Monday, November 26, 2012

Wanted!, Gubernur dan Isteri Asli Melayu Riau.



Pengantar: Tahun 2003 menjelang Pemilihan Gubernur Riau berkembang isu mengenai “primmodialisme ekstrim” dimana bukan hanya Gubernurnya saja yang harus orang Melayu Asli tetapi Isterinya juga. Menurut beberapa kalangan isu itu muncul/dimunculkan untuk menghambat Saleh Jasit untuk terpilih keduakalinya. Sekarang di Riau juga sedang siap-siap memilih Gubernur… entah apa isu yang berkembang. Berikut catatan BK pada tahun 2003.

“Dicari, anak jati Melayu, ciri-ciri: Lahir di Riau, bapak sama mak kandung orang Melayu, bisa cakap Melayu, punya istri padusi Melayu”, Adanya Rekomendasi Mubes I Forum Komunikasi Pemuka Masyarakat Riau (Mubes I FKPMR) tanggal 27 Maret 2003 yang berbunyi, “Gubernur Riau/Wagubri adalah putra daerah Melayu Riau dan juga mempunyai Istri putri Melayu Riau pula” sungguh suatu langkah mundur dalam demokrasi. Karena jabatan Gubernur/Wagub adalah jabatan politis dan setiap warga negara berhak untuk memilih dan dipilih dalam hal tersebut.  Hak untuk memilih dan dipilih adalah Hak Perdata Universal tanpa melihat asal-usulnya,  jenis kelamin, almamater, suku dan lain-lain. Dan biasanya seseorang akan sulit menjadi pemimpin tanpa melalui sistem dan mekanisme demokratis, tanpa bakat dan kemampuan, tanpa memiliki visi dan wawasan, tanpa dukungan dari masyarakat (partai politik) yang memenangkan pemilu.
Kebanggaan terhadap suku memang juga penting untuk memunculkan dan menampakkan karakter. Orang Melayu (Riau) adalah Pemeluk Islam yang taat, memikirkan dunia akhirat, berbudaya penuh sopan santun, bersikap open dan bertelinga tipis/malu akan sindiran. Ketika niat baik Walikota Pekanbaru untuk menutup tempat perjudian digagalkan oleh PTUN, maka Orang Melayu sangat marah! Adalah bukti betapa antipatinya Orang Melayu terhadap kegiatan maksiat.
Atau tentang Orang Minang yang membanggakan adatnya basandi sara’, sara’ basandi kitabullah, yang sangat pandai bergaul sehingga bisa merantau dan hidup membaur dengan suku-suku lain dipenjuru dunia, atau tentang suku-suku lainnya.
Mestinya yang dikedepankan dalam Cagubri 2003-2008 mendatang adalah The Best Chief yang mampu mengangkat harkat dan martabat warga Riau, dan mampu mengatasi 1001 persoalan yang membelit Riau. Mestinya bukan “orang mana-nya” yang dijadikan persoalan penting dalam menentukan Gubernur/Wagub melainkan orang yang mampu mengatasi persoalan yang kita hadapi dari hari ke hari di Riau yang pada ujungnya menyangkut usus atau isi perut rakyat yang kosong.
Propinsi Riau sebagaimana dimuat Harian Riau Pos pada Liputan Khusus Ahad 16/02/03 merupakan Pasar Ekonomi dan Ladang Berburu Rupiah dan merupakan daerah tujuan para investor. Jika didaerah lain ladangnya adalah palawija maka di sini adalah ladang minyak! Baik ladang minyak bumi maupun ladang minyak sawit!. Belasan Triliyun Rupiah uang beredar dan bermacam potensi bisnis lainnya juga diiringi dengan banyak persoalan yang akan menjadi bom waktu yang siap meledak di Riau. Persoalan keamanan, buruh, penyakit masyarakat, judi, narkoba, pelacuran & pekerja seks, pornografi, pencemaran/limbah, bobroknya mental dan disiplin aparat pemerintah, korupsi dan praktek nepotisme, arus pengungsi dari Daerah dan Negara tetangga merupakan tugas tidak enaknya jadi Gubri disamping anggaran dan fasilitas wah yang diberikan.
