I.
TERHADAP ANALISA YURIDIS UNSUR
SETIAP ORANG ;
Jaksa Penuntut Umum dalam surat tuntutannya telah
menguraikan unsur setiap orang pada sidang sebelumnya. Sebagaimana terkandung
dalam Pasal 2 ayat (1) Undang-undang RI No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah dan ditambah dengan Undang-undang No.
20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi. Ditujukan terhadap “orang perorangan” secara pribadi
yang disebut personal atau ditujukan kepada korporasi selaku subjek hukum.
Terdakwa yang dihadapkan di persidangan, ternyata
adalah orang yang dalam kapasitasnya melaksanakan tugas dan jabatan dan
kedudukan, serta kewenangannya sebagai Kuasa Pengguna Anggaran berdasarkan
Pasal 11 Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 13 Tahun 2006 tentang Pedoman
Pengelolaan Keuangan Daerah. Dan didalam proses Pengadaan Barang dan Jasa
Pemerintah, adalah berdasarkan Pasal 9 ayat (3) Kepres No. 80 Tahun 2003
tentang Pedoman Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah. Berdasarkan ketentuan
itu, unsur “setiap orang” yang
terkandung dalam Pasal 2 ayat (1) UU Tipikor tidak tepat diterapkan dan tidak
terpenuhi oleh Terdakwa. Didalam seluruh Surat Dakwaan dan Surat Tuntutan yang
dibuat oleh Jaksa Penuntut Umum sendiri pun, penyebutan nama Terdakwa, Drs.
Hendri, MM. Selalu dilekatkan dengan kapasitasnya selaku Kuasa Pengguna
Anggaran (KPA) atau selaku Kabag Umum. Sehingga selalu dibuat oleh Jaksa Penuntut
Umum, Drs. Hendri, MM. selaku Kuasa Pengguna Anggaran atau Drs. Hendri, MM.selaku
Kabag Umum. Tidak pernah yang berdiri sendiri sebagai seorang personal orang
perorangan, Drs. Hendri, MM.
Bahwa selanjutnya berdasarkan fakta-fakta yang
terungkap dalam persidangan, maka sudah menjadi suatu keharusan dalam perkara a
quo untuk memilah-milah mana perbuatan yang dilakukan oleh Terdakwa serta mana
perbuatan yang dilakukan Panitia Pengadaan Barang/ Jasa, mana perbuatan yang
dilakukan oleh Panitia Pemeriksa Barang, mana perbuatan yang dilakukan oleh
PPTK, oleh Pengguna Anggaran yang menerbitkan SPM, Kuasa BUD yang menerbitkan
SP2D dan mana yang dilakukan oleh rekanan, yang mana masing-masingnya disertai
dengan tugas, fungsi dan tanggung jawab. Artinya setiap jabatan yang melekat
tentulah disertai dengan kewajiban untuk tanggung jawab sesuai dengan kedudukan
dan jabatan masing-masing. Bila tidak demikian maka proses penegakan hukum atas
suatu peristiwa pidana menjadi tidak adil dan tidak berkepastian. Kewajiban dan
tanggung jawab seseorang pemangku jabatan tidak bisa dibebankan kepada orang
lain begitu saja. Dalam hal ini apakah
itu tanggung jawab PPTK, apakah itu tanggung jawab PA sebagai atasannya, apakah
itu tanggung jawab Asisten III sebagai atasan langsungnya, apakah itu tanggung
jawab Panitia Pengadaan dan Panitia Pemeriksa sebagai unit yang terpisah dari
struktur organisasinya, bahkan perintah yang diusulkan oleh Wakil Bupati dan
disetujui oleh Bupati dianggap menjadi beban tanggung jawab KPA. Tentu saja
dalam hal ini tugas dan tanggung jawab Kejaksaan Negeri Simpang Empat sebagai
pembina hukum di Kabupaten Pasaman Barat otomatis juga menjadi tanggung jawab
KPA. Cara-cara seperti tersebut sungguhlah tidak mencerminkan proses
penegakan hukum yang berkeadilan dan berkepastian.
Atas dasar
itu maka unsur setiap orang adalah tidak terpenuhi dan karenanya tidak terbukti
secara sah dan meyakinkan, karena unsur setiap orang pada Terdakwa adalah dalam
arti sebagai pemangku jabatan, bukan orang perseorangan.
II.
TERHADAP ANALISA YURIDIS UNSUR
SECARA MELAWAN HUKUM ;
Bahwa pada bagian umum Penjelasan Undang-Undang Nomor
31 Tahun 1999, secara tegas dinyatakan bahwa yang dimaksud secara “melawan
hukum” adalah melawan hukum dalam pengertian formil dan materil sehingga
pengertian melawan hukum dalam tindak pidana korupsi dapat pula mencakup
perbuatan-perbuatan tercela yang menurut perasaan keadilan masyarakat harus
dituntut dan dipenjara. Namun berdasarkan putusan Makamah Konstitusi
Nomor:003/PUU-IV/2006 tanggal 24 Juli 2006, maka rumusan perbuatan melawan
hukum dalam arti materil tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat sehingga
yang harus dibuktikan adalah perbuatan melawan hukum dalam arti formil.
Bahwa dalam surat tuntutannya, JPU telah mengatakan
bahwa unsur melawan hukum telah terbukti secara sah dan meyakinkan, namun hanya
di dasarkan pada penguraian kembali uraian dalam surat dakwaan sebagai uraian
pembuktian dan tidak didasarkan pada fakta-fakta yang terungkap dalam
persidangan. Oleh sebab itu, cukuplah alasan hukum bagi Terdakwa untuk memohon
kepada Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini untuk membebaskan
Terdakwa dari segala dakwaan JPU.
Sungguhpun demikian, terkait dengan unsur melawan
hukum dari dakwaan primer dalam perkara a quo, maka pertanyaan pokoknya adalah
perbuatan manakah yang dipandang sebagai perbuatan melawan hukum yang dilakukan
oleh Terdakwa??
Bahwa mencermati uraian pembuktian JPU dalam Surat
Tuntutannya, terhadap unsur melawan hukum dan mempertemukannya dengan
fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan, maka kesimpulan JPU unsur
“melawan hukum” sebagai telah terbukti adalah kesimpulan yang keliru dan
bertentangan dan tidak bersesuaian dengan fakta-fakta yang terungkap dalam
persidangan. Hal ini dapat diuraikan sebagai berikut :
1.
