Heboh2 gaji Megawati sebagai Ketua
Dewan Pengarah Badan Pembinaan Idiologi Pancasila ternyata hanya bagai letusan
balon, duarr.....dussss ! Senyap seketika setelah anginnya habis Mengapa
tiba-tiba diam?Apakah kita sudah maklum dan mengakui Megawati memang pantas
dibayar sebesar itu sebulan?
Padahal "gaji" Rp.112 juta
itu memang sangat "mega" untuk ukuran Pejabat di Indonesia. Bayangkan
saja berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) pendapatan per kapita atau
rata-rata orang Indonesia adalah Rp 47,96 juta per tahun atau sekitar Rp 4 juta
per bulan. Artinya gaji Megawati itu adalah 28 kali lipat diatas rata2
pendapatan orang Indonesia.
BPS menggunakan garis kemiskinan sebesar Rp 387.160 per kapita.
BPS menggunakan garis kemiskinan sebesar Rp 387.160 per kapita.
Atau jika dibandingkan dengan data
penduduk miskin, gaji Mega itu bisa mengentaskan 280 orang miskin di Indonesia.
Garis kemiskinan berdasarkan data BPS adalah orang yang berpenghasilan dibawah
Rp.400 ribu perbulan.
Tidakkah kita merasa malu dengan
keadaan seperti itu. Apalagi jika tudingan "hanya ongkang-ongkang
kaki" benar, artinya upah yang diterima itu tidak sebandingkan dengan
"keringat" yang dikeluarkan, kerja dikit gaji besar.
Ini bukan hanya terhadap Megawati,
tetapi juga terhadap semua yang menikmati uang negara. Para pejabat
pemerintahan dari pusat sampai daerah, para anggota DPR, DPRD dan yang lainnya.
Jika sudah menyangkut fasilitas gaji, uang, banyak alasan dan argumentasi yang
disampaikan.
Pihak-pihak yang berwenang mengesahkan Anggaran seakan berlomba mengeruk uang untuk dialokasikan untuk kemakmuran pihak mereka.
Pihak-pihak yang berwenang mengesahkan Anggaran seakan berlomba mengeruk uang untuk dialokasikan untuk kemakmuran pihak mereka.
Dengan bermacam dalih mereka
melakukan konspirasi untuk saling meningkatkan penghasilan mereka. APBN dan
APBD mereka kapling sesuai selera dan kepentingan mereka. Aparatur
mengalokasikan gaji ke 13, 14 dan lainnya, disamping gaji ada pula remunirasi
dan bermacam tunjangan lainnya. Para anggota legilatif menganggarkan uang
sidang, uang panitia, tunjangan rumah, komunikasi, transportasi dan lainnya.
Akhirnya mereka menerima upah berlipat-lipat padahal kerja hanya itu-itu saja.
Tidak salah Ekonom Faisal Basri
mengatakan bahwa Belanja Pegawai membuat utang luar negeri makin membengkak,
terutama biaya perjalanan dinas. Struktur Anggaran porsinya lebih banyak untuk
belanja pegawai ketimbang pembangunan.
Padahal jumlah Aparatur Sipil, Polri,
TNI, Anggota Legislatif itu jauh lebih kecil dari jumlah orang miskin yang
mencapai 27 juta orang.
Memang, jika sudah bicara uang sulit
rasanya mendapatkan kepedulian dan keadilan. Mereka yang memegang wewenang
seakan dihinggapi penyakit tidak mau mengalah, tidak mau mendengar, tidak mau
melihat dan tidak mau peduli. Mereka dengan senang hati tetap memutuskan
kebijakan yang menguntungkan pihak mereka padahal banyak orang miskin diaekitar
mereka. Mereka tidak peduli walau orang miskin itu masih terlihat nyata, bahkan
tiap hari kantor mereka itu disinggahi peminta-minta.
Solusi yang mereka pilih hanyalah
keuntungan pribadi.
Sementara orang miskin dipaksa untuk bersikap ikhlas, harus menerima apapun kenyataan, tidak mengeluh apalagi menjerit
walau yang dirasakan sakit sekali.
Wasaalam.
Lubuk Basung, 4 Juni 2018.
Lubuk Basung, 4 Juni 2018.