Sunday, November 11, 2012

Inspeksi Mendadak Sang Bupati

“Penegakan disiplin di daerah ini diyakini dalam waktu dekat akan makan korban”, demikian judul berita si sebuah harian loka beberapa waktu lalu. Ketika melakukan Inspeksi Mendadak (Sidak) pascalibur bersama kemarin, Sang Bupati mengeluarkan warning, “Saya tidak main-main, siapa yang mampu akan diserahi tugas dan tanggungjawab. Yang tidak mampu silahkan minggir atau dipinggirkan!”.  Nada berang Bupati Agam itu keluar karena ketika melakukan sidak ada pejabat struktural (Kepala Dinas, Kabid, dll) yang tidak berada di kantornya tanpa alasan.
Masalah kedisiplinan terutama kehadiran PNS merupakan persolanan klasik sejak zaman orde baru dan hingga kini masih sangat sulit diatasi, sorotan tajam masyarakat mengenai persolanan kinerja PNS yang tidak efektif dan tidak efisien. Indikator yang dijadikan tolok ukur adalah tingkat kedisiplinan serta produktivitas kerja PNS, bukan hanya pada level staf atau bawahan, para pejabat bereselon rendah hingga level Kepala Dinas (Eselon II) pun banyak yang sering tidak ngantor. Istilah yang berlaku” bawahan malas masuk kantor, atasan sering dinas luar”
Kalau Pak Bupati mau mensidak lebih jauh sangat banyak pegawai yang kehadirannya lebih sedikit dibanding ketidakhadirannya di kantor. Hal itu bisa diketahui atau dibuktikan dari keramaian kantor-kantor Pemda pada tanggal 1-5, semua kantor penuh karena pegawai hadir, tetapi ketika memasuki tanggal 10 kantor mulai sepi, apalagi tanggal 20 keatas, lengang seperti habis dihoyak gampo.
Ada pegawai yang hilang-hilang timbul, bulan mudo (gajian) mancogok di kantua, bulan tuo manghilang dan muncul lagi ketika tanggal muda bulan berikutnya. Ada pula pegawai yang “rajin secara formal” setiap pagi ikut apel dan mengisi daftar hadir tetapi sesudah itu menghilang entah kemana. Perangai seperti ini biasanya dilakukan oleh pengawai staf atau yang tidak mempunyai jabatan, dan ketika ditanya umumnya jawaban yang diberikan “gaji tidak mencukupi jadi terpaksa cari tambahan di luar kantor”
Lain staf lain pula perangai atasan walau alasannya sama “cari tambahan penghasilan”. Para atasan tidak berada di kantor pada umumnya adalah karena alasan “DL” atau dinas luar. Dengan alasan yang cenderung dibuat-buat pada informasi staf sangat banyak kepala SKPD (satuan Kerja Perangkat Daerah) yagn melakukan pekerjaan dinas luar daerah. Padahal urusan yang di handle tersebut bisa ditangani oleh bawahannya.
Pada prinsip kerja efektif dan efisien, kepala SKPD yang sering dinas luar apalagi ke luar propinsi jelas merugikan daerah karena biaya yang dihabiskan sangat besar dan urusan prisnip yang mesti diselesaikan jadi tertunda. Secara psikologi kalau atasan banyak raun-raun maka anak buah akan banyak malala.
Dalam menegakkan  aturan kedisiplinan pegawai, setiap daerah otonom telah mempunyai “institusi” yaitu dinas/badan/kantor/bagian kepegawaian yang mempunyai otoritas untuk menegakkan regulasi kepegawaian dan juga ada Inspektorat yang bisa bertindak sebagai “Kejaksaan” nya Pemda. Jika kedua lembaga tersebut bisa dimaksimalkan fungsinya maka persoalan disiplin PNS tidak perlu merepotkan Kepala Daerah untuk melakukan sidak sana sidak sini. Lagi pula seperti kata Bupati juga “karajo lah babagi, tangunggjawab lah diagiah”
Bagi masyarakat di era reformasi ini berita “Bupati sidak dan marah-marah” akan menjadi berita biasa tanpa diiringi berita lebih lanjut misalnya “Dua Pejabat Dicopot jabatannya dan lima staf diturunkan pangkatnya karena indisipliner”. Berita seperti ini akan lebih menarik bahkan ke depan masyarakat berharap dan menunggu berita yang mengabarkan Bupati melakukan sidak ke kantor-kantor yang melakukan fungsi pelayanan karena disana rentan terjadi praktek-praktek pungutan liar. Semoga!.

No comments:

Post a Comment