BAB
VI DISKRESI
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 22
(1)
Diskresi hanya
dapat
dilakukan oleh
Pejabat
Pemerintahan
yang berwenang.
(2) Setiap penggunaan Diskresi
Pejabat Pemerintahan bertujuan untuk:
a. melancarkan penyelenggaraan
pemerintahan;
b.
mengisi
kekosongan hukum;
c. memberikan kepastian hukum; dan
d. mengatasi
stagnasi pemerintahan dalam keadaan tertentu guna kemanfaatan dan kepentingan umum.
Bagian Kedua
Lingkup Diskresi
Pasal 23
Diskresi Pejabat Pemerintahan
meliputi:
a. pengambilan Keputusan dan/atau Tindakan
berdasarkan ketentuan
peraturan perundang- undangan yang memberikan suatu
pilihan Keputusan dan/atau Tindakan;
b. pengambilan . . .
- 24 -
b. pengambilan
Keputusan dan/atau Tindakan
karena peraturan perundang-undangan tidak
mengatur;
c. pengambilan Keputusan dan/atau Tindakan
karena peraturan perundang-undangan tidak
lengkap atau tidak jelas; dan
d. pengambilan Keputusan dan/atau Tindakan
karena adanya stagnasi pemerintahan guna kepentingan yang lebih luas.
Bagian Ketiga
Persyaratan Diskresi
Pasal 24
Pejabat Pemerintahan yang
menggunakan Diskresi harus memenuhi syarat:
a. sesuai
dengan
tujuan
Diskresi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22
ayat (2);
b. tidak bertentangan dengan ketentuan
peraturan
perundang-undangan;
c. sesuai dengan AUPB;
d. berdasarkan alasan-alasan yang
objektif;
e. tidak
menimbulkan Konflik Kepentingan; dan f.
dilakukan dengan iktikad baik.
Pasal 25
(1) Penggunaan Diskresi
yang berpotensi mengubah alokasi anggaran
wajib
memperoleh persetujuan dari Atasan Pejabat sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Persetujuan . . .
- 25 -
(2) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan apabila
penggunaan Diskresi berdasarkan ketentuan
Pasal 23 huruf a, huruf b,
dan huruf
c
serta menimbulkan akibat
hukum
yang berpotensi membebani keuangan negara.
(3) Dalam hal
penggunaan Diskresi menimbulkan keresahan masyarakat, keadaan darurat, mendesak dan/atau terjadi
bencana alam, Pejabat Pemerintahan wajib memberitahukan kepada Atasan Pejabat sebelum penggunaan Diskresi dan
melaporkan kepada Atasan
Pejabat setelah penggunaan Diskresi.
(4) Pemberitahuan sebelum penggunaan Diskresi sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) dilakukan apabila penggunaan Diskresi berdasarkan ketentuan dalam Pasal 23 huruf d yang berpotensi
menimbulkan
keresahan masyarakat.
(5)
|
Pelaporan setelah
|
penggunaan Diskresi
|
|
sebagaimana dimaksud apabila penggunaan ketentuan dalam
Pasal
|
pada ayat (3) dilakukan
Diskresi berdasarkan
23 huruf d yang
terjadi
|
dalam keadaan darurat, keadaan
mendesak,
dan/atau
terjadi bencana alam.
Bagian Keempat
Prosedur Penggunaan Diskresi
Pasal 26
(1) Pejabat yang menggunakan Diskresi
sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 25 ayat (1) dan
ayat
(2)
wajib menguraikan maksud,
tujuan,
substansi, serta dampak administrasi dan keuangan.
(2) Pejabat . . .
- 26 -
(2) Pejabat yang menggunakan Diskresi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
wajib
menyampaikan permohonan persetujuan
secara tertulis kepada Atasan Pejabat.
(3) Dalam waktu 5 (lima)
hari
kerja
setelah
berkas
permohonan diterima, Atasan Pejabat
menetapkan persetujuan,
petunjuk perbaikan, atau penolakan.
(4) Apabila Atasan
Pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat (3) melakukan penolakan, Atasan Pejabat tersebut harus
memberikan alasan
penolakan secara tertulis.
Pasal 27
(1) Pejabat yang menggunakan Diskresi
sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 25
ayat
(3) dan
ayat
(4)
wajib menguraikan maksud, tujuan, substansi, dan dampak administrasi yang berpotensi mengubah pembebanan keuangan negara.
(2) Pejabat yang menggunakan
Diskresi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
wajib
menyampaikan
pemberitahuan secara lisan atau tertulis kepada Atasan Pejabat.
(3) Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan paling lama 5 (lima)
hari kerja sebelum penggunaan Diskresi.
Pasal 28
(1) Pejabat yang menggunakan Diskresi
sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 25
ayat
(3) dan
ayat
(5)
wajib menguraikan maksud, tujuan, substansi, dan dampak yang ditimbulkan.
(2) Pejabat . . .
- 27 -
(2) Pejabat yang menggunakan
Diskresi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
wajib
menyampaikan laporan secara tertulis kepada Atasan
Pejabat setelah penggunaan Diskresi.
