Tuesday, September 25, 2012

Syarat Jadi Camat


Setelah membaca tulisan Rusdi Lubis (mantan Sekdaprov Sumbar) dengan judul “Apakah Camat Masih Diperlukan?” (Haluan halaman 4, Senin 11/4/2011), salah satu kesimpulan yang dapat ditarik adalah bahwa saat ini banyak terjadi kesalahan dalam pengangkatan seseorang pada jabatan Camat. Selanjutnya, dari tulisan tersebut kita juga dapat merasakan kegelisahan seorang yang pernah menduduki Jabatan Struktural Tertinggi di Daerah, yang telah malang melintang dalam pemerintahan dan tentunya sangat paham dengan kondisi kecamatan (khususnya di Sumatera Barat) dan peranan apa yang harus dilakukan seorang camat, dan pada akhirnya diekspresikan dengan “Opini” berjudul seperti itu.
Kesimpulan itu ditarik dari tulisan Pamong Senior tersebut yang menyebutkan,” Dalam pada itu pimpinan kecamatan tidak lagi mendasarkan kepada pertimbangan kompetensi atau professional, banyak pimpinan kecamatan diisi dari tenaga-tenaga yang kurang mengetahui tentang teknis penyelenggaraan pemerintahan, ataupun pengalaman kerja tersebut, pengisian jabatan camat disamakan saja dengan pengisian perangkat daerah lainnya”.
Apa yang telah disampaikan Pak Rusdi Lubis secara kasat mata dapat kita lihat di Era Otonomi daerah saat ini, untuk menjadi Camat tidak harus lulusan sekolah camat (APDN/STPDN/IPDN) tetapi lulusan dari perguruan tinggi lainnya juga bisa. Dari berita-berita yang muncul di Koran, ada camat yang berlatar belakang pendidikan Guru, Sarjana Ekonomi, Sarjana Hukum dan latar belakang pendidikan lainnya.
Namun tulisan saya ini bukan untuk menjawab “pertanyaan” beliau melainkan sebuah refleksi yang muncul dari kesimpulan tersebut sehingga memunculkan sebuah pertanyaan, apa saja syarat seseorang untuk bisa diangkat menjadi Camat?
Lebih lanjut, dalam tulisannya Rusdi Lubis menyampaikan bahwa pada waktu yang, lalu untuk menjadi camat ada pertimbangan khusus dari segi latar belakang ilmu/pendidikan/pelatihan serta pengalaman pekerjaannya.
Bukan hanya untuk waktu yang lalu, pada saat ini “pertimbangan khusus” untuk dapat menjadi camat itu juga ada bahkan lebih spesifik dan lebih selektif. Beberapa regulasi yang khusus mengatur Kecamatan dan Camat dapat dipakai untuk dijadikan pertimbangan atau syarat yang harus dipenuhi sebelum mengangkat seseorang jadi Pemimpin Kecamatan. 
Salah satu regulasi yang khusus mengatur  tentang Kecamatan yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2008. Dalam peraturan ini kekhususan Camat dibandingkan dengan perangkat daerah lainnya adanya kewajiban untuk mengintegrasikan nilai-nilai sosio kultural, menciptakan stabilitas dalam dinamika politik, ekonomi dan budaya, mengupayakan terwujudnya ketenteraman dan ketertiban wilayah kecamatan sebagai perwujudan masyarakat. Disamping itu, dalam penyelenggaraan tugas instansi pemerintahan lainnya di kecamatan (unit-unit pelaksana teknis Dinas Pendidikan, Kesehatan, Pertanian dan lainnya) harus berada dalam koordinasi Camat. Dalam hal ini, fungsi utama camat selain mernberikan pelayanan kepada masyarakat, juga melakukan tugas-tugas pembinaan wilayah.
