Wednesday, May 27, 2015

"MERUGIKAN KEUANGAN NEGARA ATAU PEREKONOMIAN NEGARA".


        I.            TERHADAP ANALISA YURIDIS  UNSUR "YANG DAPAT MERUGIKAN KEUANGAN NEGARA ATAU PEREKONOMIAN NEGARA".

1.    Bahwa JPU dalam uraian pembuktian dalam surat tuntutannya pada halaman 91 telah memutarbalikkan fakta dan tidak sesuai dengan fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan.
a.       Didalam surat tuntuannya ini JPU menyatakan “Bahwa pada tanggal 20 Desember 2010 saksi ARIFIN dan saksi VITARMANatas nama PT Baladewa Indonesia menyerahkan 1 (satu) unit mobil Toyota Land Cruiser Prado 2.7 4 WD A/T dengan logo "TX Limited" padahal faktanya mobil tersebut bukan tipe "TX Limited" melainkan tipe "TX standard edition". Perbedaan tipe tersebut tidak diketahui oleh Tim Pemeriksa Barang”
Apa yang disampaikan JPU ini tidaklah merupakan fakta yang terjadi dipersidangan bahkan malah sebaliknya. Di dalam fakta persidangan terungkap bahwa Panitia Pemeriksa Barang telah melaksanakan tugasnya dengan baik dengan hasil bahwa kendaraan telah diperiksa dan sesuai dengan spesifikasi yang ada di dalam Kontrak sehingga dengan demikian Panitia Pemeriksa Barang menuangkan hasil pemeriksaan tersebut dalam bentuk Berita Acara Pemeriksaan Barang Nomor 027/267/BAPB/SETDA/2010 tanggal 20 Desember2010 yang ditandatangani oleh seluruh Tim Panita Pemeriksa Barang. Artinya dalam hal ini Panitia Pemeriksa Barang meyakini bahwa kendaraan yang diperiksa pada waktu itu telah sesuai dengan spesifikasi yang ada di dalam kontrak. Apabila dikemudian hari dituduh JPU bahwa kendaraan tersebut dinyatakan tidak sesuai dengan spesifkasi, maka pertanggungjawabannya harus diminta kepada Pantia Pemeriksa Barang yang sebelumnya telah menyatakan bahwa kendaraan tersebut telah sesuai dengan spesifikasi. 

