Matahari mulai
temaran… mencari tempat peraduannya, namun di sekitar Rumah Bung Adi (BA) masih
saja terdengar suara senapan mesin kaliber SS-1 terus menyalak tiada henti… dan
ledakan bom bersahut-sahut meluluhlantahkan bangunan-bangunan yang ada.
“kali ini, berapa nyawa lagi?”, desis BA
sambil membetulkan ikatan kain sarung yang hampir terlepas, sementara itu istri
BA terus saja bergulat dengan do’a-do’anya di hamparan sajadah… memohon agar
tragedi pahit ini lekas berakhir.
“Hanya demi mempertahankan kata-kata
persatuan dan kesatuan… demi sebuah lagu dari Sabang sampai Merauke… nyawa
manusia tidak lagi berarti” lagi-lagi BA berbicara sendiri seolah-olah ikut
meramaikan suara pertempuran yang sedang terjadi. Dan ketika suara-suara
senapan mesin itu tidak berhenti juga, BA kembali mengumpat,” Kalera… dasar serdadu… dari Tantama sampai
Jenderal otaknya sama.. bunuh.. bunuh”.
“Undahlah Bang… jangan terus mengumpat, mari
kita memohon kepada yang maha kuasa agar derita ini berakhir” ujar istri BA
dari kamar tempat dia melakukan prosesi do’a-do’anya.
Karena tidak
tahan untuk terus mengumpat sendirian… BA segara melakukan kontak imajiner
dengan BK untuk berbagi cerita….
BA: Maaf BK, karena saya telah mengganggu topo
broto BK… tetapi ini sangat urgent dan butuh advis dari BK.
BK: Tidak
apa-apa, lha wong BK juga terus memantau perkembangan Indonesia secara
keseluruhan dan Aceh lewat berbagai sumber berita.
BA: Begini… situasi Aceh semakin tidak kondusif
walau Pak Harto telah digantikan oleh Habibie, dan Habibie digantikan oleh Gus
Dur… bahkan saat ini di Jakarta elit-elit politik semakin sibuk cakar-cakaran
untuk merebut dan mempertahankan kekuasaan.
BK: Itu kan
bagian dari dinamika bangsa ini yang terus saja bergejolak dari zaman Bung
Karno sampai hari ini ketika seorang Kiai yang khost memimpin,… dan sebenarnya
ini sudah BK deteksi pada awal tahun 1996! (Baca tulisan: Rekayasa Sejarah Part
2, Bang Komar Datang 19011996)… bahkan ketika saat ini berkembang isu Madura
Merdeka atau Jawa Timur Merdeka… sedikitpun BK tidak merasa kaget karena kita
sudah membahasnya pada tahun 1998 (baca tulisan: Gerakan Jawa Merdeka
22071998)… pada saat tersebut sebenarnya BK sudah mewanti-wanti bahwa akan ada
peristiwa seperti kejadian hari ini.
BA: Tetapi begini lo BK… kenapa disaat dunia
semakin modern dan beradab serta negara-negara di dunia mulai meninggalkan
budaya-budaya kekerasan, budaya fasis… eh di Indonesia malah semakin tumbuh
subur praktek-praktek kekerasan kemudian selalu menggunakan pola-pola
pendekatan militeristik untuk menyelesaikannya.
BK: Begini Bung…
Peran militer dalam pergulatan sejarah negeri ini sangatlah dominan, memang ada
keinginan untuk mengontrolnya tetapi apa yang diterima… mereka lantas
menodongkan moncong meriam ke Istana! Kalau sudah begitu siapa yang berani?.
Militer seperti yang BA ketahui sangat identik dengan kekerasan, teroganisir
dengan baik, terkomando dan mohon maaf… nggak ada istilah demokrasi dalam dunia
militer… jika sudah merupakan Perintah Atasan! Maka tidak ada alasan apapun
untuk tidak melaksanakannya. BA tentu masih ingat Kasus Tanjung Priok, Kasus
Dili, Kasus Sampang Madura, dan terakhir Kasus Tri Sakti… membuktikan bahwa
jika sudah ada kata-kata,.. “ini Perintah! Kopral!”… maka takkan ada jawaban
lain kecuali,” Siap, Laksanakan!”. Jadi ketika ada upaya-upaya melengserkan
militer dari percaturan politik sipil, mereka akan langsung bereaksi.
BA: Reaksi itu berupa apa BK.
BK: Ya.. itu,
kerusuhan-kerusuhan diberbagai tempat dengan mengusung Isu Jawanisasi, Islam
non Islam, anti komunitas serta yang terjadi di Aceh ini… Separatis! Dan mereka
yang katanya perisai negara dengan serta merta akan menjadi pihak yang terdepan
untuk diminta bantuannya, tetapi bantuan itu tentu ada pamrihnya.
BA: Contonya..
BK: Loloskan UU
PKB (Penanggulangan Keadaan Bahaya), memperpanjang kedudukan TNI/POLRI dalam
parlemen, militer tidak mau jadi alat penguasa serta hak-hak previled lainnya.
BA: Lantas bagaimana relevansinya dengan situasi
mutakhir di Nangro Kami?
BK: Saya sepakat
dengan pemikiran BA bahwa militer mempunyai andil yang sangat banyak dalam
pergolakan di Aceh dan sejarah membuktikan pendekatan militeristik bukannya menyelesaikan
masalah tetapi malah menimbulkan masalah-masalah baru dan itu akan terus
terjadi bila tidak ditempuh penyelesaian yang konfrehensif… sejarah mencatat
ada lebih dari 4 Operasi Militer yang pernah digelar di Aceh sejak Belanda
berkuasa sampai sekarang dan jumlah nyawa yang melayang sudah tidak terhitung,
ibu-ibu yang menjadi janda, anak-anak yang menjadi Yatim Piatu… sungguh ini
suatu tragedi yang memilukan. Tetapi BK sebagai calon Raja V akan berusaha
terus untuk mencari solusi dalam mengatasi semua masalah yang terjadi di
Indonesia termasuk di Tanah Rencong ini.
BA: Terimakasih BK, walaupun nantinya solusi
yang BK dapat tidak cukup siknifikan namun yang terpenting bisa mengobati hati
kami yang terluka ini, dan akhirnya saya mengucapkan terimakasih atas waktunya
dan BK silahkan melanjutkan Topo Brotonya.
BK: Terimakasih
juga atas pertemuannya, BK berjanji akan terus mencermati sedalem-dalemnya
perkembangan yang terjadi di Aceh.
(BA menghela
nafas panjang bertanda puas atas percakapan imajiner dengan BK… dan ketika
melihat ke kamar, kelihatan istri BA tertidur pulas sambil tersenyum dibibirnya
yang indah… mungkinkah dia bermimpi tentang Aceh masa depan yang mirip Bandar
Seri Begawan Brunai…….)
Banda Aceh, 30
April 2001
No comments:
Post a Comment