Friday, September 14, 2012

Beda Nasib Wakil Rakyat

Awal tahun ini Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) kembali menjadi sorotan publik. Bukan lagi soal Anggota-nya yang ditangkap KPK melainkan adanya proyek-proyek milyaran rupiah di Gedung DPR. Gagalnya rencana untuk membangun gedung baru yang bernilai ratusan milyar rupiah karena menimbulkan kontroversi dikalangan masyarakat ternyata tidak membuat DPR jera untuk kembali mengguncang publik dengan proyek-proyek wah.
Coba perhatikan proyek-proyek renovasi, pemeliharaan dan aksesioris Gedung DPR berikut ini; Renovasi ruang rapat Badan Anggaran DPR senilai 20 milyar Rupiah, Pengadaan pencetakan Majalah Parlementari 2,97 milyar Rupiah, Pengadaan pencetakan Buletin Parlementaria 3,59 milyar Rupiah, Pengadaan pewangi (pengharum ruangan) 1,59 milyar Rupiah, Langganan jasa internet 3,47 milyar Rupiah, Parkiran Motor 3 milyar rupiah, Renovasi toilet bernilai 2 milyar Rupiah, pengadaan kalender sebanyak 1,3 milyar Rupiah dan banyak lagi yang lainnya.
Proyek-proyek milyaran rupiah tersebut seakan mencemooh dan semakin menyakiti hati masyarakat yang sudah “iri” dengan penghasilan besar tetapi kinerja buruk Anggota DPR. Masyarakat menjadi iri karena setiap sidang DPR banyak bangku yang kosong dan yang hadir-pun asyik tertidur atau ber-hp ria. Sementara penghasilan mereka sangat besar dengan bermacam embel-embel. Pada tahun 2010, berdasarkan Surat Edaran Setjen DPR RI No KU.00/9414/DPR RI/XII/2010 penghasilan setiap anggota DPR itu tidak kurang dari 50 juta rupiah perbulan, rinciannya adalah Gaji pokok Rp 4,2 juta, Tunjangan istri Rp 420 ribu, Tunjangan anak (2 anak) Rp 168 ribu, Uang sidang/paket Rp 2 juta, Tunjangan jabatan Rp 9,7 juta, Tunjangan beras (4 jiwa) Rp 198 ribu, Tunjangan PPH Pasal 21 Rp 1,729 juta, Tunjangan kehormatan Rp 3,720 juta, Tunjangan komunikasi intensif Rp 14,140 juta, Tunjangan peningkatan fungsi dan pengawasan anggaran Rp 3,5 juta, Dukungan biaya bagi anggota komisi yang merangkap menjadi anggota badan/panitia anggaran Rp 1 juta,  Bantuan langganan listrik dan telepon Rp 5,5 juta dan Biaya penyerapan aspirasi masyarakat dalam rangka peningkatan kinerja komunikasi intensif Rp 8,5 juta.
Sekarang pertanyaannya, layakkah mereka mempunyai kantor, fasilitas dan penghasilan se-”wah” itu? Kalau melihat fungsi dan jabatan mereka seharusnya kita tidak perlu iri karena menjadi Wakil Rakyat merupakan jabatan yang sangat terhormat. Untuk menjadi Wakil Rakyat butuh kepercayaan dari rakyat melalui Pemilu. Disamping itu sejak Pemilu tahun 2004 tidak satupun kursi Wakil Rakyat yang gratis.
Dipundak Wakil Rakyat tergantung harapan rakyat untuk memperjuangkan nasib rakyat untuk hidup lebih layak. Bahkan jika diukur dengan “tekanan bathin” yang harus diterima selama menjadi Wakil Rakyat,  fasilitas dan gaji tersebut sepertinya masih terlalu murah dan rendah. Wakil Rakyat hampir setiap hari diserang dengan kata-kata yang sangat merendahkan martabat. Media cetak dan televisi sangat gencar menyerang dan mencurigai setiap gerak-gerik DPR sehingga opini publik sangat buruk terhadap Anggota DPR. Bukan hanya oleh rakyat biasa bahkan seorang Presiden pun pernah “mencimeeh” Anggota DPR dengan mengatakan seperti anak taman kanak-kanak. Atau diserang dengan kata-kata sebagai Koruptor, Pemeras, Pemboros, Penilep Uang Rakyat, Mafia, Pemalas dan lain-lain yang seakan-akan mereka tidak lagi punya martabat.
