Suatu hari seorang teman berkata,
“ buat apa waang memikirkan Negara ini, toh sudah ada pemerintah”. Teman itu
tidak berpanjang lebar karena BK langsung menunjukkan wajah ketidaksetujuan
akan pertanyaannya dan pernyataannya itu. Dia diam dan menunggu balasan dari
BK, entah dia menyukai setiap BK bercerita tentang Negara atau karena sikap
kritis dan oposan yang BK miliki… atau dia hanya sengaja memancing pembicaraan
karena tidak ada kerjaan lain.
Dan disatu kesempatan lain, BK
diberi gelar Pemikir Negara oleh seorang teman yang lain,… entah hanya sebagai
gurau atau memang serius karena BK mampu memberikan alas an-alasan yang tepat
atas pertanyaan-pertanyaannya. Kalau tidak kita-kita ini, siapa lagi yang akan
memikirkan Negara? Pejabat?... mereka hanya berpikir bagaimana cara mamatah
uang proyek, uang bantuan luar negeri, uang i-de-te, uang kesra dan lain-lain.
Pokoknya uang yang bukan milik mereka, padahal gaji mereka sudah besar lho.
Terus… kalau kita berhenti
memikirkan Negara ini satu jam saja sehari (di luar waktu tidur) maka akan
tertundalah kemajuan bangsa ini selama 10 tahun! Selama ini yang terjadi
seperti itu, Indonesia belum jugha menjadi Negara maju karena tidak ada yang
memikirkannya, para petinggi Negara hanya m,ikir tentang posisi dan fasilitas,
mahasiswa hanya mikir tentang intern kampus, dstnya, dstnya. Begitulah BK kalau
bercerita soal Negara…. Tujuh hari tujuh malam ndak habis-habisnya.
Hari ini, kamis 7 Desember 1995
BK kembali merenung dan berpikir tentang Bangsa dan Negara Indonesia Indonesia
ini. Seperti apa Indonesia nanti?
Saat ini BK berani keluarkan statemen…
telah terjadi monopoli kekuasaan! Di setiap sisi kehidupan, apakah itu politik,
ekonomi, social, pendidikan, keamanan maupun agama telah direngkuh ke dalam
satu tangan pemegang kekuasaan, tangan Soeharto!
Setiap orang yang berada pada
aspek kehidupan di atas tidak bisa berbuat sesua dengan apa yang diinginkannya.
Bahkan untuk berbicara pun seseorang itu harus hati-hati, jangan sampai
nyeleneh atau salah omong. Segalanya tergantung pada restu dan petunjuk dari
atas. Dan setiap orang yang mencoba untuk membuat sesuatu hanya berdasarkan ide
dan kemauan sendiri atau menolak petunjuk dari atas atau tidak mengantongi
restu, maka dia akan tersingkir, diberhentikan, dipercepat pensiunnya,
didubeskan, dicekal, direcall atau dijemput malam. Padiah memang, untuk bicara
saja kita dibatasi.
Memang tidak aturan yang melarang
untuk berbicara, berserikat dan berkumpul. Bahkan sebaliknya, untuk demonstrasi
pun boleh… tetapi ada tetapinya lho,… harus sesuai dengan peraturan yang
berlaku. Tiga kata terakhir ini yang membuat kita-kita jadi bingung.. aturan
yang mana lagi, nggak jelas.
Kita dibolehkan bicara tetapi
kalau bicara tentang political decay kita dijaring pasal subversif. Bikin
organisasi boleh tetapi kalau bikin organisasi yang nggak dukung pemerintah
izinnya nggak keluar. Berkumpul boleh tetapi kalau ngumpul untuk membahas
kecurangan-kecuarang pemilu, kita dibubarkan. Demontrasi boleh tetapi kalau
demo soal monopoli kekuasaan kita disemprot dengan gas air mata.
Lantas? Apa iya kita setiap
bicara hanya meneriakkan kata-kata… setuju! Mendukung! Apa iya setiap demo
topiknya hanya soal kriminalitas melulu, BK sedih kalau melihat Mahasiswa demo
soal masalah intern di Kampus.
Mestinya bagaimana? Mbok ya
dibikin aturan yang jelas dan tegas. Boleh bicara tetapi mempertanyakan dan
mengkritik dilarang. Boleh berkumpul tetapi hanya untuk makan bersama, diskusi
soal pembusukan politik diancam dengan hukuman penjara. Boleh demontrasi tetapi
demo untuk mengutuk monopolim kekuasaan
akan ditembaki. Nah kalau
aturannya kaya’ gitu kan jelas. Keamanan pun
bisa bertindak tegas, yang ini boleh, yang itu tidak, begini boleh
begitu tidak….. jelas ada batasan-batasannya. Itu usul dari BK.
Aur Atas, Bukittinggi – Sumatera
Barat, 7 Desember 1995.
Dari
kumpulan tulisan Kamaruddin
dalam Buku : Bang Komar – Prediksi,
Khayalan, Pikiran dan Doa-doa
No comments:
Post a Comment