Cerita Reuni : Pulang
Ketika sedang berkumpul (reuni) dengan kawan semasa sekolah, saya menanyakan motivasinya yang setiap tahun pulang kampung. Bahkan bukan sekali setahun, bukan setiap hari raya tetapi kadang sampai 2 - 3 kali setahun. Padahal jarak tempuhnya lebih dari 30 jam !
Ketika sedang berkumpul (reuni) dengan kawan semasa sekolah, saya menanyakan motivasinya yang setiap tahun pulang kampung. Bahkan bukan sekali setahun, bukan setiap hari raya tetapi kadang sampai 2 - 3 kali setahun. Padahal jarak tempuhnya lebih dari 30 jam !
"Mancaliak rang gaek", jawabnya. Dan selanjutnya dia bercerita;
"Ibuku sudah semakin tua, 79 tahun umur beliau. Tiga tahun belakangan kondisi beliau "makin coyoh" semakin renta. Setiap melihat beliau ada rasa khawatir apakah tahun depan, hari raya tahun depan masih bisa bertemu beliau.
Saya sudah kehilangan Ayah, rasanya sangat menyedihkan. Sampai saat ini ketika berada di pusara Ayah, selalu ada rasa sedih karena tidak sempat menyenangkan hati beliau.
Saya tidak ingin itu terjadi lagi terhadap Ibu. Perjalanan pulang 30 jam itu terasa sangat jauh, sangat jauh dan lama. Saya ingin segera bertemu Ibu. Momen ketika beliau tersenyum menunggu didepan pintu itu yang membuat rindu. Terlihat beliau sangat senang melihat saya pulang"
"Ya, pulanglah selagi bisa pulang dan temui ibu, peluk dan senangkan hati beliau, ciumi kaki beliau sembari memohon maaf!" Kata kawan yang lain menanggapi.
"Saya merindukan kesempatan itu tapi sudah tidak bisa karena ibu saya telah tiada!!. Kesempatan itu tidak bisa diukur dengan uang, tidak bisa !
Mungkin biaya untuk pulang bertemu ibu itu bisa lebih dari 5 atau 10 juta dan kita berpikir lebih baik uang itu dikirim saja untuk beliau. Jika itu yang kita lakukan maka bukan hanya sedih kehilangan tetapi juga sesal yang kita rasakan dipusara beliau nantinya"
***
Lubuk Basung, 1 Juli 2017
"Ibuku sudah semakin tua, 79 tahun umur beliau. Tiga tahun belakangan kondisi beliau "makin coyoh" semakin renta. Setiap melihat beliau ada rasa khawatir apakah tahun depan, hari raya tahun depan masih bisa bertemu beliau.
Saya sudah kehilangan Ayah, rasanya sangat menyedihkan. Sampai saat ini ketika berada di pusara Ayah, selalu ada rasa sedih karena tidak sempat menyenangkan hati beliau.
Saya tidak ingin itu terjadi lagi terhadap Ibu. Perjalanan pulang 30 jam itu terasa sangat jauh, sangat jauh dan lama. Saya ingin segera bertemu Ibu. Momen ketika beliau tersenyum menunggu didepan pintu itu yang membuat rindu. Terlihat beliau sangat senang melihat saya pulang"
"Ya, pulanglah selagi bisa pulang dan temui ibu, peluk dan senangkan hati beliau, ciumi kaki beliau sembari memohon maaf!" Kata kawan yang lain menanggapi.
"Saya merindukan kesempatan itu tapi sudah tidak bisa karena ibu saya telah tiada!!. Kesempatan itu tidak bisa diukur dengan uang, tidak bisa !
Mungkin biaya untuk pulang bertemu ibu itu bisa lebih dari 5 atau 10 juta dan kita berpikir lebih baik uang itu dikirim saja untuk beliau. Jika itu yang kita lakukan maka bukan hanya sedih kehilangan tetapi juga sesal yang kita rasakan dipusara beliau nantinya"
***
Lubuk Basung, 1 Juli 2017
Konon Ceritanya Kita Bersaudara
Menyikapi kondisi kekinian, tergerak juga hati untuk
berciloteh.
Sepertinya kita terjebak pada kondisi yang Ndak Berkelincitan, Bertea-tea, Ndak Sandereh!! Saling benci tak berkesudahan. Padahal kita sering menonton bahwa Muhammad Ali, Mike Tyson dan para Petinju lainnya ketika saling memukul untuk mengalahkan atau menjatuhkan lawannya setelah pertandingan usai dan lawannya sudah kalah bahkan K.O sekalipun mereka selalu merangkul dan memeluk lawannya.
