atau dalam istilah lainnya, kita hanya jadi juara di kandang kambing. Jadi, tidaklah tepat kalau kita bersorak sorai dengan "prestasi" yang biasa. Tidak lah hebat namanya jika sesuatu itu memang sudah seharusnya. Tidak lah luar biasa jika itu sudah biasa.
Kita paham bahwa kita
memang masih berada di zona berkembang, belum berada di zona (Negara) maju.
Oleh karenanya kita harus mematok target berada di rangking “Papan Atas” untuk
kita capai dan kelak disanalah kita berbangga ria.Atau dalam istilah lainnya, kita hanya jadi juara di kandang kambing. Jadi, tidaklah tepat kalau kita bersorak sorai dengan "prestasi" yang biasa. Tidak lah hebat namanya jika sesuatu itu memang sudah seharusnya. Tidak lah luar biasa jika itu sudah biasa.
Lubuk Basung, 1 Oktober 2017