Pisau (Mutasi) Bupati
Oleh: Kamaruddin
Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pemilukada) yang dilakukan serentak pada tahun lalu telah menghasilkan pasangan Gubernur/Wakil Gubernur Sumatera Barat dan 13 pasangan Kepala Daerah baru di 13 Kabupaten/Kota di Ranah Minang tercinta ini. Kita patut bersyukur Pemilukada yang dilakukan urang awak tidak berdarah-darah seperti yang terjadi di daerah lain. Semua berjalan lancar dan aman dan saat ini tidak ada lagi “berita” mengenai pesta demokrasi 5 tahunan tersebut karena para “pengantin” telah resmi dilantik dan bekerja di rumah bagonjong.
Saat ini yang menjadi cerita hangat disetiap daerah yang memiliki Kepala Daerah baru tersebut adalah cerita tentang mutasi pejabat yang dilakukan para pengantin tersebut. Di tingkat Propinsi, pengusulan calon Sekretaris Daerah telah menjadi berita hangat. Munculnya banyak nama sebagai calon membuat banyak orang jadi penasaran, apalagi Gubernur Irwan Prayitno sendiri tidak mau terbuka dan berterus terang mengenai siapa-siapa saja nama yang diusulkan dan dikirimkan ke Kementerian Dalam Negeri.
Di Kabupaten Solok Bupati Syamsu Rahim langsung “tancap gas”, tidak lama setelah dilantik mantan Walikota Solok tersebut melakukan mutasi besar-besaran dan sempat terjadi heboh-heboh karena ada prosedur yang tidak dilalui sehingga membuat kalangan DPRD tersinggung. Di Pasaman Barat juga tidak jauh berbeda, Bupati Baharuddin melakukan penggantian pejabat secara massal dan mengakibatkan banyak pejabat di era Bupati sebelumnya tidak lagi menduduki jabatan struktural atau nonjob.
Di Kabupaten Agam lain lagi, Bupati Indra Catri memang belum melakukan mutasi besar-besaran tetapi arahnya tidak berbeda dengan yang dilakukan para Kepala Daerah baru lainnya. Indra Catri melakukan mutasi secara bertahap alias diangsur. Tetapi walau begitu tetap saja menimbulkan masalah karena mutasi dilakukan tidak dengan pertimbangan yang matang.
Sebagaimana diungkap sebuah Koran harian beberapa waktu yang lalu, ada pejabat yang dicopot jabatannya tanpa alasan yang jelas sehingga membuat banyak kalangan menjadi kaget dengan langkah mutasi yang dilakukan Indra Catri. Dikhawatirkan hal yang sama akan terulang dengan mutasi berikut yang akan dilakukan Indra Catri.
Mutasi yang dilakukan pasca Pemilukada secara kasat mata memang sarat dengan kepentingan politik sehingga banyak aturan yang dilanggar. Jelas sekali bahwa yang menentukan bukan lagi Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan (Baperjakat) melainkan “keinginan” Kepala Daerah yang baru. Istilah “sakali aia gadang sakali tapian barubah” benar-benar terjadi, bergantinya Bupati segaligus diikuti pergantian para pejabat struktural, bahkan sopir dan ajudan pun berganti.
Padahal yang berganti itu Marlis Rahman ke Irwan Prayitno sedangkan jabatannya sama yaitu Gubernur Sumatera Barat, begitu juga dengan Syahiran ke Baharuddin, Gusmal ke Syamsu Rahim, ataupun Aristo Munandar ke Indra Catri namun jabatannya tetap sama yaitu Bupati. Mereka memang mempunyai kewenangan yang besar terhadap PNS dilingkungan Pemeritahan Daerahnya, berwenang untuk mengangkat, memutasi, memberi promosi, menghukum bahkan memberhentikan seorang dari jabatannya.
Tetapi kewenangan itu tidak bisa dilakukan semau-maunya sendiri karena ada aturan kepegawaian yang harus dipedomani. Dan dalam hal “mengatur” PNS di lingkungannya Gubernur, Bupati dan Walikota berstatus dan harus bertindak sebagai Pejabat Pembina Kepegawaian, bukan mengedepankan status sebagai Kepala Daerah yang notabene adalah jabatan politis.
Sangat disayangkan para Kepala Daerah kita banyak yang mentang-mentang!, mentang-mentang jadi Bupati dengan sengaja melanggar aturan kepegawaian dan mempolitisasi PNS. Seenak perutnya mempromosikan seseorang pada jabatan tertentu atau dengan gampang memcopot jabatan seseorang tanpa alasan yang jelas. Dalam melakukan mutasi, Kepala Daerah memang seperti “urang bagak bapisau tajam” dihadapan PNS, tetapi kalau tidak hati-hati senjata bisa saja senjata makan tuan. Hati-hati Pak!
Lubuk Basung, 14 Februari 2011
No comments:
Post a Comment