Bahwa JPU dalam surat tuntutannya dalam halaman 82
menyebutkan “Bahwa kemudian Sekitar bulan Agustus 2010 dilakukan
pembahasan perubahan APBD tahun 2010 dan berkaitan dengan pengadaan belanja
kendaraan roda empat Microbus sebanyak 7 (tu)uh) Unit berdasarkan permohonan
perubahan APBD dari Ketua TAPD (Sekda Kab. Pasbar) dirubah menjadi pengadaan 1
(satu) paket kendaraan untuk mobil dinas Bupati dan Wakil Bupati masing-masing
Toyota Fortuner type V 4x4 Matic untuk Bupati dengan anggaran Rp 800.000.000,-
(delapan ratus juta rupiah) dan Toyota Fortuner type G 4x2 Manual untuk Wakil
Bupati dengan anggaran Rp 600.000.000,- (enam ratus juta rupiah) dengan harga
total RP. 1.400.000.000; (satu milyar empat ratus juta rupiah). Setelah
dilakukan pembahasan antara DPRD Pasaman Barat dan Pemerintah Kabupaten Pasaman
Barat, akhirnya perubahan tersebut disetujui oleh DPRD Kabupaten Pasaman Barat
dan diformulasikan dalam DPPASKPD dan kemudian dituangkan dalam Peraturan
Daerah Kabupaten Pasaman Barat Nomor 04 Tahun 2010 tentang Perubahan APBD Tahun
Anggaran 2010.“
Bahwa uraian Penuntut Umum tersebut di atas jelas karangan dan imajinasi
dari saksi Sudirman Samin seorang, karena tidak ada satupun barang bukti yanng
membuktikan kebenaran dari pernyataan Sudirman Samin tersebut, malah yang ada
hanya kita digiring dengan imajinasi saksi
mantan anggota DPRD terebut yang juga merupakan saksi pelapor dalam
kasus ini, yang
menginginkan mobil Bupatinya adalah sama dengan mobilnya sendiri, yaitu Toyota
Fortuner. Sementara seluruh dokumen yang ditampilkan, mulai dari notulen rapat
Banggar dan TAPD, Laporan Banggar DPRD Kab. Pasaman Barat, RKA P Bagian Umum TA
2010, DPPA Bagian Umum TA 2010, sampai kepada Laporan Keterangan Pertanggung
Jawaban (LKPJ) Bupati Pasaman Barat Tahun 2010 yang disampaikan dalam Paripurna
DPRD pada bulan April 2011, tidak ada satupun yang mencantumkan dan menyebutkan
mengenai mobil Toyota Fortuner ini. Bahkan ketika ceritanya ini diadu dengan
aturan main mekanisme penyusunan APBD seperti yang diatur didalam Peraturan
Menteri Dalam Negeri No. 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan
Daerah, kebohongannya ini menjadi semakin terkuak, modusnya untuk menjadi
makelar dan mencari keuntungan dari kegiatan yang dilaksanakan oleh SKPD Pasaman
Barat terbuka secara jelas. Dan ini memang fenomena yang sangat kental terjadi
di Pasaman Barat sampai pada tahun 2010, dimana anggota DPRD memiliki power
yang sangat kuat dalam menentukan anggaran pada SKPD, bargaining-bargaining
dalam kamar kecil dilakukan. Dan ini dimanfaatkan mereka untuk mendapatkan
keuntungan dengan cara yang tidak terpuji. Pemerasan terhadap SKPD. Peraturan
Menteri Dalam Negeri No. 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan
Daerah mengatur bahwa, kewenangan DPRD dalam penyusunan RAPBD, hanyalah sampai kepada rincian JENIS BELANJA. Dan jenis belanja
itu hanya mengatur 3 (tiga) hal, yaitu : Belanja Pegawai, Belanja Barang dan
Jasa serta Belanja Modal. Penjelasan ini telah disampaikan oleh Ahli Dr. Sumule
Timbo dari Direjen Keuangan Daerah Kementerian Dalam Neegeri, RI dalam sumpah
dipersidangan pada haru Jum;at tanggal 17 AprIl 2015. Dan Permendagri ini
dibuat oleh Kemendagri, memang untuk mengantisipasi kenakalan-kenakalan anggota
DPRD sehingga tidak bisa masuk kedalam domainnya Eksekutif, yang menciptakan
peluang-peluang KKN. Sementara dalam belanja kegiatan pengadaan kendaraan dinas
Bupati Pasaman Barat, itu berada didalam perubahan volume, yang merupakan
bagian yang lebih kecil lagi dari perubahan rincian ojek belanja. Sehingga
jangankan harus melalui perubahan Perda tentang APBD yang harus melalui
persetujuan DPRD, persetujuan PPKAD saja pun tidak dibutuhkan. Karena itu sudah
berada didalam kewenangan operasional Pengguna Anggaran, yang nantinya akan
dipertanggung jawabkan menjadi SILPA yang disampaikan dalam Laporan Keterangan
Pertanggung Jawaban (LKPJ) Bupati Pasaman Barat. Nah, Permendagri No. 13 tahun
2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, memang hanya mengatur sampai
kepada perubahan rincian objek belanja dalam objek belanja berkenaan,
sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 160 ayat (2), sementara untuk perubahan
realisasi volume, itu merupakan rincian yang lebih detail dari perubahan
rincian objek belanja dalam objek belanja berkenaan, yang tidak termasuk diatur
di dalam Pasal 160 ayat (2) tersebut.
Satu-satunya data yang bisa kita telusuri
dari imajinasinya tersebut adalah mengenai harga mobil Toyota Fortuner pada
tahun 2010 tersebut. Tetapi ini malah membuka kedok rencana mark up dan makelar
anggota DPRD tersebut, karena harga mobil yang mereka usulkan dimasukkan
kedalam anggaran Bagian Umum tersebut, dua kali lipat dari harga price list
yang dikeluarkan oleh Toyota sendiri. Ini dibungkusnya dengan alasan, pajak dan
keuntungan perusahaan. Padahal untuk pengadaan kendaraan bermotor yang telah
memiliki price list dari ATPM, memang harga yang tercantum di dalam price list
tersebutlah yang menjadi harga kontrak. Karena di dalam harga price list, itu
sudah memasukkan komponen biaya pajak dan keuntungan perusahaan. Hal ini
mengingatkan kita kepada permasalahan pengadaan UPS di DKI Jakarta yang juga
melibatkan anggota DPRD nya. Apakah karena tidak jadi mendapatkan proyek dan
keuntungan ini sebagai salah satu yang menyebabkan mereka meradang ?
Wallahualam.... Karena secara politik, Saksi tersebut memang berlawanan secara
frontal dengan Bupati Pasaman Barat, yang berujung dengan pemecatannya sebagai
anggota DPRD Kabupaten Pasaman Barat dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan
pada tahun 2014, yang secara kebetulan juga diketuai oleh Bupati Pasaman Barat.
Hal ini hanyalah perulangan dari pemecatan serupa yang diterimanya pada waktu
menjadi anggota DPRD Kabupaten Pasaman dari Fraksi Golkar pada tahun 2005. Tapi
biarkanlah karakter saksi yang seperti itu. Saksi yang sesat itu biarkanlah
sesat, asalkan jangan sampai kita pula yang disesatkannya dan dibuat sesat dengan
kesaksian-kesaksian palsunya tersebut.
2. Bahwa
adalah tidak benar dan karangan JPU saja yang dinyatakannya dalam Surat
Tuntutannya pada hal 83 “Bahwa sebelumnya Direktur CV. Makna Motor yaitu
saksi ARIFIN AGROSURIO pernah bertemu dengan Bupati Pasaman Barat SdrBAHARUDDIN
dan pada saat itu saksi ARIFIN meminta proyek kepada Sdr BAHARUDDIN dan Sdr
BAHARUDDIN mengatakan bahwa akan ada proyek pengadaan kendaraan dinas Bupati
dan Wakil Bupati dan untuk itu Sdr BAHARUDDIN menyuruh saksi ARIFIN agar datang
ke Kantor Bupati Pasaman Barat dan menemui Kabag Umum yaitu Terdakwa,
selanjutnya saksi ARIFIN menyuruh karyawannya yaitu saksi OKTAVERI untuk datang
ke Pasaman Barat menemui Terdakwa.”
Pernyataan JPU tersebut sungguhlah tidak berdasar sama sekali karena di
dalam fakta persidangan, Sdr. Arifin tidak pernah meminta proyek pada Sdr.
Baharuddin dan juga tidak pernah ada saksi lain yang mengatakan hal tersebut
dan tidak ada satu bukti apapun yang membuktikan kebenaran pernyataan JPU
tersebut. Ini jelas telah memutar balikkan fakta dan tidak sesuai dengan
fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan. Bahkan ketika di dalam
persidangan Majelis Hakim meminta kepada PJU agar menghadirkan Baharuddin
sebagai saksi, agar pengusutan kasus ini dapat terang dan jelas sampai tuntas,
tidak separo-separo dan tidak Bencong, JPU tidak dapat menjawab permintaan Majelis
Hakim tersebut dan hanya menjawab dengan senyum seringai.
Tetapi sekarang di dalam surat tuntutan, JPU malah membuat dan
menambah-nambahkan karangannya sendiri. Disini nampak jelas bahwatidak ada niat
dan keinginan baik dari JPU untuk membuat kasus ini menjadi terang dan jelas.
3. Bahwa JPU dalam uraian surat tuntutannya telah memutar
balikkan fakta dan tidak sesuai dengan fakta-fakta yang terungkap dalam
persidangan bahkan juga mengarang cerita untuk menjustifiksi tuntuannya dengan
menyatakan “Bahwa kemudian saksi OKTAVERI datang sendirian
menemui Terdakwa di kantor Kabag Umum Setda Pasaman Barat dengan membawa
dokumen-dokumen seperti profil perusahaan, dan brosur penawaran kendaraan jenis
Toyota Prado 2.7 TX seharga Rp. 875.000.000,• (delapan ratus tujuh puluh lima
juta rupiah) dan Toyota Prado 2.7 TX-L seharga Rp.925.000.000,- (sembilan ratus
dua puluh lima juta rupiah)dan setelah Terdakwa melihat dokumen yang dibawa
oleh saksi OKTAVERI Terdakwa mengatakan kepada saksi OKTAVERI bahwa perusahaan
CV Makna Motor tergolong perusahaan kecil karena itu tidak mungkin ditunjuk
sebagai rekanan pelaksana pengadaan tersebut dan agar saksi ARIFIN tetap bisa
melaksanakan pengadaan kendaraan dinas tersebut sebagaimana yang diperintahkan
oleh Bupati Pasaman Barat kepada Terdakwa maka Terdakwa menyampaikan kepada
saksi OKTAVERI agar saksi ARIFIN mencari perusahaan lain yang memenuhi syarat
dan mau dipakai namanya guna kelengkapan administrasi pengadaan kendaraan dinas
tersebut”
Bahwa berdasarkan pernyataan JPU tersebut diatas, jelas terlihat bahwa JPU
tidak mengerti dan tidak memahami serta tidak mencermati jalannya persidangan
karena JPU menyimpulkan kejadian Sdr. Oktaveri yang datang ke Simpang Empat
tersebut terjadi dalam satu dimensi waktu yang sama. Pada hal di dalam fakta
dipersidangan terungkap bahwa Sdr. Oktaveri datang ke Simpang Empat, dalam
beberapa kali dengan waktu yang berbeda dan kepentingan yang berbeda. Disini
dapat Terdakwa ulas kembali bahwa kedatangan Oktaveri yang pertama kali adalah
pada bulan Oktober 2010 hanyalah untuk mengantarkan surat penawaran CV. Makna
Motor.Dan surat pewaran CV. Makna Motor ini Terdakwa jadikan sebagai salah satu
referensi untuk menghitung HPS bersama dengan surat penawaran dari perusahaan
yang lain yaitu PT. Intercom, Terminal Motor, Suci Motor dan Antons Car.