Tetapi kita sepertinya tidak, yang disudut sana membenci yang di sebelah sini. Kelompok itu membenci kelompok lainnya. Saling membenci dan saling menghujat.
Padahal, konon ceritanya, kita semua sesama manusia yang ada di Planet Bumi ini Badunsanak. Berdunsanak dengan Raja Salman yang kaya raya dari Arab, berdunsanak dengan Bangsa Jerman yang Juara Dunia Sepakbola. Juga berdunsanak dengan Ahok yang China. Apalagi dengan Rizieq Shihab atau Syafii Maarif, kita berdunsanak. Berdunsanak karena di Arab, di China ataupun di Pariaman air laut itu konon sama rasanya, asin !
Konon ceritanya, kita badunsanak karena Inyiak Moyang kita adalah sama yaitu Iskandar Zulkarnain. Satu garis keturunan !
Beliau mempunyai tiga orang anak yaitu; yang Gadang bernama Mararajo Alif moyangnya Raja Arab, yang tengah adalah Inyiak-nya si Ahok yang bernama Pangeran Zi Pang. Dan yang si Bungsu bernama Maharajo Dirajo yang merupakan Inyiak Urang Awak, inyiak dari Buya Syafii Maarif, inyiak Denai juga dan inyiak awak sadonyo.
Oleh karenanya, yang membedakan itu hanya Suku, Agama, warna kulit. Sementara Otak, Lagak, Selera dan Perangai kita "salin-basalin" Ada Habibie, yang ber-Otak Jerman, ada urang awak yang berlagak orang Arab, ada urang awak yang berperangai seperti orang China. Bahkan ada yang melebihi perangai buruk bangsa lain, seperti ungkapan; "ateh lo dari Bulando mintak tanah". Begitu sebaliknya.
Sudahlah, jangan diperturutkan juga sakit hati itu, nanti benar-benar sakit. Hahaha !
Sepertinya kita terjebak pada kondisi yang Ndak Berkelincitan, Bertea-tea, Ndak Sandereh!! Saling benci tak berkesudahan. Padahal kita sering menonton bahwa Muhammad Ali, Mike Tyson dan para Petinju lainnya ketika saling memukul untuk mengalahkan atau menjatuhkan lawannya setelah pertandingan usai dan lawannya sudah kalah bahkan K.O sekalipun mereka selalu merangkul dan memeluk lawannya.
Tetapi kita sepertinya tidak, yang disudut sana membenci yang di sebelah sini. Kelompok itu membenci kelompok lainnya. Saling membenci dan saling menghujat.
Padahal, konon ceritanya, kita semua sesama manusia yang ada di Planet Bumi ini Badunsanak. Berdunsanak dengan Raja Salman yang kaya raya dari Arab, berdunsanak dengan Bangsa Jerman yang Juara Dunia Sepakbola. Juga berdunsanak dengan Ahok yang China. Apalagi dengan Rizieq Shihab atau Syafii Maarif, kita berdunsanak. Berdunsanak karena di Arab, di China ataupun di Pariaman air laut itu konon sama rasanya, asin !
Konon ceritanya, kita badunsanak karena Inyiak Moyang kita adalah sama yaitu Iskandar Zulkarnain. Satu garis keturunan !
Beliau mempunyai tiga orang anak yaitu; yang Gadang bernama Mararajo Alif moyangnya Raja Arab, yang tengah adalah Inyiak-nya si Ahok yang bernama Pangeran Zi Pang. Dan yang si Bungsu bernama Maharajo Dirajo yang merupakan Inyiak Urang Awak, inyiak dari Buya Syafii Maarif, inyiak Denai juga dan inyiak awak sadonyo.
Oleh karenanya, yang membedakan itu hanya Suku, Agama, warna kulit. Sementara Otak, Lagak, Selera dan Perangai kita "salin-basalin" Ada Habibie, yang ber-Otak Jerman, ada urang awak yang berlagak orang Arab, ada urang awak yang berperangai seperti orang China. Bahkan ada yang melebihi perangai buruk bangsa lain, seperti ungkapan; "ateh lo dari Bulando mintak tanah". Begitu sebaliknya.
Sudahlah, jangan diperturutkan juga sakit hati itu, nanti benar-benar sakit. Hahaha !
Lubuk Basung, 10 Mei 2017
No comments:
Post a Comment