Melihat fasilitas dan penghasilan yang di Jakarta (DPR) tersebut dan membandingkannya dengan yang ada di daerah kita (DPRD) seharusnya kita tidak mengganggap Wakil Rakyat itu sama saja di pusat dan di daerah. Belum tepat rasanya mencurigai dan memberi “cap tidak pro rakyat” terhadap Anggota DPRD seperti opini yang terbentuk terhadap DPR. Fasiltas yang diterima Anggota DPR sangat bertolak belakang dengan apa yang diterima Anggota DPRD kita. Di Jakarta bergelimang kemewahan di daerah bergelimang ketidaklayakan.
Ketika di Jakarta sibuk memperbincangkan proyek-proyek mewah, di daerah ini kita seakan tidak terusik dengan kasus pemotongan penghasilan Anggota DPRD atau kursi baru yang rusak sekali pakai. Bahkan sudah bukan rahasia lagi jika setiap penyusunan APBD, alokasi anggaran untuk DPRD disamaratakan dengan Dinas-dinas di daerah tersebut.
Jika di Jakarta DPR begitu gampang meloloskan anggaran untuk “kebutuhan” mereka, di daerah sepertinya mereka harus menempuh jalan berliku untuk meningkatkan atau sekadar memenuhi kebutuhan mobilitas. Pihak eksekutif (Pemda) selalu berkelit dengan alasan keterbatasan APBD ketika bicara alokasi Anggaran untuk fasilitas Anggota DPRD. Padahal untuk fasilitas pejabat struktural, pihak eksekutif sangat ngotot memperjuangkannya. Akibatnya terjadi ketimpangan yang sangat mencolok antara DPRD dengan Kepala Daerah beserta jajarannya. Sebagai bukti kita lihat perbandingan fasilitas yang diterima Anggota DPRD dengan Kepala Dinas atau Pejabat Struktural di Daerah tersebut.  
Bukan bermaksud membela tetapi harus diakui bahwa walau sama-sama menyandang jabatan Wakil Rakyat, Anggota DPRD merupakan Wakil Rakyat yang paling dekat dengan rakyat yang diwakilinya. Mereka setiap hari berhubungan dan berintereaksi langsung dengan konstituennya di pelosok Republik ini. Beda jauh dengan Anggota DPR yang sangat jarang sekali berkomunikasi dengan masyarakat di lapisan terbawah. Pun ketika Pemilihan Legislatif kemarin Anggota DPR itu pun berkampanye hanya dengan baliho, spanduk atau dikampanyekan oleh Anggota DPRD.
Dan yang lebih kontradiktif lagi soal “wibawa” DPR dan DPRD. Walau dimata rakyat DPR seperti tidak lagi pantas disegani tetapi di hadapan Pemerintah mereka mempunyai “mantagi” yang sangat tinggi, bicaranya jago dan terukur serta argumennya kuat. Beberapa kali kita melihat melalui televisi dalam setiap pertemuan DPR dengan Menteri, Kapolri atau pejabat pemerintah lainnya dibuat tidak berdaya. Ada yang “diledek-ledek” bahkan diusir dari pertemuan yang dihadiri banyak orang tersebut.
Sudah seharusnya harapan besar yang dibebankan kepada Wakil Rakyat diimbangi pula dengan fasilitas yang besar pula agar mereka bisa melakukan moblitas yang tinggi untuk memperjuangkan harapan tersebut. Dan apabila fasilitas itu telah cukup atau lebih dari cukup tetapi mereka masih tidak melakukan apa-apa, sudah patut pula mereka untuk “diserang”!


No comments:

Post a Comment