Kedatangan Sdr.
Oktaveri berikutnya adalah pada akhir Bulan November setelah proses lelang umum
gagal sebanyak dua kali. Pada saat itu Sdr. Oktaveri ke Simpang Empat
mengantarkan dokumen-dokumen perusahaan CV. Makna Motor, dan begitu dokumen
tersebut diserahkan kepada Terdakwa, Sdr. Oktaveri langsung kembali ke Padang, Kemudian
berkas dokumen-dokumen tersebut diserahkan oleh Terdakwa kepada Panita I ULP
untuk dievaluasi, dan hasil evaluasi Panitia I ULP lah yang menyatakan bahwa
CV. Makna Motor tergolong perusahaan kecil dan tidak bisa mengikuti proses
pengadaan kendaraan dinas bupati ini. Hal tersebut disampaikan oleh Panitia I
ULP kepada Terdakwa dan Terdakwa meneruskan apa yang disampaikan oleh Pantia I
ULP tersebut kepada Sdr. Oktaveri.Komunikasi Terdakwa dengan Sdr. Oktaveri
hanya sampai disini.
Jadi..tuduhan JPU
atas Terdakwa mengatakan kepada saksi OKTAVERI bahwa perusahaan CV Makna Motor
tergolong perusahaan kecil karena itu tidak mungkin ditunjuk sebagai rekanan
pelaksana pengadaan tersebut dan agar saksi ARIFIN tetap bisa melaksanakan
pengadaan kendaraan dinas tersebut sebagaimana yang diperintahkan oleh Bupati Pasaman
Barat kepada Terdakwa maka Terdakwa menyampaikan kepada saksi OKTAVERI agar
saksi ARIFIN mencari perusahaan lain yang memenuhi syarat dan mau dipakai
namanya guna kelengkapan administrasi pengadaan kendaraan dinas tersebut”Adalah
bohong dan karangan dari Imajinasi JPU belaka untuk menjustifikasi dakwaanya. Terdakwa
tidak pernah menyuruh Oktaveri agar Saksi Arifin mencari perusahaan lain yang
memenuhi syarat dan mau di pakai namanya. Seperti kutipan persidangan pada hari
Jum’at tanggal 20 Maret keterangan saksi Oktaveri dibawah sumpah persidangan :
Oktaveri : Waktu saya
pulang ke Padang, kemudian saya ditelpon Pak Hendri
Jaksa : Berita dari Pak Hendri, kalau perusahaan
saudara tidak bisa ikut
Oktaveri : Ya penawaran
Jaksa : Lalu apa solusi Pak Hendri waktu itu?
Oktaveri : Tidak ada pak
Jaksa : Anda pulang saja
Oktaveri : Ya
4.
Bahwa JPU dalam membuat surat tuntutannya tidak
bedasarkan fakta di persidangan sebagaimana yang dimuatnya pada surat
tuntutannya di halaman 83, yang menyatakan “Bahwa setelah selesai melaksanakan
survey, Terdakwa membuat dan menandatangani sendiri surat telaahan staf
tertanggal 18 Oktober 2010”
Di dalam fakta
persidangan, Terdakwa telah menerangkan bahwa
yang membuat telaahan staf tersebut bukanlah Terdakwa sendiri karena ini adalah sesuatu yang sangat
tidak mungkin terjadi di dalam suatu Organisasi Birokrasi Pemerintahan, seorang
Kepala Bagian yang berada pada eselon III.a membuat suratnya sendiri. Tetapi
pasti dibuat secara hierarkis oleh stafnya. Hal ini contohnya sama saja dengan Surat Perintah Penahan atas nama Terdakwa
sendiri yang ditandatangani oleh Yudi Indra Gunawan selaku Kepala Kejaksaan
Negeri Simpang Empat yang eseloneringnya sama-sama III.a dengan Terdakwa selaku
Kepala Bagian Umum Sekretariat Daerah Kab. Pasaman Barat. Apakah ini artinya
juga bahwa yang membuat dan menandatangani Surat Perintah Penahanan tersebut
adalah Yudi Indra Gunawan sendiri? Tentu tidak..karena surat-surat
dinas selalu dibuat dan diproses oleh bawahan kecuali kalau yang dimaksudkan
oleh JPU ini adalah seperti yang saudara lakukan pada surat tuntutan yang
dibacakan pada persidangan kemaren yang tentulah
dibuat oleh saudara JPU Akhiruddin
sendiri dan langsung ditandatangani oleh saudara Akhiruddin.
5.
Bahwa
tidak benar uraian tuduhan JPU yang pada halaman 86 yang mengatakan “Bahwa
perbuatan Terdakwa merubah rincian obyek belanja dari 2 unit kendaraan dinas
Bupati dan Wakil Bupati menjadi 1 unit kendaraan dinas Bupati saja merupakan
perbuatan melawan hukum melanggar Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 tentang
Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah.
·
Pasal 160 ayat (1): "Pergeseron anggaran antar unit organisasi, antar kegiatan, dan antar jenis belanja
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 154 ayat (1) huruf b serta pergeseran antar
obyek belanja dalam jenis belanja dan antar rincian obyek belanja
diformulasikan dalam DPPA-SKPD". Bahwa kenyataannya perubahan rincian
obyek belanja dari 2 (dua) unit menjadi 1 (satu) tidak dituangkan dalam
DPPA-SKPO.
·
Pasal 160 ayat (2): "Pergeseran antar rincian obyek belanja dalam obyek belanja berkenaan dapat dilakukan atas persetujuan PPKD".Seharusnya
perubahan rincian obyek belanja tersebut tidak dapat dilakukan tanpa
persetujuan Kepala DPKAD selaku PPKD namun
nyatanya tetap dilakukan oleh Terdakwa.
a.
Bahwa JPU sendiri tidak mengerti dengan apa yang dibuatnya
dalam surat tuntutan tersebut, JPU
tidak mengerti dan memahami pengertian dan apa yang dimaksud dengan rincian
objek yang tertuang di dalam Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 tentang
Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah. JPU
menafsirkan 2 unit sebagai rincian objek.
Dalam hal ini JPU
sendiri telah salah menafsirkan Permendagri No. 13 Tahun 2006 Pasal 160 ayat
(1) dan ayat (2) tersebut.
Jika kita akan melakukan perubahan APBD, tentu
merubah apa yang telah dicantumkan dalam APBD tersebut dengan mengganti seluruh
atau sebagian dari objek atau rincian objek belanja berkenaan. Dalam DPPA
Sekretariat Daerah Kab. Pasaman Barat Tahun 2010 pada Bagian Umum, Kegiatan
Pengadaan Kendaraan Dinas/ Operasional tertulis Pekerjaannya adalah Pengadaan
Kendaraan Dinas dengan pagu dana Rp. 1.400.000.000 (satu milyar empat ratus
juta rupiah) dan volume 1 (satu) paket. Dalam hal ini bahwa angka 2 (dua) unit
mobil tersebut jelas tidak tercantum sama sekali di dalam DPPA Sekretariat
Daerah Kabupaten Pasaman Barat Tahu 2010 karena itu hanya uraian dari pekerjaan,
jadi apa yang harus dirubah? Apa yang harus dituangkan kedalam DPPA-SKPD?
Jawabannya tidak ada yang harus dirubah apalagi meminta persetujuan DPRD. Perubahan unit kendaraan ini tidak
terkait sama sekali dengan Permendagri No. 13 Tahun 2006 tentang Pedoman
Pengelolaan Keuangan Daerah Pasal 160 ayat (1), karena ini hanya merupakan
perubahan volume yang terjadi pada realisasi kegiatan yang telah dianggarkan, bukan merupakan
perubahan objek ataupun rincian objek seperti yang dimaksud dalam Pasal 160
ayat (1) tersebut, begitu juga dengan Pasal 160 ayat (2), karena tidak
adanya perubahan rincian objek maka juga tidak ada memerlukan persetujuan
kepala DPKAD selaku PPKD.
