Saturday, August 19, 2017

Ayo Merdeka

"Mati Bulando karano pangkaik, mati Cino karano harato, mati Kaliang karano salero...mati Melayu karano angan-angan"
Konon Asbabun Nuzul pepatah ini karena dizaman Penjajahan dulu sudah sangat kasat mata perbedaan antara orang Belanda, China, India dan Indonesia. Ini hanya sebagian, bukan keseluruhan tetapi perangai ini mampu membuat ciri khas yang membedakan. Orang-orang Belanda dalam mengejar Jabatan atau Pangkat rela melakukan apa saja. Menfitnah, menghasut dan mengadu domba. Orang China juga begitu, mereka melakukan hal-hal tidak jujur dalam mengumpulkan harta. Dalam berdagang mereka kerap berbohong dan menipu serta menjadi rentenir. Lain pula Keling atau India, mereka terkenal sangat doyan kuliner bahkan cenderung rakus. Tetapi kalau perut mereka sudah kenyang maka mereka pun akan tenang, tidak macam-macam atau berbuat ulah.
Dan yang miris itu Bangsa kita, Pribumi...orang kita sibuk berangan-angan. Memboroskan energi dan mental untuk memimpikan sesuatu tanpa disertai usaha untuk mendapatkan apa yang diangan-angankan itu. Mereka hanya mengandalkan "nasib baik" untuk memperoleh sesuatu.
Mereka tidak ikut berjuang melawan penjajah seperti kebanyakan orang. Bergerilya di hutan menyandang bambu runcing atau senjata sederhana. 
Mereka sibuk berangan-angan; Kalo den punyo badia geren, den tembak Bulando kalera tu. Kalo den kayo, den pabini anak Cino nan putiah barasiah tu. Kalo den bapitih banyak, den bae makan lamak tiok hari!!.
Itu dulu, sebelum Soekarno dan Hatta memproklamirkan Kemerdekaan Indonesia. 
Sekarang, Negara kita telah merdeka, telah terlepas dari bangsa penjajah selama 72 tahun. Pertanyaannya, apakah kita telah benar-benar merdeka?
Kalau dilihat dari unsur Merdekanya suatu negara yaitu adanya Rakyat, Wilayah, Pemerintahan yang berdaulat dan Pengakuan secara de facto dan de jure dari negara lain maka secara formal kita bisa berkata; Iya, kita telah Merdeka!
Tetapi kalau mau berkata secara lugas, kita masih merasakan belum benar-benar Merdeka. Banyak hal yang sesungguhnya masih seperti di zaman penjajahan. Kelakuan para elit di eksekutif maupun di legislatif bagaikan tabiat para bangsa kolonial. Memaksakan kehendak dan menggunakan kekuasaan dengan mempertakut rakyat. Tiap sebentar mengkampanyekan bahwa mereka lah Pemegang Prerogatif dan kalian harus ikut aturan yang dia buat bahkan harus mengistimewakan mereka.
Sekali lagi, Ini hanya sebagian, bukan keseluruhan.
Mereka bertindak laksana penjajah sehingga banyak diantara kita merasakan hidup seakan masih dizaman belum merdeka. Di hantui kecemasan dan rasa takut terhadap para elit itu.
Tetapi sesungguhnya para elit itu juga berada dalam penjajahan. Mereka tidak mampu melepaskan diri dari ketakutan yang tumbuh dalam hati mereka. Takut kehilangan Pangkat dan Jababatan, takut kehilangan popularitas. Takut terhadap kritikan dan badnews.
Dan ketakutan itu mereka tutupi dengan berbuat seperti Bulando dan Cino dizaman penjajahan dulu. Menganggap rakyat pribumi sebagai ekstrimis, menganggap pengkritik sebagai perusak, menganggap badnews sebagi hoax. Mereka dengan gampang melakukan blaming, menyalahkan rakyat sebagai pemalas, menyalahkan pengkritik yang tidak konstruktif, menyalahkan medsos yang dipenuhi akun palsu.
Mereka juga tidak bisa bersikap adil bahkan fair karena banyak hutang yang belum dilunasi. Hutang janji kampanye yang belum ditepati, hutang budi yang belum dibalas, hutang materi yang belum lunas. Akibatnya perlakuan terhadap rakyat tidak sama karena hutang budi itu. Pada kelompok yang ini mereka sangat keras terhadap kelompok yang lain terlihat "sangat bersahabat".
Merdeka marilah kita merdeka, bebaskan diri kungkungan rasa takut karena akan kehilangan pangkat, jabatan, makanan enak. Merdeka dari rasa segan akan ditagih hutang budi, janji dan materi. Merdeka dari pengaruh dan tekanan.
Seperti kata Bung Karno; Merdeka itu Berdikari, berdiri di kaki sendiri!
Merdeka mengendalikan diri ! Dirgahayu bangsaku!
Lubuk Basung, 16 Agustus 2017.

No comments:

Post a Comment