b.      Didalam surat tuntutannya itu tersebut bahwa JPU menuduh “Terdakwa sengaja menunjuk anggota tim yang tidak memiliki kompetensi yang memadai dalam melakukan pemeriksaan.”
Bahwa apa yang dinyatakan oleh JPU ini adalah merupakan sebuah bukti yang nyata bagi kita bersama bahwa untuk membuktikan dakwaannya, JPU bahkan tidak bisa lagi membaca SK Tim Pemeriksa Barang yang ada, dimana SK tersebut adalah bertanggal 14 April 2010 yang ditandatangani oleh H. Syahiran sebagai Bupati Pasaman Barat, sedangkan Terdakwa sendiri baru mulai bertugas di Pasaman Barat pada tanggal 29 September 2010. Artinya ini membuktikan bahwa tuduhan JPU yang mengatakan Terdakwa sengaja menunjuk anggota tim yang tidak memiliki kompetensi yang memadai dalam melakukan pemeriksaan adalah sama sekali tidak berdasar, mengada-ada dan bertentangan dengan fakta dokumen yang ada, yang bahkan fakta yang terungkap di persidangan, SK Tim Pemeriksa Barang tersebut dijadikan sebagai Barang Bukti No. 41 oleh JPU sendiri sebagaimana yang tertera pada Surat Tuntutan perkara ini pada hal 79.  Dan sampai dengan pemeriksaan barang dilakukan, Terdakwapun secara pribadi belum kenal dengan para pemeriksa. Juga berdasarkan tugas-tugas KPA di dalam Keppres No. 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah Pasal 9, tidak ada yang memerintahkan agar KPA memilih, mengusulkan apalagi menetapkan penitia pemeriksa barang. Hal ini adalah berkaitan dengan Indepensi dari masing-masing tim yang terlibat dalam proses pengadaan barang dan jasa. Hal yang sama juga berlaku untuk panitia pengadaan barang dan jasa di ULP. Kab. Pasaman Barat. Apalagi dasar hukum pembentukan PPTK, KPA, PA, ULP, Panitia Pengadaan Barang dan Jasa dan Panitia Pemeriksa Barang, adalah sama-sama SK Bupati dengan SK yang terpisah satu sama lainnya. Kedudukan dan kekuatannya sama tinggi dan sama besar.
c.       Didalam surat tuntutannya halaman 91 tersebut bahwa JPU juga menyatakan Bahwa perbedaan spesifikasi kendaraan Toyota Prado yang didatangkan tersebut dengan spesifikasi kendaraan yang tertuang dalam kontrak diantaranya adalah pada kontrak terdapat spesifikasi "automatic seat" sedangkan pada kendaraan yang datang tersebut tidak terdapat spesifikasi tersebut. Hal ini didukung oleh keterangan dari saksi SUPARMAN yang merupakan karyawan dan PT. MULTI SENTRA yakni importir umum yang mendatangkan 1 (satu) unit kendaraan Toyota Prado tersebut pertama kali di Indonesia dengan kondisi "Toyota Prado TX Standar" bukan "Toyota Prado TX Limited" dan tidak terdapat spesifikasi "automatic seat"seperti yang tercantum pada kontrak. Hal ini kembali dlkuatkan dengan keterangan dari saksi JONO HANS yakni karyawan dari PT.DK JAYA MOTOR yang merupakan dealer/showroom pertama yang membeli 1 (satu) unit kendaraan Toyota Prado tersebut dari PT. MULTI SENTRA seharga Rp.675.000.000,-(enam ratus tujuh puluh lima juta rupiah), saksi JONO menambahkan bahwa perusahaannya kembali menjual 1 (satu) unit kendaraan "Toyota Prado TX Standar" tersebut kepada Kencana Motor seharga Rp.680.000.000,-(enam ratus delapan puluh juta rupiah) kemudian setelah beberapa waktu PT.DK JAYA MOTOR yang merupakan dealer/showroom pertama yang membeli kendaraan tersebut dari Impotir umum menerima permintaan penerbitan faktur pembelian dan surat-surat lainnya untuk kepemilikan atas nama Pemerintah Daerah Kab. Pasaman Barat. Saksi JONO juga menjelaskan bahwa kendaraan tersebut adalah "Toyota Prado TX Standar' bukan "Toyota Prado TX Limited" dan tidak terdapat spesifikasi "automatic seat", ia juga mengatakan bahwa spesifikasi "automatic seat"tersebut pernah ia lihat pada "Toyota Prado TX Limited" yang adashowroom PT.DK JAYA MOTOR, spesifikasi tersebut adalah pada bangku baris ketiga kendaraan tersebut dapat melipat dengan sendirinya dengan hanya menekan tombol yang ada dan spesifikasi tersebut tidak terdapat pada "Toyota Prado TX Standar" yang diadakan untuk Pemda Kab. Pasaman Barat
Bahwa jelas dan terang sekali JPU memutarbalikkan fakta yang terjadi di persidangan, menyampaikan apa yang tidak terjadi dipersidangan dan bahkan menambah-nambah dan mengarang cerita. JPU mengatakan bahwa keterangan dari saksi SUPARMAN yang merupakan karyawan dan PT. MULTI SENTRA yakni importir umum yang mendatangkan 1 (satu) unit kendaraan Toyota Prado tersebut pertama kali di Indonesia dengan kondisi "Toyota Prado TX Standar" bukan "Toyota Prado TX Limited" dan tidak terdapat spesifikasi "automatic seat"seperti yang tercantum pada kontrak. Bahwa JPU mengada-ngada soal kesaksian Suparman ini karena jelas fakta di persidangan, Sdr. Suparman tidak pernah mengeluarkan kata-kata automatic seat apalagi mengatakan hal seperti yang JPU sebutkan di dalam surat tuntutannya tersebut. Hal ini bisa kita dengarkan bersama rekaman persidangan pada hari  jum’at tanggal 6 Maret 2015, disana akan jelas dan terbukti JPU berbohong atas kesaksian Sdr. Suparman ini. Sama halnya dengan keterangan Jono Hans, didalam fakta persidangan, Jono Hans hanya mengatakan perbedaan antara TX dengan TXL sepengetahuan dia saja sebagaimana kutipan persidangan berikut:
Hakim                  : Saudara bisa jelaskan beda TX dengan TXL?
Jono Hans           : Sepengetahuan saya, kursi ketiganya itu automatic