Hal ini juga telah dijelaskan oleh Saksi
Celly Decilia Putri, SE, MM. A.kt
dibawah sumpah di persidangan pada hari Jum’at tanggal 27 Februari 2015
dan juga penjelasan dari Ahli Dr. Sumule Tumbo dari Dirjen Keuangan Daerah
Kementerian Dalam Negeri RI dibawah sumpah pada persidangan hari Jum’at tanggal
17 April 2015. Dimana kedua orang saksi
tersebut Celly Decilia Putri, SE, MM. A.Kt adalah praktisi yang sehari-hari
tugas dan pekerjaannya adalah mengelola keuangan daerah Pasaman Barat yang
jumlahnya mencapai hampir 1 triliun rupiah, sudah barang tentu sangat menguasai
dan ahli di dalam pelaksanaan aturan Permendagri No. 13 Tahun 2006 sebagai
kitab suci pelaksanaan tugasnya. Dan Dr. Sumule Timbo disamping dalam
kapasitasnya sebagai Kasi Wilayah I Pada Subdit Bagian Kebijakan dan Bantuan
Keterangan Ahli pada Dirjen Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri RI, dimana
dalam tugasnya sehari-hari adalah untuk memberikan penjelasan dan penafsiran
terhadap peraturan-peraturan keuangan kepada seluruh stakeholder, bukan cuma
dari Pemerintah Darah Kabupaten dan Propinsi se-Indonesia saja, tetapi juga
termasuk dari instansi Kejaksaan, Kepolisian, KPK dan LSM-LSM yang membutuhkan
informasi dan penjelasan mengenai substansi dari sebuah peraturan. Apalagi
seperti yang dinyatakan oleh beliau di dalam persidangan, beliau bukan hanya
mengerti dan paham tentang Permendagri No. 13 Tahun 2006 tersebut dan
Permendagri-permendagri lainnya, tetapi bahkan beliau sangat mengerti dengan
filosofi dan semangat serta suasana kebatinan yang mewarnai pada proses
penyusunan peraturan tersebut karena beliau
adalah orang yang terlibat langsung di dalam penyusunan peraturan tersebut. Beliau bukanlah hanya sekedar akademisi atau
pemerhati hukum administrasi negara belaka. Didalam persidangan tanggal 17
April 2015, Ahli Sumule Timbo dibawah sumpah persidangan memberikan keterangan
bahwa dalam perubahan 2 (dua) unit kendaraan dinas Bupati dan Wakil Bupati Pasaman
Barat menjadi 1 (satu) unit kendaraan Bupati Pasaman Barat tidak perlu melalui
persetujuan DPRD dan merubah Perda No. 04 Tahun 2010 tentang Perubahan APBD
Kab. Pasaman Barat Tahun 2010 yang menjadi dasar DPPA SKPD. Ini hanyalah pengurangan volume, bukan pergeseran antar objek belanja dalam jenis
belanja dan antar rincian objek belanja
sebagaimana yang dimaksud
dalam Permendagri No. 13 Tahun 2006 Pasal 160 ayat (1). Jadi dalam hal ini tidak ada pelanggaran yang dilakukan Terdakwa
terhadap Permendagri No. 13 Tahun 2006 Pasal 160 ayat (1) dan (2)
b.
Bahwa tuduhan JPU yang menyatakan perbuatan Terdakwa
merubah rincian obyek belanja dari 2 unit kendaraan dinas Bupati dan Wakil
Bupati menjadi 1 unit kendaraan dinas Bupati saja merupakan perbuatan melawan
hukum melanggar Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan
Keuangan Daerah Pasal 160 ayat (1) dan (2) adalah hal yang tidak berdasarkan dari
fakta persidangan. JPU tidak menyimak
dan memperhatikan jalannya persidangan dan juga tidak memperhatikan bukti-bukti
yang ada, yang padahal juga menjadi barang bukti oleh JPU sendiri dalam perkara
ini. Kemudian JPU dalam membuat surat tuntutannya antara satu sama lain saling
bertentangan, disatu sisi JPU membenarkan dan disatu sisi menyalahkan.
Hal ini terjadi terhadap Telaahan Staf Tanggal 10 November 2010 dari Asisten
III kepada Bupati Pasaman Barat. Di dalam surat tuntutannya, JPU menuliskan
tentang Telaahan Staf Tanggal 10 November 2010 ini sebanyak 5 kali yaitu pada
dakwaan primernya di halaman 4, pada dakwaan subsidairnya di halaman 10-11,
pada keterangan saksi Ir. Zalmi di halaman 63, pada keterangan Terdakwa di
halaman 74 dan pada tuntutan di halaman 86.
Berikut
kutipan yang ditulis JPU tentang Telaahan Staf tersebut:
“Telaahan
staf Kepada Bupati Pasaman Barat tertanggal 10 Nopember 2010 yang
ditandatangani oleh Asisten III pada Sekda Pasaman Barat ( Ir. Zalmi N) perihal
Tindak Lanjut Pengadaan Kendaraan Dinas Kepala Daerah Tahun Anggaran 2010 yang
pada pokoknya menjelaskan bahwa penyebab tidak adanya rekanan yang mendaftar
dikarenakan harga kendaraan operasional Kepala Daerah dimaksud ( Toyota Prado
TX Limited dan Toyota Fortuner Type V Matic 4x4 Bensin ) tidak mencukupi dengan
pagu dana yang tersedia. Oleh karena itu, demi kelancaran proses tender
berkaitan dengan pagu dana maka Tim Panitia 1 ( Satu ) ULP Kab. Pasaman Barat
akan mengeluarkan pengumuman tender kendaraan operasional kepala daerah untuk
kedua kalinya dengan perubahan spesifikasi : Untuk 1 ( satu ) Unit Toyota Land
Cruiser Prado Type TX Limited dirubah menjadi 1 ( satu ) Unit Toyota Land
Cruiser Prado Type TX dan 1 ( satu ) Unit Toyota Fortuner Type V Matic 4 x 4
Bensin dirubah menjadi 1 ( satu ) Unit Toyota Fortuner Type G Luxury 4 x 2
Bensin. Kemudian telaahan staf tersebut didisposisi oleh Sekda kepada Bupati Pasaman
Barat tanggal 10 Nopember 2010 yang isinya “mohon persetujuan Bapak sesuai
saran”. Kemudian telaahan staf beserta disposisi dari Sekda tersebut
didisposisi oleh Wakil Bupati tanggal 10 Nopember 2010 kepada Bupati yaitu "berhubung dana kita belum cukup
dan medan kita wilayah bergunung perlu kendaraan 4x4, cukup kendaraan Bupati
saja dulu, Wabup tahun 2011 kita anggarkan lagi". Setelah
itu telaahan staf beserta disposisi dari Sekda dan Wabup tersebut masuk ke
Bupati kemudian didisposisi oleh Bupati Pasaman
Barat Tanggal 10 Nopember 2010 kepada Sekda yang isinya “Setuju Saran Wabup”.
Namun keesokan harinya yaitu pada tanggal 11 November 2010 Bupati membuat
disposisi tambahan yang isinya adalah “limited” yang maksudnya adalah 1 ( satu
) Unit Toyota Land Cruiser Prado Type TX Limited”
Bahwa dari kutipan di atas dan di dalam
fakta persidangan telah sama-sama melihat Telaahan staf tersebut dan
mendengarkan keterangan saksi yaitu saksi Ir. Zalmi N dan keterangan Terdakwa
sendiri,Terdakwa tidak pernah sama sekali melakukan perbuatan merubah 2 unit
kendaraan wakil bupati dan bupati menjadi 1 unit kendaraan Bupati. Dari sini
jelas dan terang bahwa apa yang dituduhkan JPU adalah tidak benar terhadap Terdakwa
yang merubah rincian obyek belanja dari 2 unit kendaraan dinas
Bupati dan Wakil Bupati menjadi 1 unit kendaraan dinas Bupati. Karena disini jelas terbukti bahwa
bukan Terdakwa yang merubah 2 unit kendaraan menjadi 1 unit kendaraan Bupati
Pasama Barat melainkan usulan Wakil
Bupati melalui disposisinya pada TS tertanggal 10 November 2010 dan disetujui
oleh Bupati Pasaman Barat melalui Telaahan staf yang sama tertanggal 10
November 2010.
Bahwa, JPU
menuduhkan tindakan yang merubah dari 2 unit kendaraan dinas Bupati dan Wakil
Bupati menjadi 1 unit kendaraan dinas Bupati saja merupakan perbuatan melawan
hukum, melanggar Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan
Keuangan Daerah Pasal 160 ayat (1) dan (2) maka
yang seharusnya menjadi Terdakwa dalam perkara ini adalah Wakil Bupati Pasaman
Barat dan Bupati Pasaman Barat sendiri. Namun dalam hal ini, JPU sungguh tidak berlaku adil dan tidak
bernyali, jangankan untuk menjadikan sebagai Terdakwa, untuk dijadikan sebagai saksipun
tidak berani sama sekali, padahal untuk membuktikan kebenaran dari Disposisinya
pada Telaahan Staf tertanggal 10 November 2010 perlu didengar kesaksian dari
Wakil Bupati dan Bupati tersebut dan hal ini juga senada yang disampaikan oleh Majelis
Hakim pada waktu persidangan yang meminta JPU untuk menghadirkan Bupati Pasaman
Barat tapi tidak digubris sama sekali.
Disini JPU
telah jelas salah sasaran dan salah menangkap orang yang dijadikannya Terdakwa,
yang akhirnya mengorbankan Terdakwa demi terpenuhinya target kasus dari JPU
sendiri. Dengan demikian, dakwaan dan
tuntutan JPU karena tindakan Terdakwa
melawan hukum Permendagri No. 13 Tahun 2006, batal demi hukum.