(3) Pelaporan sebagaimana
dimaksud
pada ayat (2) disampaikan paling lama 5 (lima) hari
kerja terhitung sejak penggunaan
Diskresi.
Pasal 29
Pejabat yang menggunakan Diskresi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26, Pasal 27, dan
Pasal 28 dikecualikan dari
ketentuan memberitahukan kepada Warga Masyarakat sebagaimana dimaksud dalam
Pasal
7 ayat (2) huruf g.
Bagian Kelima
Akibat Hukum Diskresi
Pasal 30
(1) Penggunaan Diskresi dikategorikan melampaui
Wewenang
apabila:
a. bertindak
melampaui batas waktu
berlakunya Wewenang yang
diberikan oleh ketentuan peraturan
perundang-undangan;
b. bertindak melampaui batas wilayah
berlakunya Wewenang yang diberikan oleh
ketentuan peraturan perundang-undangan; dan/atau
c. tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 26, Pasal 27, dan Pasal 28.
(2) Akibat
hukum
dari
penggunaan Diskresi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi tidak
sah.
Pasal 31 . . .
- 28 - Pasal 31
(1) Penggunaan Diskresi dikategorikan mencampuradukkan Wewenang
apabila:
a. menggunakan Diskresi
tidak
sesuai
dengan
tujuan Wewenang yang diberikan;
b. tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 26, Pasal 27, dan Pasal 28; dan/atau
c.
bertentangan
dengan AUPB.
(2) Akibat hukum
dari
penggunaan Diskresi sebagaimana dimaksud pada
ayat
(1)
dapat dibatalkan.
Pasal 32
(1) Penggunaan
Diskresi dikategorikan sebagai
tindakan sewenang-wenang apabila dikeluarkan oleh pejabat
yang tidak berwenang.
(2) Akibat
hukum
dari
penggunaan Diskresi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi tidak sah.
BAB VII
PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI PEMERINTAHAN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 33
(1) Keputusan dan/atau Tindakan yang ditetapkan dan/atau dilakukan oleh Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang berwenang bersifat mengikat dalam penyelenggaraan
pemerintahan.
(2) Keputusan . . .
- 29 -
(2) Keputusan dan/atau
Tindakan yang ditetapkan dan/atau dilakukan oleh Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang berwenang tetap berlaku hingga berakhir atau dicabutnya
Keputusan atau dihentikannya Tindakan oleh
Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang
berwenang.
(3) Pencabutan Keputusan
atau penghentian Tindakan sebagaimana dimaksud
pada
ayat
(2)
wajib dilakukan oleh:
a. Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan
yang
mengeluarkan Keputusan dan/atau Tindakan;
atau
b. Atasan Badan
dan/atau
Atasan
Pejabat
yang
mengeluarkan Keputusan dan/atau Tindakan apabila pada tahap
penyelesaian Upaya Administratif.
Bagian Kedua
Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan
Pasal 34
(1) Badan dan/atau Pejabat
Pemerintahan yang berwenang menetapkan
dan/atau melakukan Keputusan dan/atau Tindakan terdiri atas:
a. Badan dan/atau
Pejabat Pemerintahan dalam
wilayah hukum tempat penyelenggaran
pemerintahan terjadi; atau
b. Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan dalam wilayah hukum tempat
seorang individu atau sebuah organisasi berbadan
hukum melakukan aktivitasnya.
(2) Apabila . . .
- 30 -
(2) Apabila Pejabat Pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berhalangan menjalankan tugasnya, maka Atasan Pejabat yang bersangkutan dapat menunjuk Pejabat
Pemerintahan yang memenuhi persyaratan untuk bertindak sebagai pelaksana harian atau
pelaksana tugas.
(3) Pelaksana harian atau
pelaksana tugas sebagaimana dimaksud pada
ayat
(2) melaksanakan tugas serta
menetapkan
dan/atau melakukan Keputusan dan/atau
Tindakan rutin yang menjadi Wewenang
jabatannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4) Penyelenggaraan
pemerintahan
yang
melibatkan
Kewenangan lintas Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan dilaksanakan melalui
kerja
sama antar-Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang terlibat, kecuali ditentukan lain
dalam ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Bagian Ketiga
Bantuan Kedinasan
Pasal 35
(1) Badan dan/atau Pejabat
Pemerintahan dapat memberikan Bantuan Kedinasan kepada Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang
meminta dengan syarat:
a. Keputusan dan/atau Tindakan tidak dapat dilaksanakan sendiri oleh
Badan
dan/atau Pejabat Pemerintahan yang
meminta bantuan;
b. penyelenggaraan . . .
- 31 -
b. penyelenggaraan pemerintahan tidak
dapat
dilaksanakan sendiri oleh
Badan
dan/atau Pejabat Pemerintahan karena kurangnya tenaga dan fasilitas yang
dimiliki oleh Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan;
c. dalam hal
melaksanakan penyelenggaraan pemerintahan, Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan tidak
memiliki pengetahuan dan kemampuan untuk melaksanakannya sendiri;
d. apabila
untuk
menetapkan Keputusan dan
melakukan kegiatan pelayanan publik, Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan
membutuhkan surat keterangan dan berbagai dokumen yang diperlukan dari Badan dan/atau
Pejabat Pemerintahan lainnya; dan/atau
e. jika penyelenggaraan pemerintahan hanya dapat dilaksanakan dengan biaya, peralatan, dan fasilitas yang besar
dan
tidak
mampu
ditanggung sendiri oleh
Badan
dan/atau Pejabat Pemerintahan tersebut.