Mengingat Kecamatan adalah ujung tombak yang langsung bersentuhan dengan masalah-masalah masyarakat, maka pelayanan yang diberikan Camat sangat berpengaruh terhadap citra pelayanan publik di mata masyarakat. Artinya jika pelayanan di tingkat Kecamatan baik, maka secara umum tanggapan masyarakat terhadap pelayanan publik juga baik, begitu pula sebaliknya. Oleh karena itu PP tersebut dalam Pasal 24, 25 dan 26 secara tegas mengatur persyaratan untuk dapat diangkat menjadi Camat, yaitu menguasai pengetahuan teknis pemerintahan yang dibuktikan dengan ijazah pendidikan diploma/sarjana pemerintahan dan pernah bertugas di desa, kelurahan, atau kecamatan paling singkat 2 (dua) tahun. Jika hal tersebut tidak dapat dipenuhi dengan alasan keterbatasan sumber daya PNS yang berlatar belakang pendidikan ilmu pemerintahan, maka yang bersangkutan harus telah lulus pendidikan teknis pemerintahan sebagaimana diatur dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 30 tahun 2009 tentang Pelaksanaan Pendidikan Teknis Pemerintahan Bagi Calon Camat.
Disamping itu juga patut diperhatikan peryaratan lainnya terkait pengangkatan seseorang dalam jabatan struktural yang pada prinsipnya bertujuan untuk melakukan pembinaan karier Pegawain Negeri Sipil. Dalam Keputusan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 13 Tahun 2002 yang memuat Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah (PP) tentang Pengangkatan PNS dalam Jabatan Struktural, diatur pedoman dalam memproses pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian Pegawai Negeri Sipil dalam dan dari jabatan struktural dan hal-hal lain yang berkaitan dengan itu. Misalnya, untuk diangkat menjadi Pejabat Struktural harus dipenuhi ketentuan-ketentuan mengenai kepangkatan, kualitas dan tingkat pendidikan, prestasi kerja, kemampuan dan karakteristik, sehat jasmani dan rohani. Disamping itu harus diperhatikan faktor senioritas dalam kepangkatan, usia, pendidikan dan pelatihan (diklat) dan  pengalaman jabatan. 
Tetapi dalam kenyataannya regulasi-regulasi yang bertujuan untuk memberikan pedoman kepada pejabat yang berwenang seperti Anggota Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan (Baperjakat) maupun Bupati/Walikota sebagai Pejabat Pembina Kepegawaian. Apalagi pengangkatan Camat yang dilakukan pasca Pemilukada, banyak diantara camat yang diangkat tidak memenuhi persyaratan sebagaimana telah oleh PP Nomor 19 Tahun 2008, Permendagri Nomor 30 Tahun 2009 serta Keputusan Ka BKN Nomor 13 Tahun 2002. Hal itu dapat dilihat dengan banyaknya Camat yang tidak memiliki latar belakang pendidikan ilmu pemerintahan bahkan ada yang Cuma berijazah SLTA, belum pernah bertugas di kecamatan bahkan memiliki pangkat lebih rendah dari bawahannya. 
Lebih parahnya, Baperjakat maupun Bupati/Walikota tidak melakukan “pembinaan” dengan tidak memberdayakan potensi aparatur yang ada di Kecamatan seperti PNS yang telah bertugas sebagai Sekretaris Camat (Eselon IIIb) atau  Kepala Seksi (Eselon IVa). Bahkan, tidak memanfaatkan para PNS yang nyata-nyata merupakan alumni Pendidikan Dalam Negeri (APDN/STPDN/IPDN) yang sering disebut sebagai “sekolah Camat”. Disamping itu ada pula Bupati/Walikota yang melakukan mutasi Camat seperti melakukan sebuah revolusi, Camat lulusan sekolah Camat dipindahkan ke jabatan lain yang tidak mempunyai korelasi dengan kompetensi pendidikan atau pengalaman kerjanya. Sebagai penggantinya dilantik Camat baru yang tidak memenuhi kompetensi yang telah diatur.
Hal ini bukan saja menyalahi aturan yang berlaku, tetapi sekaligus menyulitkan tujuan untuk mewujudkan penyelenggara pemerintahan daerah yang profesional karena Camat yang dilantik tidak memiliki pengetahuan dan keterampilan teknis dibidang pemerintahan.

Lubuk Basung, April 2011 

1 comment: