Pengantar: Tahun 2003 menjelang Pemilihan Gubernur Riau
berkembang isu mengenai “primmodialisme ekstrim” dimana bukan hanya Gubernurnya
saja yang harus orang Melayu Asli tetapi Isterinya juga. Menurut beberapa
kalangan isu itu muncul/dimunculkan untuk menghambat Saleh Jasit untuk terpilih
keduakalinya. Sekarang di Riau juga sedang siap-siap memilih Gubernur… entah
apa isu yang berkembang. Berikut catatan BK pada tahun 2003.
“Dicari, anak jati
Melayu, ciri-ciri: Lahir di Riau, bapak sama mak kandung orang Melayu, bisa
cakap Melayu, punya istri padusi Melayu”, Adanya Rekomendasi Mubes I Forum Komunikasi Pemuka
Masyarakat Riau (Mubes I FKPMR) tanggal 27 Maret 2003 yang berbunyi, “Gubernur Riau/Wagubri adalah putra daerah
Melayu Riau dan juga mempunyai Istri putri Melayu Riau pula” sungguh suatu
langkah mundur dalam demokrasi. Karena jabatan Gubernur/Wagub adalah jabatan
politis dan setiap warga negara berhak untuk memilih dan dipilih dalam hal
tersebut. Hak untuk memilih dan dipilih
adalah Hak Perdata Universal tanpa melihat asal-usulnya, jenis kelamin, almamater, suku dan lain-lain.
Dan biasanya seseorang akan sulit menjadi pemimpin tanpa melalui sistem dan
mekanisme demokratis, tanpa bakat dan kemampuan, tanpa memiliki visi dan
wawasan, tanpa dukungan dari masyarakat (partai politik) yang memenangkan
pemilu.
Kebanggaan terhadap suku memang juga penting untuk
memunculkan dan menampakkan karakter. Orang Melayu (Riau) adalah Pemeluk Islam
yang taat, memikirkan dunia akhirat, berbudaya penuh sopan santun, bersikap
open dan bertelinga tipis/malu akan sindiran. Ketika niat baik Walikota
Pekanbaru untuk menutup tempat perjudian digagalkan oleh PTUN, maka Orang
Melayu sangat marah! Adalah bukti betapa antipatinya Orang Melayu terhadap
kegiatan maksiat.
Atau tentang Orang Minang yang membanggakan adatnya basandi
sara’, sara’ basandi kitabullah, yang sangat pandai bergaul sehingga bisa
merantau dan hidup membaur dengan suku-suku lain dipenjuru dunia, atau tentang
suku-suku lainnya.
Mestinya yang dikedepankan dalam Cagubri 2003-2008 mendatang
adalah The Best Chief yang mampu mengangkat harkat dan martabat warga Riau, dan
mampu mengatasi 1001 persoalan yang membelit Riau. Mestinya bukan “orang
mana-nya” yang dijadikan persoalan penting dalam menentukan Gubernur/Wagub
melainkan orang yang mampu mengatasi persoalan yang kita hadapi dari hari ke
hari di Riau yang pada ujungnya menyangkut usus atau isi perut rakyat yang
kosong.
Propinsi Riau sebagaimana dimuat Harian Riau Pos pada Liputan
Khusus Ahad 16/02/03 merupakan Pasar Ekonomi dan Ladang Berburu Rupiah dan
merupakan daerah tujuan para investor. Jika didaerah lain ladangnya adalah
palawija maka di sini adalah ladang minyak! Baik ladang minyak bumi maupun
ladang minyak sawit!. Belasan Triliyun Rupiah uang beredar dan bermacam potensi
bisnis lainnya juga diiringi dengan banyak persoalan yang akan menjadi bom
waktu yang siap meledak di Riau. Persoalan keamanan, buruh, penyakit masyarakat,
judi, narkoba, pelacuran & pekerja seks, pornografi, pencemaran/limbah,
bobroknya mental dan disiplin aparat pemerintah, korupsi dan praktek nepotisme,
arus pengungsi dari Daerah dan Negara tetangga merupakan tugas tidak enaknya
jadi Gubri disamping anggaran dan fasilitas wah yang diberikan.
