Tuesday, October 9, 2012

Monopoli Kekuasaan


Suatu hari seorang teman berkata, “ buat apa waang memikirkan Negara ini, toh sudah ada pemerintah”. Teman itu tidak berpanjang lebar karena BK langsung menunjukkan wajah ketidaksetujuan akan pertanyaannya dan pernyataannya itu. Dia diam dan menunggu balasan dari BK, entah dia menyukai setiap BK bercerita tentang Negara atau karena sikap kritis dan oposan yang BK miliki… atau dia hanya sengaja memancing pembicaraan karena tidak ada kerjaan lain.
Dan disatu kesempatan lain, BK diberi gelar Pemikir Negara oleh seorang teman yang lain,… entah hanya sebagai gurau atau memang serius karena BK mampu memberikan alas an-alasan yang tepat atas pertanyaan-pertanyaannya. Kalau tidak kita-kita ini, siapa lagi yang akan memikirkan Negara? Pejabat?... mereka hanya berpikir bagaimana cara mamatah uang proyek, uang bantuan luar negeri, uang i-de-te, uang kesra dan lain-lain. Pokoknya uang yang bukan milik mereka, padahal gaji mereka sudah besar lho.
Terus… kalau kita berhenti memikirkan Negara ini satu jam saja sehari (di luar waktu tidur) maka akan tertundalah kemajuan bangsa ini selama 10 tahun! Selama ini yang terjadi seperti itu, Indonesia belum jugha menjadi Negara maju karena tidak ada yang memikirkannya, para petinggi Negara hanya m,ikir tentang posisi dan fasilitas, mahasiswa hanya mikir tentang intern kampus, dstnya, dstnya. Begitulah BK kalau bercerita soal Negara…. Tujuh hari tujuh malam ndak habis-habisnya.
Hari ini, kamis 7 Desember 1995 BK kembali merenung dan berpikir tentang Bangsa dan Negara Indonesia Indonesia ini. Seperti apa Indonesia nanti?
Saat ini BK berani keluarkan statemen… telah terjadi monopoli kekuasaan! Di setiap sisi kehidupan, apakah itu politik, ekonomi, social, pendidikan, keamanan maupun agama telah direngkuh ke dalam satu tangan pemegang kekuasaan, tangan Soeharto!
Setiap orang yang berada pada aspek kehidupan di atas tidak bisa berbuat sesua dengan apa yang diinginkannya. Bahkan untuk berbicara pun seseorang itu harus hati-hati, jangan sampai nyeleneh atau salah omong. Segalanya tergantung pada restu dan petunjuk dari atas. Dan setiap orang yang mencoba untuk membuat sesuatu hanya berdasarkan ide dan kemauan sendiri atau menolak petunjuk dari atas atau tidak mengantongi restu, maka dia akan tersingkir, diberhentikan, dipercepat pensiunnya, didubeskan, dicekal, direcall atau dijemput malam. Padiah memang, untuk bicara saja kita dibatasi.
Memang tidak aturan yang melarang untuk berbicara, berserikat dan berkumpul. Bahkan sebaliknya, untuk demonstrasi pun boleh… tetapi ada tetapinya lho,… harus sesuai dengan peraturan yang berlaku. Tiga kata terakhir ini yang membuat kita-kita jadi bingung.. aturan yang mana lagi, nggak jelas. 
Kita dibolehkan bicara tetapi kalau bicara tentang political decay kita dijaring pasal subversif. Bikin organisasi boleh tetapi kalau bikin organisasi yang nggak dukung pemerintah izinnya nggak keluar. Berkumpul boleh tetapi kalau ngumpul untuk membahas kecurangan-kecuarang pemilu, kita dibubarkan. Demontrasi boleh tetapi kalau demo soal monopoli kekuasaan kita disemprot dengan gas air mata.
Lantas? Apa iya kita setiap bicara hanya meneriakkan kata-kata… setuju! Mendukung! Apa iya setiap demo topiknya hanya soal kriminalitas melulu, BK sedih kalau melihat Mahasiswa demo soal masalah intern di Kampus.
Mestinya bagaimana? Mbok ya dibikin aturan yang jelas dan tegas. Boleh bicara tetapi mempertanyakan dan mengkritik dilarang. Boleh berkumpul tetapi hanya untuk makan bersama, diskusi soal pembusukan politik diancam dengan hukuman penjara. Boleh demontrasi tetapi demo untuk mengutuk monopolim kekuasaan  akan ditembaki.  Nah kalau aturannya kaya’ gitu kan jelas. Keamanan pun  bisa bertindak tegas, yang ini boleh, yang itu tidak, begini boleh begitu tidak….. jelas ada batasan-batasannya. Itu usul dari BK.

Aur Atas, Bukittinggi – Sumatera Barat, 7 Desember 1995.

Dari kumpulan tulisan Kamaruddin
 dalam Buku : Bang Komar – Prediksi,
Khayalan, Pikiran dan Doa-doa

No comments:

Post a Comment