Ironis memang, dahulu kasus-kasus korupsi hanya terjadi pada
orang-orang besar di Jakarta, kini hampir di setiap Kabupaten/Kota dari Sabang
sampai Metauke dari Lurah sampai Gubernur, dan Legislatif sampai Eksekutif.
Lebih tragisnya, dulu perbuatan korupsi dilakukan secara sembunyi-sembunyi,
kini dilakukan secara terbuka, terencana dan sistematis seperti penyalahgunaan
Anggaran Pendapan dan Belanja Daerah (APBD).
Sejak berlakunya era Otonomi membuat Pejabat di Daerah dan
para senator (Anggota DPRD) memiliki otoritas merancang, menyusun, mensyahkan
dan memakai APBD sesukannya, tetapi oleh otoritas pembuat APBD kesempatan
tersebut ternyata dimanfaatkan untuk menangguk ikan di air jernih. Kepala
Daerah (Bupati /Walikota/Gubernur) bersama-sama DPRD memproduksi peraturan
perundang-undangan dalam bentuk Perturan Daerah (Perda) atau Keputusan Kepala
Daerah beserta stafnya dalam bentuk kunjungan daerah, dana taktis, perjalanan
dinas dan pos anggaran lain yang sebenarnya tidak perlu. Sangat banyak mata
anggaran yang dibuat tanpa mempedulikan kondisi kemiskinan dan kebodohan
masyarakat di daerah tersebut.
Salah satu penyebab lancarnya praktek penggerogotan uang
rakyat tersebut adalah karena tidak adanya keterbukaan dalam proses penyusunan
APBD Masyarakat tidak pernah tau bagaimana APBD itu direncanakan, dibuat, apa
isinya, berapa alokasi anggaran ( pembangunan) untuk masyarakat, atau untuk apa
saja uang rakyat itu dianggarkan.
APBD yang sudah di-perdakan dan diundangkan pada Lembaran
Daerah sangat sulit untuk diakses oleh masyarakat. Bahkan kalangan pers sendiri
menemui kesulitan untuk mengakses Dokumen APBD secara mudah dan sederhana.
Dokumen APBD dianggap sebagai dokumen rahasia Negara sehingga tidak sembarangan
orang bisa melihat dan membaca isinya. Kaupun ada publikasi pada masyarakat itu
terbatas hanya pada iklan pengaqaan barang dan jasa, atau dalam bentuk
pengumuman lelang proyek-proyek pisik. Sementara bahwa ada penggunaan uang
rakyat untuk pembelian Koran, pena dan Pakaian Pegawai atau biaya jalan-jalan
Anggota Senator Masyarakat Banyak tidak tahu. Tidak adanya keterbukaan terhadap
proses pembuatan hingga pengesahan menjadi dokumen APBD membuat masyarakat
tidak bisa melakukan kontrol terhadap penggunaan uang rakyat.
Pentingnya Transparansi
Salah satu penyebab tumbangnya rezim otoriter orde baru
sembilan tahun lalu adalah merebaknya praktek-praktek korupsi, kolusi dan
nepotisme (KKN), untuk itu berbagai upaya dilakukan dalam memberantas KKN
termasuk dengan lahirnya ketetapan MPR Nomor XI/MPR/1998 dan Undang-undang
Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas KKN.
Transparansi merupakan salah stau prinsip penyelenggaraan
pemerintah yang baik dan besih, menurut Penjelasan Pasal 3 angka 4 UU 28/1999,
Azas Keterbukaan diartikan bahwa “Azas yang membuka diri terhadap hak
masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak
diskrimitatif tentang penyelenggaraan Negera dengan tetap memperhatikan
perlindungan terhadap hak azasi pribadi, golongan dan rahasia Negara.
Transparansi APBD adalah jaminan kesempatan bagi masyarakat untuk melakukan
proteksi secara dini terhadap terjadinya kasus tindak pidana korupsi makna
transparansi dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah dapat dilihat dalam dua
hal yaitu : (1) salah satu wujud petanggungjawaban pemerintah kepada rakyat,
dan (2) upaya peningkatan manajemen pengelolaan dan penyelenggaraan pemerintah
yang baik dan mengurangi kesempatan praktek kolusi, korupsi dan nepotisme.
Dengan adanya prinsip transparansi maka masyarakat dapat
mengetahui sejauh mana upaya yang telah dilakukan pemerintah (daerah) dalam
melakukan pembangunan di daerahnya. Masyarakat dapat mengetahui secara rinci
penggunaan uang rakyat, kebijakan-kebijakan apa yang telah dilaksanakan Kepala
Daerah (yang kemaren mereka pilih langsung) dalam memenuhi janji pada saat
kampanye Pilkada. Atau sejauh mana peranan Anggota DPRD dalam memperjuangkan
Aspirasi masyarakat yang diwakilinya. Apakah APBD tersebut benar-benar berpihak
kepada masyarakat (daerah) atau hanya untuk kepentingan Anggota DPRD dan Kepala
Daerah beserta stafnya. Transparansi APBD dalam hubungannya dengan
penyelenggaraan pemerintah daerah sangat perlu jadi perhatian karena menyangkut
hajat hidup orang banyak dan hendaknya masyarakat sebagai stakeholders
dilibatkan secara proposional.
Keterlibatan masyarakat sejak awal proses pembahasan,
pengesahan, pemakaian hingga pertanggung jawaban APBD juga akan mengoptimalkan
publik kontrol dan sosial kontrol terhadap penggunaan uang rakyat. Hal ini
disamping untuk mewujudkan transparansi, partisipasi masyarakat juga akan
sangat membantu Pemerintah Daerah dan DPRD dalam melahirkan APBD yang menampung
aspirasi, memihak masyarakat dan accountable.
Transparansi harus dilakukan dalam pemberian informasi dan
menerima masukan dari publik bukan sekedar ditampung, dicatat lalu disimpan.
Keterbukaan atas kekurangan dan kelemahan penyelenggaraan pemerintahan juga
harus disampaikan kepada publik tanpa harus berkelit dengan alasan ini rahasia.
Dengan akses yang terbuka, mudah dan tidak berbelit terhadap APBD partisipasi
masyarakat dalam menentukan dan mengawasi kebijakan yang menyangkut publik
dapat terlaksana, upaya penegakan hukum akan mendapat dukungan luas dan hal itu
sekaligus akan memberikan legitimasi yang kuat terhadap otoritas di daerah.
Jika sudah demikian maka orang-orang yang terjangkit virus koruptor akan
kesulitan melakukan aksinya. Semoga!
No comments:
Post a Comment