6. Bahwa
perbuatan Terdakwa merubah rincian obyek belanja dari 2 unit kendaraan dinas
Bupati dan Wakil Bupati menjadi 1 unit kendaraan dinas Bupati saja juga
merupakan perbuatan melawan hukum melanggar Keppres No. 80 tahun 2003 tentang
Pedoman Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, Bagian ketiga, Prinsip Dasar Pasal 3
:
·
Pengadaan Barang/Jasa Wajib menerapkan
Prinsip-prinsip:
a.
Efisien, berarti pengadaan barang/jasa harus
diusahakan dengan menggunakan dana yang terbatas untuk mencapai sasaran yang
ditetapkan dalam waktu sesingkat-singkatnya dan dapat dipertanggungjawabkan;
b.
Efektif, berarti pengadaan barang/jasa harus sesuai
dengan kebutuhan yang telah ditetapkan dan dapat memberikan manfaat yang
sebesar-besarnya sesuai dengan sasaran yang telah ditetapkan;
c.
...
d.
...
e.
...
f.
Akuntabel, berarti harus mencapai sasaran baik
fisik, keuangan maupun manfaat bagi kelancaran pelaksanaan tugas umum
pemerintahan dan pelayanan sesuai dengan prinsip-prinsip serta ketentuan yang
berlaku dalam pengadaan barang/jasa.
·
Hal tersebut dikarenakan peran Terdakwa selaku KPA
tidak dapat melaksanakan pengadaan 2 (dua) unit kendaraan dinas untuk Bupati
dan Wakil Bupati tersebut meskipun sudah tersedia anggaran yang cukup untuk itu
yakni sejumlah total Rp.1.400.000.000,- (satu milyar empat ratus juta rupiah),
melainkan hanya mampu mengadakan 1 (satu) unit kendaraan untuk Bupati saja
(toyota prado) yang notabene memiliki harga yang sangat tinggi dan merupakan
pemborosan anggaran serta tidak layak dan tidak tepat untuk digunakan Kepala
Daerah Tingkat II yang belum lama terbentuk sehingga sisa anggaran tidak
mencukupi pembelian kendaraan untuk Wakil Bupati. Bahwa kegiatan pengadaan yang
dilakukan oleh Terdakwa tersebut tidak menerapkan prinsip Efislen, Efektit,
Akuntabel.
Majelis
Hakim yang mulia. Sebagai seorang yang awam dengan hukum, sekaligus baru
pertama kalinya menginjakkan kakinya di Pengadilan, dan bahkan langsung duduk
di bangku pesakitan sebagai Terdakwa, saya betul-betul dan sungguh-sungguh
terkejut dengan pemandangan dan penyampaian oleh Penuntut Umum. Bagi saya
selaku orang Pemerintahan, yang hanya belajar ilmu hukum sebatas dasar-dasarnya
saja. Tidak mengenal dengan istilah menghalalkan segala cara untuk mencapai
tujuan. Apalagi cara yang ditampilkan tersebut adalah cara-cara yang tidak
benar dan terbalik-balik karena ketidak tahuan dan ketidak mengertian Penuntut
Umum terhadap peraturan yang dituduhkannya dilanggar. Apakah karena posisi dan
kapasitas sebagai seorang Aparat Penegak Hukum, maka kemudian APH tersebut
dapat saja mengartikan dan memakai suatu peraturan dengan sesukanya saja ? bisa
mengartikannya terbalik, bisa mencomot-comot seenaknya, dan kemudian
dilemparkan kepada Terdakwa menjadi kesalahan seorang Terdakwa ? apakah memang
begini dunia hukum Indonesia ? atau hanya kebetulan saja saya bertemu dengan
APH yang seperti ini ? apakah ini yang disebutkan sebagai menghormati peradilan
dan menghormati proses hukum ?
Darimana
dasarnya maka bisa dikatakan Terdakwa merubah rincian obyek belanja dari 2 unit
kendaraan dinas Bupati dan Wakil Bupati menjadi 1 unit kendaraan dinas Bupati
saja. Yang dirubah dari 2 itu mana ? apa Penuntut Umum tidak melihat kepada
Barang Bukti Penuntut Umum sendiri? Bukankah di persidangan dan di dalam Surat
Tuntutan ini sendiri, berulang kali Penuntut Umum menyampaikan bahwa yang
mengusulkan agar pengadaan kendaraan dinas tahun ini cukup untuk bupati saja
dulu, dan untuk kendaraan wabup tahun depan kita anggarkan lagi adalah Wabup?
Dan bukankah Bupati yang menyetujui usulan Wabup tersebut ? Sementara Terdakwa
sendiri malah tetap menyarankan agar kendaraan ini dibeli dua buah, tetapi
speknya yang diturunkan agar harganya terjangkau oleh penyedia barang. Kenapa
bukan Wabup atau Bupati saja yang Penuntut Umum tuntut ? Apakah karena wabup
atau bupati tersebut, maka Penuntut Umum takut ? Takut tidak dapat lagi proyek-proyek
untuk kejaksaan negeri simpang empat ? seperti yang selama ini setiap tahun
selalu dapat ? Minta pengadaan tanah untuk pembangunan Kacabjari Air Bangis TA
2013, minta biaya untuk pematangan lahannya TA 2014. Minta memasukkan listrik
untuk kantor TA 2010, mushala dan perumahan kajari, minta mobil Toyota Innova Luxury untuk kajari
TA 2010. Minta ini minta itu. Tahun ini apa jadi pengaspalan seluruh area
halaman kantor kajari? Apa bukan itu yang merupakan pemborosan terhadap
anggaran pemerintah daerah, karena dana APBD yang mestinya untuk kesejahteraan
dan pembangunan rakyat Pasaman Barat disedot untuk kepentingan instansi
vertikal yang dananya juga disediakan oleh Pemerintah Pusat ?
Apa dasar
hukum saudara Penuntut Umum untuk mengatakan bahwa pengadaan 1 (satu) unit
kendaraan untuk Bupati yaitu toyota prado yang notabene memiliki harga yang
sangat tinggi merupakan pemborosan terhadap anggaran dan malah tidak layak dan
tidak tepat untuk digunakan Kepala Daerah Tingkat II yang belum lama terbentuk
sehingga sisa anggaran tidak mencukupi pembelian kendaraan untuk Wakil Bupati ?
Padahal mengenai kendaraan dinas pejabat negara, itu sudah ada peraturan yang
mengaturnya. Dan tidak ada pula dibedakan daerah ini menjadi daerah yang sudah
lama terbentuk dengan daerah yang baru terbentuk. Dan untuk saat ini, yang mana
itu yang Penuntut Umum sebut Daerah Tingkat II ? Tidak ada lagi saat ini daerah
di Indonesia bertingkat-tingkat Penuntut Umum. Banyak-banyaklah membaca dan
belajar. Apa yang Penuntut Umum sebut saat ini, hanya mengingatkan Terdakwa
akan istilah yang disebutkan oleh Kajari Simpang Empat yang lama, bahwa
mengenai mobil prado ini disebutkannya bahwa bupati Pasaman Barat, ibarat anak
SD yang memakai baju SMA. Begitu dalamnya kebencian Kajari Simpang Empat yang sebelum ini kepada Bupati Pasaman Barat.
Itulah yang menyebabkan begitu ngototnya Kajari untuk memaksakan naiknya kasus
pengadaan kendaraan dinas bupati, dengan harapan bupati akan terseret karena
itu. Dan ini sekarang tetap dilanjutkan dengan imajinasi-imajinasi Penuntut
Umum untuk mendudukkan Terdakwa dalam kasus ini. Kesimpulan dari situasi
tersebut adalah :
HUBUNGAN YANG TIDAK HARMONIS
ANTARA BUPATI PASAMAN BARAT DENGAN KAJARI SIMPANG EMPAT MENYEBABKAN KAJARI
SIMPANG EMPAT MEMPUNYAI AMBISI UNTUK MENJATUHKAN KEPEMIMPINAN PEMERINTAHAN
BUPATI PASAMAN BARAT MELALUI CARA-CARA MENGORBANKAN APARAT-APARAT PEMERINTAH
DAERAH PASAMAN BARAT
7.
Bahwa JPU dalam uraian tuntutannya telah memutar
balikkan fakta dan tidak sesuai dengan fakta-fakta yang terungkap dalam
persidangan terkait proses pengadaan kendaraan dinas Bupati Pasaman Barat Tahun
2010 oleh Panitia I ULP. Sebagai orang yang awam dibidang hukum, saya
betul-betul kaget dan tidak mengerti kenapa sampai ada seorang manusia yang
diangkat dengan bersumpah atas nama Allah, mau dan mampu di dalam melaksanakan
tugasnya untuk berkata BERBOHONG dan
MEMFITNAH. Apa lagi fitnah yang dilakukannya dengan terang-terangan
akan menzalimi orang yang difitnahnya tersebut. Begitu berharganya mereka
memandang sebuah jabatan sampai lupa kepada dosa dan azab dari Allah, SWT.