(2) Dalam hal
pelaksanaan Bantuan Kedinasan menimbulkan biaya, maka beban
yang ditimbulkan ditetapkan bersama secara wajar
oleh penerima dan pemberi
bantuan
dan
tidak
menimbulkan
pembiayaan ganda.
Pasal 36
(1) Badan dan/atau Pejabat
Pemerintahan dapat menolak memberikan Bantuan
Kedinasan apabila:
a. mempengaruhi kinerja Badan dan/atau
Pejabat
Pemerintahan
pemberi bantuan;
b. surat keterangan dan dokumen yang diperlukan
sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang- undangan bersifat rahasia;
atau
c. ketentuan . . .
- 32 -
c. ketentuan
peraturan perundang-undangan tidak memperbolehkan pemberian bantuan.
(2) Badan dan/atau Pejabat
Pemerintahan yang menolak untuk memberikan
Bantuan Kedinasan kepada Badan dan/atau
Pejabat
Pemerintahan sebagaimana dimaksud
pada
ayat
(1)
harus memberikan alasan penolakan
secara tertulis.
(3) Jika suatu Bantuan
Kedinasan
yang
diperlukan
dalam keadaan darurat, maka
Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan wajib memberikan Bantuan
Kedinasan.
Pasal 37
Tanggung
|
jawab
|
terhadap Keputusan
|
dan/atau
|
Tindakan
|
dalam
|
Bantuan Kedinasan
|
dibebankan
|
kepada Badan dan/atau Pejabat
Pemerintahan yang
membutuhkan Bantuan Kedinasan, kecuali ditentukan lain berdasarkan ketentuan peraturan perundang- undangan dan/atau kesepakatan tertulis
kedua belah pihak.
Bagian Keempat
Keputusan Berbentuk Elektronis
Pasal 38
(1) Pejabat
dan/atau Badan
Pemerintahan dapat
membuat Keputusan Berbentuk Elektronis.
(2) Keputusan
Berbentuk Elektronis wajib dibuat atau disampaikan apabila Keputusan tidak
dibuat atau tidak disampaikan secara tertulis.
(3) Keputusan . . .
- 33 -
(3) Keputusan
Berbentuk Elektronis berkekuatan
hukum sama dengan Keputusan
yang tertulis dan berlaku
sejak diterimanya Keputusan tersebut
oleh pihak yang bersangkutan.
(4) Jika Keputusan dalam
bentuk
tertulis tidak disampaikan, maka yang
berlaku adalah Keputusan dalam bentuk elektronis.
(5) Dalam hal terdapat
perbedaan antara Keputusan dalam bentuk elektronis dan Keputusan
dalam bentuk tertulis, yang berlaku
adalah Keputusan dalam bentuk tertulis.
(6) Keputusan yang
mengakibatkan pembebanan keuangan negara wajib dibuat
dalam
bentuk tertulis.
Bagian Kelima
Izin, Dispensasi, dan Konsesi
Pasal 39
(1) Pejabat
Pemerintahan yang
berwenang dapat menerbitkan Izin,
Dispensasi, dan/atau Konsesi dengan
berpedoman pada AUPB dan berdasarkan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Keputusan
Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan berbentuk Izin apabila:
a. diterbitkan
persetujuan sebelum kegiatan dilaksanakan; dan
b. kegiatan yang
akan
dilaksanakan
merupakan
kegiatan yang memerlukan perhatian khusus dan/atau memenuhi ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(3) Keputusan . . .
- 34 -
(3) Keputusan
Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan berbentuk Dispensasi
apabila:
a. diterbitkan
persetujuan sebelum kegiatan dilaksanakan; dan
b. kegiatan yang akan dilaksanakan merupakan kegiatan
pengecualian terhadap suatu larangan atau perintah.
(4) Keputusan
Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan berbentuk Konsesi apabila:
a. diterbitkan
persetujuan sebelum kegiatan dilaksanakan;
b. persetujuan
diperoleh berdasarkan kesepakatan Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan dengan pihak Badan
Usaha Milik Negara, Badan Usaha
Milik Daerah, dan/atau swasta; dan
c. kegiatan yang akan dilaksanakan merupakan kegiatan yang
memerlukan perhatian khusus.
(5) Izin, Dispensasi, atau Konsesi
yang diajukan oleh pemohon wajib diberikan persetujuan atau penolakan oleh Badan dan/atau Pejabat
Pemerintahan paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak diterimanya permohonan, kecuali ditentukan
lain dalam ketentuan peraturan perundang-
undangan.
(6) Izin, Dispensasi, atau
Konsesi tidak
boleh menyebabkan kerugian negara.
No comments:
Post a Comment