Bila diurai satu persatu persoalan tersebut nyata sekali dihadapan kita; pertama keamanan, hampir setiap hari kita disuguhi berita mengenai perampasan, penodongan, perampokan, pencopetan, perkosaan, penipuan dan peristiwa kriminal lainnya. Seakan penjahat tidak pernah jera dan tidak habis-habisnya walaupun sudah di-dor dan dipenjara. Kedua masalah narkoba, Riau tidak lagi kawasan perlintasan Narkoba tetapi telah menjadi pasar potensial perdagangan barang haram tersebut. Bukan hanya preman saja yang jadi konsumen tetapi telah merambah para wakil rakyat dan pejabat eksekutif. Ketiga masalah perjudian dan pelacuran; perjudian seperti permainan bola ketangkasan, kupon putih secara kasat mata dapat kita temui di setiap sudut daerah, baik ditengah kota maupun disudut-sudut kampung. Pelacuran; pemberian izin lokalisasi dengan alasan agar tidak berkeliaran di tengah kota adalah alasan yang lucu karena perbuatan tersebut adalah jelas-jelas maksiat dan sangat jauh dari budaya orang melayu. Keempat masalah buruh, banyaknya kawasan industri yang sekaligus menimbulkan masalah yang komplek dan kait-berkait yang pada umumnya disebabkan upah yang berada dibawah kebutuhan hidup minimum. Di Propinsi yang kaya raya UMPnya tidak lebih dari Rp.500 Ribu. Kelima masalah pencemaran lingkungan/limbah; hampir semua perusahaan yang ada merupakan penyumbang limbah yang menghancurkan ekosistim lingkungan sungai dan hutan yang akhirnya menghancurkan ekonomi  masyarakat yang menggantungkan hidup pada lingkungan sungai dan hutan tersebut. Begitu pula dengan masalah penebangan hutan yang menimbulkan masalah asap dimusim panas dan banjir dimusim hujan. Keenam masalah Mental dan disiplin Aparat Pemerintahan; banyak sekali terjadi praktek manipulasi yang mengabaikan sistem kerja aparat yang benar, menerima suap yang dianggap pemberian, meminta fasilitas dengan alasan macam-macam tanpa diiringi kualitas kerja yang baik.
Jadi, memilih Gubri mendatang tidak sekedar Putra Melayu Riau yang beristrikan Putri Melayu Riau melainkan orang yang mampu dan yang siap bersedia untuk bekerja 24 Jam sehari, 7 hari seminggu, 30 hari sebulan, 12 bulan setahun, bahkan 5 tahun dalam masa jabatan 2003-2008. Jangan memilih orang yang menganggap 5 tahun jadi Gubri adalah kesempatan emas dan sangat enak, karena berhak atas anggaran milyaran rupiah yang berisi tunjangan pakaian, kesehatan bahkan setiap berkunjung ke daerah akan disambut bak raja.
Gubri mendatang adalah orang yang mampu memberikan rasa aman dan nyaman bagi rakyat Riau, aman tanpa takut kecopetan ketika naik oplet dan jalan tidak macet karena aksi demonstrasi buruh atau mahasiswa. Nyaman ketika tidak ada lagi lokasi perjudian atau pelacuran yang indentik dengan narkoba dan kejahatan. Tidak ada lagi perang antara kelompok pemuda bahkan perang antara aparat dengan aparat yang berawal dari tempat perjudian atau dari lokalisasi pelacuran. Tidak ada lagi perang dan ketegangan antar etnis yang bersumber dari ego kebesaran organisasi kesukuan.
Selanjutnya yang tak kalah penting, Gubernur itu harus mampu bersikap seperti sikap Orang Melayu yang mampu mengetengahkan Melayu ditengah-tengah Riau tidak sekedar menjadi orang pinggiran, Gubernur yang tidak hanya sekedar berpakaian Melayu ketika hari jum’at. Gubernur yang mau memperhatikan masyarakat Melayu Riau agar benar-benar menikmati warisan leluhurnya: sumber daya alamnya, minyak bumi dan hasil hutannya. Gubernur yang tidak hanya menghidupkan Melayu dengan corak bangunan kantor, berbalas pantun pada acara-acara seremonial atau hanya sekedar membuat film dokumenter kebudayaan Melayu pada kenyataannya tidak dibudayakan dan dilestarikan.
Karena FKPMR hanya memberikan  rekomendasi hendaknya dapat disikapi dengan arif  bahwa rekomendasi tersebut lahir (mungkin) karena kekawatiran akan munculnya slogan pesimistis Akan Hilang Melayu di Riau. Rekomendasi tersebut sekaligus doa semoga Gubri mendatang memahami betul maksud kalimat sakti “Tak akan Hilang Melayu di Bumi (Riau)” agar tetap sakti dan abadi. Tidak terlalu penting apakah Gubri itu laki-laki atau perempuan, orang Melayu Riau atau bukan, beristeri/bersuami Melayu atau tidak. Harapan dan do’a tersebut tentunya terpulang kepada para pemilih yang menentukan siapa yang berhak menjadi Gubernur/Wagubri nantinya, Amin.

Pekanbaru – Riau, 14 Juni 2003

Dari kumpulan tulisan Kamaruddin
dalam Buku : Bang Komar – Prediksi,
Khayalan, Pikiran dan Doa-doa.

No comments:

Post a Comment