Pro-kontra Hukuman mati yang terjadi saat ini juga pernah
heboh-heboh pada tahun 2003. Waktu Arief
Budiman membuat tulisan pada Koran Kompas, Senin 17 Februari 2003 dengan
judul “Hukuman Mati Masih Perlukah?.
Ada kekawatiran BK akan munculnya Opini yang keliru dan salah
terhadap Vonis Hukuman Mati. Dalam tulisannya Tokoh Golput tersebut memaparkan
secara gamblang bertapa tidak berperikemanusian dan tidak manusiawinya hukuman
mati dengan alasan-alasan yang kita setujui dan sukar untuk dibantah
kenyataannya.
Apakah pendapat anda atau bagaimana perasaan anda ketika
sedang berjalan di suatu daerah kemudian melihat orang yang dihukum seperti di
Afrika… sekujur tubuhnya dikubur dan kepalanya dipimpuki batu oleh orang
banyak? atau anda
menyaksikan berita mengenai Sumiarsih yang sudah tua, sudah 14 tahun dipenjara
yang wajahnya Innoconce yang grasinya ditolak Presiden dan akan menjalani
Eksekusi Hukuman Mati dihadapan Regu Tembak? Jawabanya hukuman tersebut kejam sekali! Rasanya sulit mencari orang atau
manusia yang berlainan pendapat dengan isi tulisan Bung Arief Budiman tersebut.
Nah, disinilah kekawatiran BK terhadap Opini keliru dan salah
tersebut. Peristiwa Hukum tidak bisa
dilihat secara sepotong-potong apalagi melihatnya dari sisi luar hukum.
Pada pasal pertama Kitab Undang-Undang Hukum Pidana kita
ditegaskan bahwa, suatu Peristiwa tak dapat dikenai pidana selain atas kekuatan peraturan
perundang-undangan pidana yang mendahuluinya. Pasal tersebut
merupakan jaminan yang sangat penting bagi Keamanan Hukum, yaitu melindungi
orang-orang dari perbuatan semena-mena dari penguasa (Negara) dalam hal ini
para Hakim. Peristiwa pidana adalah suatu tindakan (berbuat atau lalai berbuat)
yang bertentangan dengan hukum positif (yang bersifat tanpa hak) yang
menimbulkan akibat hukum yang dilarang. Dalam Hukum Positif kita masih ada kejahatan yang bisa dikenai sanksi
hukuman mati yaitu kejahatan terhadap Negara, pembunuhan berencana dan
kejahatan psikotropika.
Suatu pebuatan hanya dapat dipidanakan kepada pelaku jika
pada kejadian tersebut ia menghendaki (paling tidak mengetahui) akibat yang
disebabkan oleh perbuatannya. Si Anu menembakan pistol ke arah si Badu sehingga
mengenai dada dan nyawa si Badu melayang. Karena mengakibatkan kematian si Badu
maka perbuatan (kesengajaan) si Anu itu disebut pidana dan untuk itu si Anu
seharusnya diganjar Hukuman. Tetapi sebelum palu diketok pantaskah si Anu dihukum?
Ada beberapa pengecualian sehingga seorang tidak pantas
dijatuhi hukuman yaitu menjalankan undang-undang, menjalankan perintah jabatan,
pembelaan darurat (noodweer), keadaan darurat, di bawah umur gila/tidak waras.
Dari uraian di atas bisa saja si Anu tidak dikenai hukuman
misalnya dikarenakan nyawanya terancam oleh si Badu dan benar-benar tidak ada
cara lain untuk mempertahankan nyawanya selain menembakan pistol kearah si
Badu. Bisa juga si Badu dibebaskan dari tuntutan hukum karena masih dibawah umur
atau karena tidak waras.
Kembali ke persoalan hukuman mati, yang jadi pertanyaan
bukanlah masih perlu atau tidaknya, melainkan kenapa harus dihukum mati?
Pertama sekali kita harus mengetahui alasan pembenaran
terhadap hukuman karena bagaimanapun juga hukuman itu akan terasa kejam/tidak
adil walau itu “vonis bebas” karena
telah terjadi pengadilan terhadap orang yang tidak bersalah.
Ada beberapa salasan pembenaran dijatuhkan hukuman
diantaranya:
1. Karena orang berbuat kesalahan/kejahatan
2. Supaya orang jangan berbuat kesalahan/kejahatan
3. Memperbaiki orang yang berbuat kesalahan /kejahatan
Dikaitkan dengan Sumiarsih dapat dilihat : pertama, Sumiarsih
dihukum karena Sumiarsih telah berbuat kesalahan/kejahatan. Hukuman mati
dijatuhkan kepada Sumiarsih mutlak dari suatu perbuatanya yaitu “membunuh” balasan dari kejahatan yang
dilakukannya. Sebaliknya, kalau Sumiarsih tidak berbuat melakukan
kesalahan/kejahatan maka tidak ada hukuman untuknya.
