Friday, May 31, 2013

Mencari Pejabat Pemalu



Setiap ada rencana Kepala Daerah (Gubernur/Bupati/Walikota) merombak kabinetnya, selalu saja membuat banyak pejabat eselonering  harap-harap cemas, dan bagi banyak pihak perombakan, reposisi, reshuffle, mutasi promosi atau apapun namanya merupakan hal yang sangat menarik karena banyak kepentingan menyangkut hal itu, terbukti dengan apresiasi Media Cetak yang meng-ekspos berita mulai dari gonjang-ganjing sampai pelantikan dan komentar para politisi di daerah ini.
Kasak-kusuk setiap berembusnya angin mutasi/promosi mengindikasikan bahwa jabatan struktural telah menjadi jabatan politis dan cenderung terjadi perebutan untuk mendapatkan posisi dari jabatan tersebut banyak yang kalimpasingan dan sport jantung menjelang hari pelantikan dan di sisi lain ada yang lobi sana lobi sini, karena proses mutasi/promosi dilakukan secara sangat rahasia. Surat Keputusan Mutasi biasanya di-print out beberapa jam sebelum pelantikan dan para pejabat yang terkena mutasi/promosi hanya menerima undangan acara pelantikan tanpa tahu persis apa jabatan barunya.
Mutasi/promosi merupakan hak prerogatif seorang Kepala Daerah dengan berpedoman kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku serta mendapat pertimbangan dari Baperjakat. Oleh ayat (2) Pasal 17 Undang-undang nomor 45 Tahun 1999 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian dinyatakan bahwa Pengangkatan PNS dalam suatu jabatan dilaksanakan berdasarkan prinsip profesionalisme sesuai kompetensi, prestasi kerja, dan jenjang pangkat yang ditetapkan untuk jabatan itu serta syarat obyektif lainnya tanpa membedakan jenis kelamin, suku agama, ras atau golongan.
Kecendrungan Kepala Daerah memakai syarat objektif lainnya yang mengandung banyak penafsiran, multi-asumsi membuat terjadinya praktek-praktek korupsi (upeti dan sogokan), kolusi, nepotisme dan kompetisi secara tidak sehat dalam meraih jabatan struktural.
Momentum mutasi/promosi seharusnya dijadikan Kepala Daerah untuk meningkatkan kinerja dan kelancaran penyelenggaraan tugas pemerintahan dalam rangka mewujudkan daerah otonom yang lebih baik dari hari kemarin. Untuk itu Kepala Daerah harus jeli dalam mencari memilih orang yang tepat pada posisi yang tepat, bukan sekedar menganti yang lama dengan yang baru. Salah satu faktor penting adalah bahwa di Ranah Minang saat ini sangat dibutuhkan pejabat yang pemimpin. Pemimin yang laksana Pengulu yang mempunyai rasa malu pada diri sendiri karena rasa malu merupakan syarat utama orang beradat. Malu ketika tidak bisa menjadi tauladan bagi para staf dan masyarakat, malu ketika tidak berkinerja baik, malu ketika berbuat salah walau tidak disengaja.
Saat ini banyak pejabat yang tidak tahu malu, memakai fasilitas dinas untuk kepentingan pribadi, seperti Penghulu busuak hariang penipu masyarakat-penjual anak kemenakan berdompet disaku orang, atau Penghulu ayam gadang berkotek tatapi tidak bertelur. Bahkan yang kecondongan mato urang banyak-pun masih berkelit dengan Presumption Of Innocence.
Untuk itu kepada Pemegang Hak Prerogatif disamping memenuhi persayaratan peraturan pendang-undangan, hendaknya calon pejabat itu harus punya rasa malu. Dan tolak ukur pemimpin di Ranah Adat Basandi Syara’ Syara’ Basandi Kitabullah adalah kesanggupan dan kemampuan menjalankan sifat wajib penghulu yaitu STAF; Siddiq, Tabliq, Amanah dan Fathanah, jika tidak memiliki sifat STAF tersebut lebih baik jangan diangkat jadi pejabat karena niscaya akan malu-maluin.

No comments:

Post a Comment