Dari apa yang disampaikan oleh
JPU dalam surat tuntutannya ini, adalah sesuatu yang bohongdan bukan saja
bertentangan dengan fakta persidangan, sebagian besar juga tidak ada
disebut-sebut di dalam persidangan, ALIAS
JPU MENGARANG SENDIRI. Seperti dengan pernyataan JPU pada halaman 87
sampai 88 berikut ini :
·
JPU mengatakan bahwa saksi OKTAVERI menyampaikan
petunjuk yang diberikan oleh Terdakwa kepada saksi ARIFIN, selanjutnya saksi
ARIFIN mencari perusahaan yang memenuhi kriteria yang disebutkan oleh Terdakwa
dan akhirnya saksi ARIFIN menghubungi saksi VITARMAN. Sementara kenyataanya di
dalam persidangan Sdr. Oktoveri menyampaikan bahwa tidak ada petunjuk atau
solusi dari Terdakwa.
·
JPU mengatakan bahwa Terdakwa mengatakan kepada
saksi VITARMAN bahwa PT. Baladewa akan ditunjuk sebagai rekanan pelaksana
melalui metode penunjukan langsung. Sementara dari fakta persidangan,
komunikasi melalui handphone yang dilakukan oleh Sdr. Vitarman melalui HP
Otaveri kepada Terdakwa itu Cuma sebatas perkenalan diri dan menanyakan apakah
betul pelelangan telah gagal dua kali? Dan apa ada berita acaranya. Jadi tidak
ada pembicaraan bahwa PT. Baladewa akan ditunjuk sebagai rekanan pelaksana
melalui metode PL.
·
JPU mengatakan bahwa PT. Intercom tidak memiliki
Kemampuan untuk menyediakan mobil jenis Prado karena PT. Intercom selaku
distributor resmi Toyota hanya menjual mobil yang telah ditetapkan oleh ATPM
sementara mobil jenis Toyota Prado adalah mobil yang tidak ada dalam daftar ATPM
dan hanya dijual oleh importir umum oleh karena Itu surat dukungan yang dibuat
tersebut bukanlah surat resmi yang diterbitkan oleh PT. Intercom. Dalam hal ini, Surat Dukungan yang dimaksud
adalah salah satu persyaratan kualifikasi calon penyedia barang yang
disampaikan oleh calon penyedia bersama dengan dokumen penawarannya yang
kemudian dievaluasi oleh Pantia Pengadaan Barang tentang ada atau tidaknya dan
tentang kebenaran dari Surat Dukungan tersebut. Hasil evaluasi panitia ini lah
yang menentukan apakah PT. Baladewa lulus evaluasi dan layak/ tidak untuk
menjadi calon penyedia barang. Apabila
Panitia telah melakukan evaluasi dan menyatakan PT. Baladewa lulus evaluasi untuk
menjadi calon penyedia,artinya seluruh dokumen penawaran termasuk surat
dukungan sudah memenuhi dan sesuai dengan aturan. Apabila dikemudian hari
didapati keterangan bahwa Surat Dukungan dari PT. Intercom tersebut tidak
resmi, maka itu diluar kewenangan KPA.
·
JPU mengatakan Bahwa Terdakwa meminta saksi BENDRI
untuk melakukan penunjukan langsung terhadap kegiatan pengadaan tersebut dan
seluruh kelengkapan administrasi untuk mengikuti proses penunjukan langsung
dilengkapi dan ditandatangani oleh saksi Vitarman di ruangan Terdakwa. Pada
saat itu Terdakwa juga menandatangani Surat Nomor : 027/217/KPA/Umum/2010
tertanggal 23 Nopember 2010 yang isinya meminta ULP untuk melaksanakan
Penunjukan Langsung terhadap paket Pekerjaan tersebut. Pernyataan Penuntut Umum
ini adalah tidak berdasarkan kepada fakta persidangan karena antara
penandatanganan surat Nomor: 027/217/KPA/Umum/2010 tertanggal 23 Nopember 2010
dilaksanakan pada tanggal 23 November 2010, sementara kedatangan Sdr. Vitarman
dan Sdr. Oktoveri membawa dokumen penawaran adalah pada awal Desember 2010.
Pernyataan Penuntut Umum ini hanyalah untuk menjustifikasi dakwaannya bahwa
pengadaan ini direkayasa untuk PT. Baladewa Indonesia.
8.
Bahwa poin-poin yang dikemukakan oleh JPU dalam
surat tuntutannya halaman 88, menggambarkan ketidak mengertian Penuntut Umum
terhadap proses pengadaan barang/ jasa dan malah JPU hanya mengambil dan menyampaikan surat-surat dan dokumen yang
dibutuhkannya untuk menjustifikasi dakwaannya dan menghilangkan barang-barang
bukti yang lain yang semestinya merupakan satu kesatuan dalam proses
pengadaan kendaraan dinas ini. Sehingga
dengan demikian, kesimpulan yang disimpulkan oleh JPU tidak sesuai dengan fakta
yang ada, apalagi ditambah dengan JPU maupun aparat penyidik di Kejaksaan
Negeri Simpang Empat tidak satupun yang memiliki sertifikasi keahlian pengadaan
barang/ jasa meskipun telah beberapa kali pernah mengikuti pelatihan dan ujian
sertifikasi tersebut, namun tidak satupun yang lulus dan memiliki sertifikasi
sebagai Ahli Pengadaan.
Pada halaman 88 tersebut, JPU
menyampaikan bahwaselanjutnya
Terdakwa mengeluarkan surat Nomor 027/218/KPA/Umum-2010 tanggal 3 Desember
2010, padahal surat itu tidak serta
merta ditandatangani langsung oleh Terdakwa karena sebelumnya terlebih dahulu
ada surat Usulan Penetapan Calon Penyedia Barang Lulus Pascakualifikasi dari
Ketua Panitia 1 ULP Kab. Pasaman Barat kepada KPA Nomor :
14PL.4/ULP.B1/UPCPLP/1/PASBAR-2010 tanggal 03 Desember 2010 beserta lampiran
Berita Acara Hasil Evaluasi Pascakualifikasi yang ditandatangani oleh 5 orang
panitia 1 ULP dengan Nomor 14PL.3/ULP.B1/BAHEP/1/PASBAR-2010 tanggal 3 Desember
2010. Dan surat Nomor 027/218/KPA/Umum-2010 tanggal 3 Desember 2010 bukanlah
surat penetapan PT. Baladewa Indonesia yang memenuhi syarat dan lulus evaluasi
sebagai rekanan sebagaimana yang ditulis oleh JPU pada hal 88 tersebut. Jika surat
yang dimaksud adalah surat Nomor 027/218/KPA/Umum-2010 tanggal 3 Desember 2010,
perihal yang benar adalah Surat Penetapan Calon Penyedia Barang Lulus
Pascakualifikasi.
Bahwa JPU menyampaikan setelah sdr. Vitarman
mengajukan penawaran sebesar Rp.1.072.500.000,- (satu milyar tujuh puluh dua
juta lima ratus ribu rupiah) dan selanjutnya setelah negosiasi, disepakati
nilai sebesar Rp.1.072.000.000,-. (satu milyar tujuh puluh dua juta rupiah).
Selanjutnya Terdakwa mengeluarkan Surat nomor 027/218/KPA/Umum-2010 tanggal 3
Desember 2014 yang ditujukan kepada ULP yang menetapkan PT. Baladewa Indonesia
memenuhi syarat dan lulus evaluasi sebagai rekanan kegiatan pengadaan 1 (satu)
unit kendaraan Dinas Bupati dan Wakil Bupati.Kemudian diterbitkan Surat
Penunjukan Penyedia Barang/Jasa (Gunning) Nomor 027/176/SP/2010 tanggal 13
Desember 2010.
Dalam hal ini JPU tidak menyimak
dan memperhatikan fakta dipersidangan terhadap keterangan saksi Bendri dan juga
keterangan Terdakwa perihal proses pengadaan barang/ jasa karena JPU tidak
menyampaikan fakta yang sebenarnya terjadi di persidangan.
Fakta dipersidangan bahwa setelah surat tertanggal 3
Desember 2010 tersebut, masih banyak surat-surat dan dokumen lain yang
dikeluarkan oleh Ketua Panitia 1 ULP Kab. Pasaman Barat yaitu :
- Surat undangan Aanwijzing kepada
PT. Baladewa Indonesia
- Berita Acara Penjelasan Pekerjaan
(Aanwijzing)
- Berita Acara Pembukaan Penawaran
- Koreksi Aritmatik
- Berita Acara Hasil Evaluasi
- Berita Acara Negosiasi Teknis dan
Harga, dan
- Surat Usulan Penetapan Pemenang
PL kepada KPA
Inilah yang dikatakan, JPU sengaja tidak menampilkan proses
yang dilaksanakan oleh panitia I ULP untuk menjusifikasi dakwaannya, bahwa Terdakwalah
yang menentukan segalanya. Padahal, bisa
atau tidaknya seorang rekanan menjadi penyedia barang adalah tergantung kepada
hasil evaluasi Pantia Pengandaan Barang/ Jasa,
dan jika JPU paham dan mengerti tentang proses yang berlangsung untuk
penetapan sebuah perusahaan menjadi rekanan maka JPU tidak akan salah mengambil
kesimpulan seperti yang diutarakannya ini.
