Tuesday, December 20, 2016

Transfer Pemain


Akhir tahun ini hampir disetiap daerah melalukan Mutasi Pejabat Struktural. Saya melihatnya seperti transfer pemain Sepakbola yang dilakukan pada akhir atau tengah musim kompetisi. Dan ini merupakan transfer yang paling ramai setelah berlangsungnya turnamen Pilkada serentak akhir tahun 2015 lalu. Spekulasi pun bermunculan siapa yang akan menjadi pemain kunci utama sekaligus menyandang ban kapten, serta siapa yang menjadi starting eleven.
Klub-klub yang berganti Pelatih Kepala (Kepala Daerah) terlihat sangat getol melakukan perombakan susunan pemainnya. Formasi dan filosopi yang dianut Pelatih Kepala sangat mempengaruhi kriteria pemain yang akan dipilih. Beberapa pemain yang tidak masuk dalam gaya permaianan Pelatih Kepala diisukan tidak akan dipakai lagi pada musim berikutnya.
Hal ini lah yang menyebabkan tingginya perpindahan pemain antar daerah, dan untuk itu beberapa klub sibuk mengadakan seleksi pemain (lelang jabatan) untuk mendapatkan pemain kunci terbaik. Berdasarkan Statuta terbaru otoritas persepakbolaan tertinggi, seleksi pemain merupakan persyaratan yang harus dilakukan untuk melegalkan penempatan pemain pada posisi tertentu.
Karir mentereng sebagai pemain yang selalu terpakai bahkan tidak tergantikan merupakan faktor yang mempengaruhi untuk meniti karir nantinya sebagai Kepala Pelatih. Banyak Pelatih Kepala saat ini dulunya merupakan pemain handal di klubnya. Luis Enrique, Zinedine Zidane, Jurgen Klinsmann, Antonio Conte dulunya merupakan pemain profesional yang menjadi bintang diklubnya masing-masing.
Banyak faktor yang menyebabkan sebuah klub tidak mampu menjadi juara walau telah dihuni banyak pemain dengan skill hebat dan dipimpin Pelatih Kepala hebat pula, bahkan berjuluk kumpulan pemain luar angkasa, Los Galacticos. Ada klub yang disetiap musim transfer mampu membeli dan mengumpulkan pemain-pemain papan atas tetapi tetap juga gagal meraih juara. Para pemain hebat itu sulit menyatu, mereka tidak mampu menghilangkan nafsu egois dalam dirinya karena merasa paling hebat.
Akibatnya, ketika berada pada posisi yang seharusnya menendang bola ke arah gawang lawan malah masih memain-mainkan bola dan mengoper pada kawan yang tidak dalam posisi bagus untuk mencetak gol. Mereka tidak mampu bermain kolektif sebagaimana seharusnya sebuah tim.
Sebaliknya klub yang dihuni pemain-pemain biasa ternyata mampu menjadi juara ditengah kepungan klub-klub raksasa, Leicester City contohnya. Mungkin disini berlaku semboyan Kang Komar dalam sinetron Prema Pensiun, “Dibawah pemimpin yang baik anak buah yang bodoh pun ada gunanya. Dibawah pemimpin yang bodoh, pasukan terbaik pun kocar-kacir”.
Kesukaan Pelatih Kepala merekrut pemain bintang dari luar secara langsung membuat beberapa pemain lokal yang mengawali karir dari akademi klub terancam tidak mendapat tempat atau kehilangan posisi dalam tim. Membuat regenerasi tidak berjalan dengan baik bahkan bisa mematahkan semangat untuk meniti karir dengan baik. Klub tidak memberikan perhatian dan kesempatan bermain yang cukup.
Hal ini pernah terjadi pada Inter Milan musim 2013-2014 dimana hampir 90% skuadnya berasal dari pemain asing dan bertolak belakang dengan Barcelona yang mencapai kejayaannya ketika mereka memiliki trio maut, Xavi, Andres Iniesta, Lionel Messi, yang berasal dari produk lokal.
Memang tidak ada larangan mentransfer pemain dari luar tetapi ada yang beda antara pemain asing dengan para pemain lokal. Para pemain lokal biasanya memiliki militansi dalam merebut dan mempertahankan kemenangan, demi diri dan daerahnya untuk yang terbaik. Makanya transfer pemain harus dilakukan dengan hati-hati agar klub mampu berprestasi dan regenerasi berjalan dengan baik.

Catatan: Siapa saja berhak bicara tentang bola, termasuk para penonton karena penonton juga dianggap pemain dan kadang sangat dibutuhkan untuk mempengaruhi jalannya pertandingan.

#setelahnontonfinalAFF

No comments:

Post a Comment