Karena APBD pada hakekatnya merupakan
alat untuk mewujudkan kesejahteraan seluruh rakyat, oleh karena itu dalam
setiap proses penyusunan dan penetapannya, rakyat berhak untuk terlibat ikut
campur agar tercipta anggaran sebagai manifestasi dari prinsip-prinsip
kedaulatan rakyat dan keadilan sosial.
Hingga saat ini masih banyak diantara
kita yang salah dalam memahami APBD, indikasinya adalah kesadaran kita sebagai
rakyat akan haknya atas anggaran masih sangat rendah, kita menganggap APBD
sebagai wewenangnya DPRD dengan Pemda. Di sisi lain kesadaran Pemda dan DPRD akan kewajibannya atas anggaran juga
sangat rendah yang menganggap APBD hanya untuk Kepala Daerah dan Aparatur Pemda
serta para Anggota DPRD. Kontrol terhadap anggaran pun belum berjalan dengan
baik, APBD dianggap sebagai Dokumen Rahasia Negara sehingga pembahasannya pun
dilakukan secara rahasia, dilakukan secara tertutup dengan hanya melibatkan
“segelintir orang” di hotel-hotel berbintang.
Mungkin karena pengaruh “kemewahan
hotel” struktur dan bentuk APBD yang berjalan selama ini lebih memakmurkan
Pejabat/Pegawai Pemda dari pada pro kesejahteraan rakyat. Sebanyak 60% dari
Uang APBD dipergunakan untuk belanja pegawai dan hanya 40% untuk belanja
publik. Uang Rakyat tersebut lebih banyak dihabiskan untuk perjalanan dinas,
pembelian mobil dinas, biaya makan minum, honorarium dan tunjangan daerah, alat
tulis kantor serta ongkos kegiatan rapat dan Diklat yang dilaksanakan di
Hotel-hotel berbintang.
Ketika para Kepala Daerah Gubernur:
Bupati/Walikota atau anggota Legislatif dan Pengurus Parpol, masih mengatakan
akan selalu memperjuangkan program-program yang prorakyat, mengatasi
pengangguran, menuntaskan kemiskinan, pendidikan gratis atau akan
mensejahterakan rakyat, sementara anggaran untuk itu sangat kecil. Itu pantas
kita tanyakan, bagaimana caranya?
Biaya rapat di Hotel Berbintang jelas
sangat besar, di samping itu bisa disebut pemborosan karena setiap Pemda telah
mempunyai gedung kantor yang dilengkapi dengan fasilitas tempat rapat.
Dan yang patut kita renungkan, jika rapat penyusunan APBD dilakukan di Hotel Berbintang apakah mungkin dokumen penting tersebut bisa merepresentasikan kebutuhan dan aspirasi rakyat. Atau, ketika para panitia anggaran tersebut dimanjakan dengan suasana kemewahan, masih sempatkah mereka memikirkan rakyat miskin yang hidup di gubuk berlantaikan tanah?.
Dan yang patut kita renungkan, jika rapat penyusunan APBD dilakukan di Hotel Berbintang apakah mungkin dokumen penting tersebut bisa merepresentasikan kebutuhan dan aspirasi rakyat. Atau, ketika para panitia anggaran tersebut dimanjakan dengan suasana kemewahan, masih sempatkah mereka memikirkan rakyat miskin yang hidup di gubuk berlantaikan tanah?.
No comments:
Post a Comment