Setiap ada rencana Kepala Daerah (Gubernur/Bupati/Walikota) merombak kabinetnya, selalu saja membuat banyak pejabat eselonering
harap-harap cemas, dan bagi banyak pihak perombakan, reposisi,
reshuffle, mutasi promosi atau apapun namanya merupakan hal yang sangat menarik
karena banyak kepentingan menyangkut hal itu, terbukti dengan apresiasi Media
Cetak yang meng-ekspos berita mulai dari gonjang-ganjing sampai pelantikan dan
komentar para politisi di daerah ini.
Kasak-kusuk setiap berembusnya angin mutasi/promosi
mengindikasikan bahwa jabatan struktural telah menjadi jabatan politis dan
cenderung terjadi perebutan untuk mendapatkan posisi dari jabatan tersebut
banyak yang kalimpasingan dan sport jantung menjelang hari pelantikan dan di
sisi lain ada yang lobi sana lobi sini, karena proses mutasi/promosi dilakukan
secara sangat rahasia. Surat Keputusan Mutasi biasanya di-print out beberapa
jam sebelum pelantikan dan para pejabat yang terkena mutasi/promosi hanya
menerima undangan acara pelantikan tanpa tahu persis apa jabatan barunya.
Mutasi/promosi merupakan hak prerogatif seorang Kepala Daerah
dengan berpedoman kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku serta
mendapat pertimbangan dari Baperjakat. Oleh ayat (2) Pasal 17 Undang-undang
nomor 45 Tahun 1999 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian dinyatakan bahwa
Pengangkatan PNS dalam suatu jabatan dilaksanakan berdasarkan prinsip
profesionalisme sesuai kompetensi, prestasi kerja, dan jenjang pangkat yang
ditetapkan untuk jabatan itu serta syarat obyektif lainnya tanpa membedakan
jenis kelamin, suku agama, ras atau golongan.
Kecendrungan Kepala Daerah memakai syarat objektif lainnya
yang mengandung banyak penafsiran, multi-asumsi membuat terjadinya
praktek-praktek korupsi (upeti dan sogokan), kolusi, nepotisme dan kompetisi
secara tidak sehat dalam meraih jabatan struktural.
Momentum mutasi/promosi seharusnya dijadikan Kepala Daerah
untuk meningkatkan kinerja dan kelancaran penyelenggaraan tugas pemerintahan
dalam rangka mewujudkan daerah otonom yang lebih baik dari hari kemarin. Untuk
itu Kepala Daerah harus jeli dalam mencari memilih orang yang tepat pada posisi
yang tepat, bukan sekedar menganti yang lama dengan yang baru. Salah satu
faktor penting adalah bahwa di Ranah Minang saat ini sangat dibutuhkan pejabat
yang pemimpin. Pemimin yang laksana Pengulu yang mempunyai rasa malu pada diri
sendiri karena rasa malu merupakan syarat utama orang beradat. Malu ketika
tidak bisa menjadi tauladan bagi para staf dan masyarakat, malu ketika tidak
berkinerja baik, malu ketika berbuat salah walau tidak disengaja.
Saat ini banyak pejabat yang tidak tahu malu, memakai
fasilitas dinas untuk kepentingan pribadi, seperti Penghulu busuak hariang penipu masyarakat-penjual anak kemenakan berdompet disaku orang, atau Penghulu ayam gadang berkotek tatapi tidak
bertelur. Bahkan yang kecondongan
mato urang banyak-pun masih berkelit dengan Presumption Of Innocence.
Untuk itu kepada Pemegang Hak Prerogatif disamping memenuhi
persayaratan peraturan pendang-undangan, hendaknya calon pejabat itu harus
punya rasa malu. Dan tolak ukur pemimpin di Ranah Adat Basandi Syara’ Syara’
Basandi Kitabullah adalah kesanggupan dan kemampuan menjalankan sifat wajib
penghulu yaitu STAF; Siddiq, Tabliq, Amanah dan Fathanah, jika tidak memiliki
sifat STAF tersebut lebih baik jangan diangkat jadi pejabat karena niscaya akan
malu-maluin.
No comments:
Post a Comment