Saturday, November 10, 2012

Seberapa Pantas Hukuman Mati?


Pro-kontra Hukuman mati yang terjadi saat ini juga pernah heboh-heboh pada tahun 2003. Waktu Arief  Budiman membuat tulisan pada Koran Kompas, Senin 17 Februari 2003 dengan judul “Hukuman Mati Masih Perlukah?.
Ada kekawatiran BK akan munculnya Opini yang keliru dan salah terhadap Vonis Hukuman Mati. Dalam tulisannya Tokoh Golput tersebut memaparkan secara gamblang bertapa tidak berperikemanusian dan tidak manusiawinya hukuman mati dengan alasan-alasan yang kita setujui dan sukar untuk dibantah kenyataannya.
Apakah pendapat anda atau bagaimana perasaan anda ketika sedang berjalan di suatu daerah kemudian melihat orang yang dihukum seperti di Afrika… sekujur tubuhnya dikubur dan kepalanya dipimpuki batu oleh orang banyak? atau anda menyaksikan berita mengenai Sumiarsih yang sudah tua, sudah 14 tahun dipenjara yang wajahnya Innoconce yang grasinya ditolak Presiden dan akan menjalani Eksekusi Hukuman Mati dihadapan Regu Tembak? Jawabanya hukuman tersebut kejam sekali! Rasanya sulit mencari orang atau manusia yang berlainan pendapat dengan isi tulisan Bung Arief Budiman tersebut.
Nah, disinilah kekawatiran BK terhadap Opini keliru dan salah tersebut. Peristiwa Hukum tidak bisa dilihat secara sepotong-potong apalagi melihatnya dari sisi luar hukum.
Pada pasal pertama Kitab Undang-Undang Hukum Pidana kita ditegaskan bahwa, suatu Peristiwa tak dapat dikenai pidana selain atas kekuatan peraturan perundang-undangan pidana yang mendahuluinya. Pasal tersebut merupakan jaminan yang sangat penting bagi Keamanan Hukum, yaitu melindungi orang-orang dari perbuatan semena-mena dari penguasa (Negara) dalam hal ini para Hakim. Peristiwa pidana adalah suatu tindakan (berbuat atau lalai berbuat) yang bertentangan dengan hukum positif (yang bersifat tanpa hak) yang menimbulkan akibat hukum yang dilarang. Dalam Hukum Positif kita masih ada kejahatan yang bisa dikenai sanksi hukuman mati yaitu kejahatan terhadap Negara, pembunuhan berencana dan kejahatan psikotropika.
Suatu pebuatan hanya dapat dipidanakan kepada pelaku jika pada kejadian tersebut ia menghendaki (paling tidak mengetahui) akibat yang disebabkan oleh perbuatannya. Si Anu menembakan pistol ke arah si Badu sehingga mengenai dada dan nyawa si Badu melayang. Karena mengakibatkan kematian si Badu maka perbuatan (kesengajaan) si Anu itu disebut pidana dan untuk itu si Anu seharusnya diganjar Hukuman. Tetapi sebelum palu diketok pantaskah si Anu dihukum?
Ada beberapa pengecualian sehingga seorang tidak pantas dijatuhi hukuman yaitu menjalankan undang-undang, menjalankan perintah jabatan, pembelaan darurat (noodweer), keadaan darurat, di bawah umur gila/tidak waras.
Dari uraian di atas bisa saja si Anu tidak dikenai hukuman misalnya dikarenakan nyawanya terancam oleh si Badu dan benar-benar tidak ada cara lain untuk mempertahankan nyawanya selain menembakan pistol kearah si Badu. Bisa juga si Badu dibebaskan dari tuntutan hukum karena masih dibawah umur atau karena tidak waras.
Kembali ke persoalan hukuman mati, yang jadi pertanyaan bukanlah masih perlu atau tidaknya, melainkan kenapa harus dihukum mati?
Pertama sekali kita harus mengetahui alasan pembenaran terhadap hukuman karena bagaimanapun juga hukuman itu akan terasa kejam/tidak adil walau itu “vonis bebas” karena telah terjadi pengadilan terhadap orang yang tidak bersalah.
Ada beberapa salasan pembenaran dijatuhkan hukuman diantaranya:
1. Karena orang berbuat kesalahan/kejahatan
2. Supaya orang jangan berbuat kesalahan/kejahatan
3. Memperbaiki orang yang berbuat kesalahan /kejahatan