Bila diurai satu persatu persoalan tersebut nyata sekali
dihadapan kita; pertama keamanan, hampir setiap hari kita disuguhi berita
mengenai perampasan, penodongan, perampokan, pencopetan, perkosaan, penipuan
dan peristiwa kriminal lainnya. Seakan penjahat tidak pernah jera dan tidak
habis-habisnya walaupun sudah di-dor dan dipenjara. Kedua masalah narkoba, Riau
tidak lagi kawasan perlintasan Narkoba tetapi telah menjadi pasar potensial
perdagangan barang haram tersebut. Bukan hanya preman saja yang jadi konsumen
tetapi telah merambah para wakil rakyat dan pejabat eksekutif. Ketiga masalah
perjudian dan pelacuran; perjudian seperti permainan bola ketangkasan, kupon
putih secara kasat mata dapat kita temui di setiap sudut daerah, baik ditengah
kota maupun disudut-sudut kampung. Pelacuran; pemberian izin lokalisasi dengan
alasan agar tidak berkeliaran di tengah kota adalah alasan yang lucu karena
perbuatan tersebut adalah jelas-jelas maksiat dan sangat jauh dari budaya orang
melayu. Keempat masalah buruh, banyaknya kawasan industri yang sekaligus
menimbulkan masalah yang komplek dan kait-berkait yang pada umumnya disebabkan
upah yang berada dibawah kebutuhan hidup minimum. Di Propinsi yang kaya raya
UMPnya tidak lebih dari Rp.500 Ribu. Kelima masalah pencemaran
lingkungan/limbah; hampir semua perusahaan yang ada merupakan penyumbang limbah
yang menghancurkan ekosistim lingkungan sungai dan hutan yang akhirnya
menghancurkan ekonomi masyarakat yang
menggantungkan hidup pada lingkungan sungai dan hutan tersebut. Begitu pula
dengan masalah penebangan hutan yang menimbulkan masalah asap dimusim panas dan
banjir dimusim hujan. Keenam masalah Mental dan disiplin Aparat Pemerintahan;
banyak sekali terjadi praktek manipulasi yang mengabaikan sistem kerja aparat
yang benar, menerima suap yang dianggap pemberian, meminta fasilitas dengan
alasan macam-macam tanpa diiringi kualitas kerja yang baik.
Jadi, memilih Gubri mendatang tidak sekedar Putra Melayu Riau
yang beristrikan Putri Melayu Riau melainkan orang yang mampu dan yang siap
bersedia untuk bekerja 24 Jam sehari, 7 hari seminggu, 30 hari sebulan, 12
bulan setahun, bahkan 5 tahun dalam masa jabatan 2003-2008. Jangan memilih
orang yang menganggap 5 tahun jadi Gubri adalah kesempatan emas dan sangat
enak, karena berhak atas anggaran milyaran rupiah yang berisi tunjangan
pakaian, kesehatan bahkan setiap berkunjung ke daerah akan disambut bak raja.
Gubri mendatang adalah orang yang mampu memberikan rasa aman
dan nyaman bagi rakyat Riau, aman tanpa takut kecopetan ketika naik oplet dan
jalan tidak macet karena aksi demonstrasi buruh atau mahasiswa. Nyaman ketika
tidak ada lagi lokasi perjudian atau pelacuran yang indentik dengan narkoba dan
kejahatan. Tidak ada lagi perang antara kelompok pemuda bahkan perang antara
aparat dengan aparat yang berawal dari tempat perjudian atau dari lokalisasi
pelacuran. Tidak ada lagi perang dan ketegangan antar etnis yang bersumber dari
ego kebesaran organisasi kesukuan.
Selanjutnya yang tak kalah penting, Gubernur itu harus mampu
bersikap seperti sikap Orang Melayu yang mampu mengetengahkan Melayu
ditengah-tengah Riau tidak sekedar menjadi orang pinggiran, Gubernur yang tidak
hanya sekedar berpakaian Melayu ketika hari jum’at. Gubernur yang mau memperhatikan
masyarakat Melayu Riau agar benar-benar menikmati warisan leluhurnya: sumber
daya alamnya, minyak bumi dan hasil hutannya. Gubernur yang tidak hanya
menghidupkan Melayu dengan corak bangunan kantor, berbalas pantun pada
acara-acara seremonial atau hanya sekedar membuat film dokumenter kebudayaan
Melayu pada kenyataannya tidak dibudayakan dan dilestarikan.
Karena FKPMR hanya memberikan
rekomendasi hendaknya dapat disikapi dengan arif bahwa rekomendasi tersebut lahir (mungkin)
karena kekawatiran akan munculnya slogan pesimistis Akan Hilang Melayu di Riau.
Rekomendasi tersebut sekaligus doa semoga Gubri mendatang memahami betul maksud
kalimat sakti “Tak akan Hilang Melayu di Bumi (Riau)” agar tetap sakti dan
abadi. Tidak terlalu penting apakah Gubri itu laki-laki atau perempuan, orang
Melayu Riau atau bukan, beristeri/bersuami Melayu atau tidak. Harapan dan do’a
tersebut tentunya terpulang kepada para pemilih yang menentukan siapa yang
berhak menjadi Gubernur/Wagubri nantinya, Amin.
Pekanbaru – Riau, 14 Juni 2003
Dari kumpulan tulisan
Kamaruddin
dalam Buku : Bang Komar –
Prediksi,
Khayalan, Pikiran dan
Doa-doa.
No comments:
Post a Comment