Proses
penetapan sebuah perusahaan menjadi pemenang dalam pengadaan kendaraan Dinas
Bupati Pasaman Barat ini, melewati tahap-tahap sebagai berikut:
1.
Surat
Undangan Mengikuti Pascakualifikasi dari Ketua PPBJ kepada PT. Baladewa
2.
Pendaftaran
dan pengambilan dokumen pascakualifikasi PBJ Metode PL
3.
Pemasukan
dokumen prakualifikasi
4.
Penilaian
kualifikasi
5.
Surat
Penetapan Calon Penyedia Barang Lulus Pascakualifikasi dari Ketua PPBJ
6.
Surat
Penetapan Calon Penyedia Barang Lulus Pascakualifikasi dari KPA
7.
Surat
Undangan Aanwijzing dari Ketua PPBJ kepada PT. Baladewa Indonesia
8.
Anwijzing/
penjelasan, dan pembuatan berita acara
9.
Pemasukan
penawaran
10.
Koreksi
Aritmatik
11.
Evaluasi
penawaran;
12.
Negosiasi
baik teknis maupun biaya;
13.
Surat
Usulan Penetapan Pemenang PL
14.
Penetapan/penunjukan
penyedia barang/jasa;
15.
Penandatanganan
kontrak.
Tahapan-tahapan seperti ini tentu akan berbeda lagi
jika metode pengadaan yang digunakan berbeda, apakah itu Metode Pelelangan Umum
Prakualifikasi, Metode Pelelangan Umum Pascakualifikasi, Pemilihan Langsung
Prakualifikasi, Pemilihan Langsung Pascakualifikasi maupun Pelelangan Terbatas
Pascakualifikasi. Dengan banyaknya langkah-langkah dan tahap yang dilewati oleh
calon penyedia barang/ jasa, maka metode PL bukanlah merupakan sebuah metode
seperti yang dibayangkan oleh JPU atau sebagian besar orang yang tidak mengerti
tentang proses ini bahwa pemilihan metode PL seperti identik dengan kegiatan
untuk mencuri uang negara.
Dengan metode Pascakualifikasi
yang sama untuk pelelangan umum maka tahap-tahap yang dilewatinya juga sama,
bedanya hanya pada tahap evaluasi, kalau Penunjukan Langsung, hanya satu yang di
evaluasi, sementara pada pelelangan umum, mengevaluasi lebih dari satu
penawaran.
Hal ini sengaja kami sampaikan,
meskipun ini barangkali tidak diperlukan pada saat ini karena jangankan ketika
telah berada pada frame negatif dalam sebuah kasus seperti saat ini, sedangkan
pada saat sedang mengikuti pelatihan barang dan jasapun tidak akan semua orang
bisa paham dan mengerti sehingga banyak yang tidak lulus ketika mengikuti ujian
sertifikasi, termasuk JPU sendiri. Tapi minimal, karena ini berada pada sebuah
kasus mudah-mudahan JPU bisa lebih arif untuk kasus pengadaan barang dan jasa
berikutnya sehingga tidak sembarang orang yang menjadi korban akibat ketidak
mengertian JPU.
9.
Bahwa kegagalan lelang sebanyak dua kali tersebut
dengan kondisi terjadi berbagai perubahan diantaranya perubahan rincian obyek
belanja dari 2 (dua) unit kendaraan untuk Bupati dan Wakil Bupati menjadi 1 (satu) unit saja merupakan
serangkaian perbuatan yang dilakukan oleh Terdakwa dalam rangka memuluskan
jalan agar saksi ARIFIN dapat ditetapkan sebagai rekanan dalam pengadaan
kendaraan tersebut seperti yang sejak awal diinginkan oleh saksi ARIFIN dan
diinstruksikan oleh Bupati Pasaman Barat kepada Terdakwa.
Bahwa apa yang disebutkan oleh Penuntut
Umum dalam surat tuntutannya adalah tidak berdasar sama sekali dan hanyalah
imajinasi Penuntut Umum saja. Karena tidak mungkin pelelangan yang dilakukan
secara nasional di koran tempo, bisa dikondisikan oleh Terdakwa agar terjadi
kegagalan. Termasuk juga perubahan dari rencana pengadaan 2 unit menjadi 1
unit, itu adalah karena usulan dari wabup dan disetujui oleh Bupati. Dan usulan
waup tersebut, sangat berbeda dengan usulan yang disampaikan oleh KPA, yang
hanya menyarankan agar diturunkan speknya agar kendaraan ini tetap dapat dibeli
sebanyak 2 unit. Fakta persidangan telah membentangkan hal tersebut, tetapi
didalam surat tuntutannya Penuntut Umum membuat seenaknya saja. Sungguh sangat
meremehkan kehormatan persidangan.
10.
Bahwa
perbuatan Terdakwa merupakan perbuatan melawan hukum melanggar Kepres No. 80
tahun 2003 tentang Pedoman Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, Bagian ketiga,
Prinsip Dasar Pasal 3 :
·
Pengadaan Barang/Jasa Wajib menerapkan Prinsip-prinsip:
e. Adil/tidak
diskriminatif, berarti memberikan perlakuan yang sama bagi semua calon penyedia
barang/jasa dan tidak mengarah untuk memberikan keuntungan kepada pihak
tertentu dan ataupun alasan apapun.
Adalah
sangat aneh sekali, bahwa hanya karena kewenangan undang-undang yang melekat
padanya, seorang Aparat Penegak Hukum, bisa menafsirkan undang-undang menurut
kebutuhannya dan menurut seleranya sendiri-sendiri. Apalagi kalau penafsiran
yang adil/tidak diskrimatif dalam pengadaan kendaraan dinas bupati Pasaman
Barat, itu sudah teruji dengan dilaksanakannya pelelangan umum sebanyak dua
kali. Siapa saja yang berminat dan memiliki kemauan dan kemampuan untuk ikut,
dipersilahkan dan dibuka lebar-lebar pintu untuk itu. Diundang untuk datang.
Justru karena tidak ada satupun perusahaan yang berminat itulah makanya
akhirnya dilaksanakan dengan metode pengadaan langsung dengan mengundang satu
perusahaan saja yang mau dan berminat. Sungguh Penuntut Umum tidak mengerti
dengan Kepres No. 80 Tahun 2003 dan malah menggunakan kekuasaan
undang-undangnya untuk mencelakakan orang atas ketidak tahuannya tersebut.
11.
Bahwa perbuatan Terdakwa merupakan perbuatan
melawan hukum tidak saja dalam arti formil yaitu Terdakwa sejak awal telah
mengarahkan calon rekanan tertentu sebagai pelaksana kegiatan namun juga secara
materil yakni merusak rasa keadilan dan kejujuran dalam masyarakat dalam hal
kerjasama kecurangan yang dilakukan oleh Terdakwa bersama ARIFIN AGROSURIO dan
VITARMAN dalam upaya menjadikan ARIFIN AGROSURIO dan VITARMAN sebagai pelaksana
kegiatan pengadaan kendaraan dinas tersebut.
Bahwa
apa yang Penuntut Umum sebutkan bahwa Terdakwa sejak awal telah mengarahkan
calon rekanan tertentu adalah sangat tidak berdasar sekali dan tidak ada
satupun fakta persidangan yang memunculkan bukti-bukti seperti itu. Semua
pengusaha dan perusahaan yang mempunyai kemampuan untuk ikut pengadaan
kendaraan dinas diundang oleh Panitia Pengadaan. Justru apa yang Penuntut Umum
sampaikan ini lah yang merusak rasa keadilan dan kejujuran didalam masyarakat,
dimana rupanya kelakuan aparat hukum bisa dengan seenaknya saja berbuat fitnah
yang akan mencelakakan warga negara. Bukannya kebenaran yang dicari Penuntut
Umum melalui persidangan, tetapi adalah menghalalkan segala cara untuk
menjustifikasi anatomi kasus yang sudah dibangunnya. Tidak peduli, apakah itu
bertolak belakang dengan fakta persidangan yang terungkap.
12.