Dikaitkan dengan Sumiarsih dapat dilihat : pertama, Sumiarsih dihukum karena Sumiarsih telah berbuat kesalahan/kejahatan. Hukuman mati dijatuhkan kepada Sumiarsih mutlak dari suatu perbuatanya yaitu “membunuh” balasan dari kejahatan yang dilakukannya. Sebaliknya, kalau Sumiarsih tidak berbuat melakukan kesalahan/kejahatan maka tidak ada hukuman untuknya.
Kedua Sumiarsih dijatuhi Hukuman agar orang lain jangan melakukan kesalahan/kejahatan sebagaimana telah dilakukan oleh Sumiarsih. Hal ini juga untuk mencegah orang lain melakukan kesalahan/kejahatan terhadap orang lain sekaligus untuk menciptakan rasa aman bagi masyarakat dari perbuatan perbuatan sejenis. Dapatkah anda membayangkan jika orang yang telah membunuh tidak dikenai hukuman, tidak dipenjara atau bebas berkeliaran disekitar kita, tentu akan muncul rasa ketakutan dan was-was
Ketiga, Sumiarsih dijatuhi hukuman dan dipenjara adalah agar bisa memperbaiki sikap dan perbuatanya yang tidak baik, menyadari kesalahan/kejahatan yang telah di lakukannya.
Hal yang lebih sederhana untuk mencari alasan pembenaran hukuman adalah dengan apa yang kita lakukan terhadap keluarga kita, terhadap anak-anak sendiri yang berebut mainan. Kenapa anak kecil yang belum tahu mana yang benar dan salah yang tidak bisa membedakan mana yang pantas dan tidak tetapi kita berikan hukuman, mengurangi jatah jajannya, tidak boleh menonton tivi atau hukuman lainnya? Jawabanya adalah tidak jauh berbeda dengan alasan pembenaran hukuman yang di atas yaitu untuk kepentingan umum memberi rasa aman bagi lingkungan. Mendidik perilaku seorang menjadi lebih baik dan tidak mengulangi kesalahan/kejahatan yang telah dilakukannya.
Jadi melihat hukuman adalah tidak tepat jika hanya dilakukan ketika hukuman itu (akan) dijatuhkan apalagi kita melihat dari sudut sosiolog dan dilakukan tidak secara fair. Bung Arief hanya melihat dari sudut Sumiarsih (pelaku kejahatan)?. Bagaimana dengan keluarga korban? Atau bahkan tetangganya Sumiarsih sendiri yang ketakutan setelah terjadinnya peristiwa pembunuhan tersebut, jangan-jangan kita juga akan dibunuhnya.
Begitu juga komentar sinis terhadap ucapan Menteri Kehakiman dan HAM Yusril Ihza Mahendra. Tampak sekali Tokoh Golpot tersebut tidak membedakan Bung Yusril sebagai seorang pejabat Negara yang harus menegakkan aturan-aturan Negara (hukum positif) dengan Bung Yusril sebagai seorang manusia. Dimanakah kepastian hukum jika orang yang telah divonis tetapi tidak kunjung dilaksanakan, padahal telah melalui proses yang sangat panjang.
Negara kita telah menetapkan rambu-rambu hukum yang cukup jelas dimana banyak kesempatan buat seseorang untuk membuktikan dirinya tidak bersalah, salah ssatu dengan adanya Azas Presumption Of Innocence, Praduga Tak bersalah; seorang itu dianggap tidak bersalah sebelum adanya keputusan hakim yang bersifat tetap. Jika pada pengadilan tingkat pertama telah dinyatakan bersalah masih ada 3 (tiga) upaya yang bisa dilakukan untuk membuktikan bahwa vonis tersebut adalah keliru yaitu Bandig, Kasasi dan Peninjauan Kembali.
Hukum Pidana juga bukan hubungan antara seorang dengan seseorang yang lain tetapi menyangkut hubungan seorang dengan Negara. Dalam hal ini Negara berhak dan berkewajiban menegakkan peraturan undang-undang pidana yang telah dibuat. Dimana jika terjadi suatu tindak pidana walaupun tanpa adanya laporan ataupun pengaduan dari masyarakat maupun si korban, maka Negara melalui aparatnya (Polisi/Jaksa) berkewajiban untuk mengusutnya. Lain halnya dalam hukuman perdata yang menyangkut hubungan antara seseorang dengan orang lain, jika salah satu diantaranya orang yang bermasalah tidak mengajukan gugatan maka tidak akan ada pengadilan atau bisa saja sidang yang sedang digelar dihentikan jika kedua belah pihak yang bertikai damai.
Bahwa banyak orang melakukan tindak kriminal disebabkan oleh kemiskinan sebagaimana dikatakan Bung Arief adalah kenyataan saat ini. Tetapi menghapuskan hukuman mati dalam keadaan Negara Indonesia saat ini adalah hal yang sangat konyol. Sebagaimana tergambar dalam jajak pendapat Kompas mengenai hukuman mati, sebagian besar responden memilih setuju hukuman mati untuk kasus pembunuhan,  pemerkosaan, terorisme, pengedar/pemilik narkoba, dan korupsi. Dari jajak pendapat tersebut juga tergambar bahwa kejahatan yang sering terjadi di Indonesia bukan semata karena tekanan ekonomi. Kejahatan-kejahatan tersebut bukan hanya mengakibatkan kerugian meteril tetapi mampu membuat Negara dalam keadaan kolaps.
Akhirnya kepada Bung Arief Budiman, kita patut berterimakasih atas ke-sensitif-annya dalam melihat hukuman mati dan tulisan ini bukan dimaksud untuk menantang beliau, dan juga bukannya tidak bersimpati kepada Sumiarsih (dan terpidana mati lainnya) tetapi adalah untuk menjelaskan seberapa pantas hukuman itu dijatuhkan.

No comments:

Post a Comment