Kedua Sumiarsih dijatuhi Hukuman agar orang lain jangan
melakukan kesalahan/kejahatan sebagaimana telah dilakukan oleh Sumiarsih. Hal
ini juga untuk mencegah orang lain melakukan kesalahan/kejahatan terhadap orang
lain sekaligus untuk menciptakan rasa aman bagi masyarakat dari perbuatan
perbuatan sejenis. Dapatkah anda membayangkan jika orang yang telah membunuh
tidak dikenai hukuman, tidak dipenjara atau bebas berkeliaran disekitar kita,
tentu akan muncul rasa ketakutan dan was-was
Ketiga, Sumiarsih dijatuhi hukuman dan dipenjara adalah agar
bisa memperbaiki sikap dan perbuatanya yang tidak baik, menyadari
kesalahan/kejahatan yang telah di lakukannya.
Hal yang lebih sederhana untuk mencari alasan pembenaran
hukuman adalah dengan apa yang kita lakukan terhadap keluarga kita, terhadap
anak-anak sendiri yang berebut mainan. Kenapa anak kecil yang belum tahu mana
yang benar dan salah yang tidak bisa membedakan mana yang pantas dan tidak
tetapi kita berikan hukuman, mengurangi jatah jajannya, tidak boleh menonton
tivi atau hukuman lainnya? Jawabanya adalah tidak jauh berbeda dengan alasan
pembenaran hukuman yang di atas yaitu untuk kepentingan umum memberi rasa aman
bagi lingkungan. Mendidik perilaku seorang menjadi lebih baik dan tidak
mengulangi kesalahan/kejahatan yang telah dilakukannya.
Jadi melihat hukuman adalah tidak tepat jika hanya dilakukan
ketika hukuman itu (akan) dijatuhkan apalagi kita melihat dari sudut sosiolog
dan dilakukan tidak secara fair. Bung Arief hanya melihat dari sudut Sumiarsih
(pelaku kejahatan)?. Bagaimana dengan keluarga korban? Atau bahkan tetangganya
Sumiarsih sendiri yang ketakutan setelah terjadinnya peristiwa pembunuhan
tersebut, jangan-jangan kita juga akan
dibunuhnya.
Begitu juga komentar sinis terhadap ucapan Menteri Kehakiman
dan HAM Yusril Ihza Mahendra. Tampak sekali Tokoh Golpot tersebut tidak
membedakan Bung Yusril sebagai seorang pejabat Negara yang harus menegakkan
aturan-aturan Negara (hukum positif) dengan Bung Yusril sebagai seorang
manusia. Dimanakah kepastian hukum jika orang yang telah divonis tetapi tidak
kunjung dilaksanakan, padahal telah melalui proses yang sangat panjang.
Negara kita telah menetapkan rambu-rambu hukum yang cukup
jelas dimana banyak kesempatan buat seseorang untuk membuktikan dirinya tidak
bersalah, salah ssatu dengan adanya Azas Presumption Of Innocence, Praduga Tak
bersalah; seorang itu dianggap tidak bersalah sebelum adanya keputusan hakim
yang bersifat tetap. Jika pada pengadilan tingkat pertama telah dinyatakan
bersalah masih ada 3 (tiga) upaya yang bisa dilakukan untuk membuktikan bahwa
vonis tersebut adalah keliru yaitu Bandig, Kasasi dan Peninjauan Kembali.
Hukum Pidana juga bukan hubungan antara seorang dengan
seseorang yang lain tetapi menyangkut hubungan seorang dengan Negara. Dalam hal
ini Negara berhak dan berkewajiban menegakkan peraturan undang-undang pidana
yang telah dibuat. Dimana jika terjadi suatu tindak pidana walaupun tanpa
adanya laporan ataupun pengaduan dari masyarakat maupun si korban, maka Negara
melalui aparatnya (Polisi/Jaksa) berkewajiban untuk mengusutnya. Lain halnya
dalam hukuman perdata yang menyangkut hubungan antara seseorang dengan orang
lain, jika salah satu diantaranya orang yang bermasalah tidak mengajukan
gugatan maka tidak akan ada pengadilan atau bisa saja sidang yang sedang
digelar dihentikan jika kedua belah pihak yang bertikai damai.
Bahwa banyak orang melakukan tindak kriminal disebabkan oleh
kemiskinan sebagaimana dikatakan Bung Arief adalah kenyataan saat ini. Tetapi
menghapuskan hukuman mati dalam keadaan Negara Indonesia saat ini adalah hal
yang sangat konyol. Sebagaimana tergambar dalam jajak pendapat Kompas mengenai
hukuman mati, sebagian besar responden memilih setuju hukuman mati untuk kasus
pembunuhan, pemerkosaan, terorisme,
pengedar/pemilik narkoba, dan korupsi. Dari jajak pendapat tersebut juga
tergambar bahwa kejahatan yang sering terjadi di Indonesia bukan semata karena
tekanan ekonomi. Kejahatan-kejahatan tersebut bukan hanya mengakibatkan
kerugian meteril tetapi mampu membuat Negara dalam keadaan kolaps.
Akhirnya kepada Bung Arief Budiman, kita patut berterimakasih
atas ke-sensitif-annya dalam melihat hukuman mati dan tulisan ini bukan
dimaksud untuk menantang beliau, dan juga bukannya tidak bersimpati kepada
Sumiarsih (dan terpidana mati lainnya) tetapi adalah untuk menjelaskan seberapa
pantas hukuman itu dijatuhkan.
No comments:
Post a Comment