Setelah sekian tahun menguasai Republik Indonesia ini,
ada rasa was-was dihatiku. Saya begitu lama jadi orang nomor satu, 5 kali
dipilih jadi Presiden! Separo dari usia kemerdekaan Indonesia berada dalam
genggamanku! Hebat atau keterlaluan ya.
Sekarang setelah sekian banyak yang saya bangun hingga
saya dijuluki Bapak Pembangunan, masih saja ada rakyat Indonesia yang mencibir
saya ketika saya berpidato!
Andai Indonesia ini tetap ditangan Bung Karno pada
tahun 70-an atau di tangan Bung Hatta atau Nasution atau di tangan Sumitro atau
ditangan Ali Sadikin, apakah Indonesia akan seperti ini? Apakah Indonesia yang
kita cintai ini akan lebih baik dari keadaan sekarang?
Ah, mungkin rakyat sudah bosan atau bahkan muak
kepadaku karena terlalu lama jadi Kepala Negar, mungkin ya…, iya seharusnya
saya nggak jadi Presiden lagi ketika Pemilu 1982, seharusnya saya menolak
ketika dicalonkan pada Pemilu 1987, seyogyanya saya minta pensiun jadi Presiden
ketika Pemilu tahun 1992!.
Seharusnya hari ini saya bisa menikmati masa tua
dengan canda cucu-cucu dan cicit-cicitku. Hari ini harusnya saya Cuma menonton
pertarungan ekonomi dan persaingan politik anak-anak saya dengan para
pesaingnya. Harusnya saya nggak ikut campur lagi urusan keduniawian.
Oh My God, kelewat banyak yang melintas dibenakku.
Tuhan, saya ingin mati sebagai seorang manusia biasa, saya tidak ingin kematian
saya merupakan kehidupan bagi rakyat Indonesia. Saya ndak ingin rakyat
bersyukur atas kematian saya, saya ingin setelah kematian saya tidak terjadi
kekacauan dan pertumpahan darah di negeriku ini. Amin!
Aur Atas – Bukittinggi, 31 Mei 1995
Dari kumpulan tulisan Kamaruddin dalam Buku : Bang
Komar – Prediksi, Khayalan, Pikiran dan Doa-doa.
|
No comments:
Post a Comment