Bahwa kegiatan pengadaan Mobil Dinas Bupati dan
Wakil Bupati Pasaman Barat Tahun Anggaran 2010 berpedoman kepada Keppres nomor
80 tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang / Jasa Pemerintah
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor
95 Tahun 2007, Bahwa perbuatan Terdakwa memerintahkan penunjukan langsung
terhadap PT Baladewa merupakan perbuatan melawan hukum melanggar ketentuan
dalam Lampiran I Keppres Nomor. 80 Tahun 2003 Bab I Huruf C angka 1 yang
berbunyi : "Penunjukan langsung
dapat dilaksanakan dalam halmemenuhi kriteria sebagai berikut:
a)
penanganan
darurat untuk pertahanan negara, keamanan dan keselamatan masyarakat yang
pelaksanaan pekerjaannya tidak dapat ditunda/harus dilakukan segera; dan/ atau
b)
penyedia
jasa tunggal; dan/atau
c)
pekerjaan
yang perlu dirahasiakan Yang menyangkut pertahanan dan keamanan negara yang
ditetapkan oleh Presiden; dan/atau
d)
pekerjaan
yang berskala kecil dengan ketentuan : untuk keperluan sendiri, mempunyai
resiko kecil, menggunakan teknologi sederhana, dilaksanakan oleh penyedia jasa
usaha orang perseorangan dan badan usaha kecil, dan/atau bernilai sampai dengan
Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah); dan/atu
e)
pekerjaan
yang hanya dapat dilakukan oleh pemegang hak paten atau pihak yang telah
mendapat ijin."
Penjelasan Pasal 2
ayat (1) Undang-Undang No. 31 Tahun 1999:
Yang dimaksud
dengan “secara melawan hukum” dalam pasal ini mencakup perbuatan melawan hukum
dalam arti formil maupun dalam arti materil, yakni meskipun perbuatan tersebut
tidak diatur dalam peraturan perundang-undangan, namun apabila perbuatan
tersebut dianggap tercela karena tidak sesuai dengan rasa keadilan atau
norma-norma kehidupan sosial dalam masyarakat, maka perbuatan tersebut dapat
dipidana. Dalam ketentuan ini, kata “dapat” sebelum frasa “merugikan keuangan
atau perekonomian negara” menunjukkan bahwa tindak pidana korupsi merupakan delik
formil, yaitu adanya tindak pidana korupsi cukup dengan dipenuhinya unsur-unsur
perbuatan yang sudah dirumuskan bukan dengan timbulnya akibat.
Suatu perbuatan
masuk dalam ruang lingkup hukum pidana, perdata atau administrasi negara
ditentukan oleh sumber pengaturan dan sanksinya. Jika diatur dalam hukum pidana
dan disertai ancaman pidana, maka perbuatan tersebut masuk dalam ruang lingkup
hukum pidana, dan itulah tindak pidana. Jika perbuatan itu ditentukan dalam
hukum administrasi beserta sanksi administrasi, maka perbuatan itu masuk ruang
lingkup hukum administrasi. Jika sumber pengaturannya dan sanksinya bersifat
perdata, maka perbuatan itu masuk ruang lingkup hukum perdata.
Dalam
hubungannya dengan hukum pidana korupsi, khususnya Pasal 2 UUPTK, pelanggaran
administrasi dapat merupakan tempat/ letak atau penyebab timbulnya sifat
melawan hukum perbuatan, apabila terdapat unsur sengaja (kehendak dan
keinsyafan) untuk menguntungkan diri dengan menyalahgunakan kekuasaan jabatan,
yang karena itu merugikan keuangan atau perekonomian negara. Perbuatan
administrasi yang memenuhi syarat-syarat yang demikian itu membentuk
pertanggungjawaban pidana. Apabila unsur-unsur tersebut tidak ada, terutama
unsur merugikan keuangan/ perekonomian negara, maka yang terjadi adalah
kesalahan prosedur/ administrasi, dan tidak ada sifat melawan hukum korupsi
dalam hal semata-mata “salah prosedur”. Perbuatan itu sekedar membentuk
pertanggungjawaban hukum administrasi saja.
Dari rumusan Pasal 1365 KUH Perdata
bisa dirumuskan unsur-unsur dari Perbuatan Melawan Hukum adalah sebagai berikut
:
1.
Adanya
suatu perbuatan;
2.
Perbuatan
tersebut melawan hukum;
3.
Adanya
kesalahan dari pihak pelaku;
4.
Adanya
kerugian bagi korban;
Bentuk
pertanggungjawaban tindak pidana, administrasi atau perdata ditentukan oleh
sifat pelanggaran (melawan hukumnya perbuatan) dan akibat hukumnya. Bentuk
pertanggungjawaban pidana selalu bersanksi pidana. Pertanggungjawaban
administrasi selalu bersanksi administrasi, dan pertanggungjawaban perdata
ditujukan pada pengembalian kerugian keperdataaan, akibat dari wanprestasi atau
onrechtsmatige daad. Pada dasarnya setiap bentuk pelanggaran selalu mengandung
sifat melawan hukum dalam perbuatan itu. Dalam hal sifat melawan hukum tindak
pidana, selalu membentuk pertanggungjawaban pidana sesuai tindak pidana
tertentu yang dilanggarnya. Sementara sifat melawan hukum administrasi dan
perdata, sekedar membentuk pertanggungjawaban administrasi dan perdata saja
sesuai dengan perbuatan yang dilakukan.
Pada
dasarnya kesalahan administrasi tidak dapat dipertanggungjawabkan secara
pidana. Namun apabila kesalahan administrasi tersebut disengaja dan disadari
merugikan keuangan negara, dan dilakukan dengan memperkaya diri atau dengan
menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana jabatan, maka kesalahan
administrasi seperti itu merupakan tempat melekatnya/ letak atau penyebab sifat
melawan hukumnya korupsi, dan karenanya membentuk pertanggungjawaban pidana dan
dapat dipidana berdasarkan Pasal 2. Pelanggaran administrasi bukan merupakan letak/
tempat tindak pidana korupsinya, melainkan tempat/ letak sifat melawan hukumnya
korupsi. Karena tidak mungkin terjadi korupsi pada perbuatan yang sifatnya
semata-mata pelanggaran administrasi maupun semata-mata bersifat pelanggaran
hubungan keperdataan saja.
Pelanggaran
hukum perdata, seperti wanprestasi dari suatu kontrak/ perjanjian atau
perbuatan melawan hukum meskipun akibatnya negara dirugikan, tidak bisa serta
merta membentuk pertanggungjawaban pidana. Dalam hal negara dirugikan oleh
wanprestasi atau perbuatan melawan hukum, pemulihan kerugian dilakukan dengan
mengajukan gugatan perdata, bukan melalui penuntutan pidana di peradilan
pidana.
Dalam hal
badan publik melakukan perbuatan perdata, maka prosedur, syarat-syarat yang
ditentukan dalam hukum perdata harus diikuti. Badan publik tersebut harus
tunduk pada hukum perdata. Namun apabila terdapat aturan lain ( accessoir )
bersifat administrasi dalam hal prosedur untuk keabsyahan perbuatan hukum
perdata tersebut, mengingat untuk kepentingan publik, maka apabila pengaturan
administrasi tersebut dilanggar, dapat merupakan letak sifat melawan hukum
korupsi, apabila memenuhi unsur kesengajaan yang disadari merugikan keuangan/
perekonomian negara yang dilakukan dengan perbuatan memperkaya atau dilakukan dengan
menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana jabatan.
Dalam hal
melakukan perbuatan-perbuatan seseorang yang mewakili badan publik, misalnya
suatu Pemerintah Daerah dalam hal melakukan perbuatan perdata/ kontrak dengan
pihak swasta dengan melalui prosedur administrasi negara. Sepanjang prosedur
administrasinya diikuti, maka tidak ada sifat melawan hukum korupsi didalamnya.
Andaikata ada segi-segi prosedur administrasi yang tidak diikuti dalam
melakukan perbuatan perdata dari suatu badan publik (misalnya kontrak dengan
pihak swasta), asalkan tidak dilakukan dengan memperkaya diri atau
menyalahgunakan kewenangan, sarana atau kesempatan jabatan dan tidak
menimbulkan kerugian keuangan negara, maka pelanggaran administrasi tersebut
merupakan letak dan sifat melawan hukumnya perbuatan korupsi, pelanggaran
administrasi dipertanggungjawabkan secara administrasi saja. Sifat melawan
hukum korupsi hanya bisa terjadi pada pelanggaran prosedur administrasi yang
disengaja dengan kesadaran merugikan negara yang dilakukan dengan perbuatan
memperkaya diri atau dengan menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana
jabatan. Tiga unsur, ialah pelanggaran prosedur yang disengaja, merugikan
keuangan negara dan dilakukan dengan menyalahgunakan kewenangan, sarana
atau kesempatan jabatan, sifatnya kumulatif, sebagai syarat terbentuknya
pertanggungjawaban pidana korupsi.
Untuk
menentukan kerugian negara dalam perkara korupsi, bisa meminta bantuan audit
invistigasi, namun bukan keharusan. Menentukan kerugian negara dalam perkara
korupsi, hasil audit BPKP tidak mengikat hakim. Hakim bebas menentukan
perhitungannya sendiri berdasarkan alat-alat bukti di dalam sidang
dengan menggunakan akal dan logika hukum serta kepatutan.
No comments:
Post a Comment