Di dalam fakta persidangan bahwa secara administrasi surat kendaraan, mobil tersebut adalah Type TX Standart Edition tetapi sekaligus di dalam fakta persidangan juga terungkap bahwa seluruh mobil CBU yang masuk ke Indonesia memang dalam kondisi standar edition. Proses upgrade menjadi Limited itu dilaksanakan di Indonesia, kenapa hal itu terjadi? Ini adalah karena trik dari importir umum kendaraan bermotor untuk menghindari pajak yang tinggi sehingga akibatnya tidak terjangkau oleh konsumen di Indonesia.
Dan dari fakta persidangan juga terungkap bahwa saksi yang dihadirkan JPU dari Jakarta yaitu Suparman dari PT Multisentra Adikarya dan Jono Hans dari DK Jaya Motor itu adalah orang yang tidak layak untuk didengarkan kesaksiannya karena berkali-kali saksi tersebut menyatakan bahwa dia tidak mengerti dengan spek kendaraan, karena dia adalah sebagai accounting di perusahaan tersebut. Jadi yang dia mengerti hanyalah sepanjang dokumen administrasi keuangan tentang kendaraan dan perusahaan tersebut. Hal ini dapat dibuktikan dari rekaman persidangan hari Jum’at tanggal 6 Maret 2015.
JPU                 : Itu pertanyaannya. Kalau bapak tahu tidak beda TX dengan TXL kalau secara spek
Suparman   : Kalau secara spek, jujur kami tidak tahu, kalau secara detail kami tidak tahu
Jaksa              : Kalau setahu bapak memang begini tarikannya??
Suparman   : Iya, karena saya tugasnya akuntan sih. Teknis tidak tahu. Kami tidak tahu buk. Kami diruangan sendiri terus. Naiknyapun belum pernah saya buk.
Jaksa              : Perlu bapak ketahui juga ini tidak ada. Bapak bukan orang mesin ya. Bukan orang teknis.
Suparman   : Iya.
Jaksa            : Bapak bukan teknisi ya??
Suparman : Iya, saya accountingnya
Padahal semestinya jika JPU berkeinginan dan bersungguh-sungguh untuk mengetahui dan mengungkapkan kebenaran dari standar mobil tersebut, yang dihadirkannya adalah tenaga teknisi atau paling tidak, sales marketing dari perusahaan tersebut. Padahal JPU menyatakan bahwa jaksa penyidikpun telah pergi ke showroom kendaraan tersebut, tetapi kenyataannya yang dibawanya untuk menjadi saksi adalah orang yang sama sekali tidak mengerti tentang spek kendaraan karena keduanya adalah orang accounting. Upaya jaksa yang seperti ini yang hanya untuk menjustifikasi dakwaaannya saja dengan menghalalkan segala cara termasuk menghadirkan saksi yang tidak memenuhi persyaratan formil dan materil. Inilah yang kemudian dituangkan JPU di dalam surat tuntutannya. Sementara bagi persidangan Pidana, dalam mencari kebenaran materiil peristiwanya harus terbukti beyond reasionable doubt tanpa diragukan. Kontradiksi keadaan seperti ini dimana JPU sendiri tidak memiliki pengetahuan tentang dunia otomotif tetapi kemudian malah menghadirkan saksi yang juga tidak mengetahui dunia otomotif, disisi lain keterangan-keterangan dari saksi yang lain bahwa kendaraan itu adalah Type TX Limited, itu dikesampingkan begitu saja oleh JPU. Padahal saksi tersebut memiliki kapasitas dan kapabilitas untuk menyatakan kendaraan tersebut, sesuai dengan spesifikasi Type TX Limited dan menuangkannya ke dalam Berita Acara Pemeriksaan Barang. Saksi yang dimaksud dalam hal ini adalah Saksi Amrianto, Saksi Bobby P. Riza, Saksi Setia Bakti dan Saksi Roni HEP yang merupakan Tim Panitia Pemeriksa Barang  yang diangkat berdasarkan SK Bupati Pasaman Barat Nomor : 188.45/248/BUP-PASBAR/2010 tanggal 14 April 2010.
Demikian juga dengan keterangan saksi Arifin, Frans Wijaya dan Tjen Imanuel dan Oyong Narli yang sehari-hari dalam kehidupannya memang selalu bergelut dibidang jual beli kendaraan bermotor yang mengerti dan paham tentang spesifikasi kendaraan bermotor.
Keadaan seperti ini adalah ibarat cerita bagaimana 3 orang buta menceritakan gambaran dari seekor gajah, yang kemudian menceritakan bagaimana bentuk gajah tersebut tergantung dari bagian mana yang dipegangnya. Karena sama-sama tidak sepakat akhirnya mereka bertanya kepada orang yang lewat yang ternyata orang itu juga buta (Suparman dan Jono Hans).
Dari sini jelaslah bahwasanya tuduhan JPU tidak dapat terbukti secara nyata dan sah dipersidangan.
2.    Bahwa JPU dalam uraian pembuktian dalam surat tuntutannya mendasarkan hasil perhitungan kerugian negara kepada penilai Ahli dari BPKP Perwakilan Propinsi Sumatera Barat. Akan tetapi yang dirujuk JPU adalah keterangan Ahli tersebut di dalam BAP dan tidak mendasarkan pada apa yang terungkap dipersidangan.  Bahwa di dalam  fakta persidangan terungkap bahwa sdr. Ahli Afrizal, melakukan perhitungan kerugian negara tersebut tidak memiliki dasar hukum.
Bahwa tidaklah benar dan tidak ada dasar hukumnya pernyataan JPU pada surat tuntutannya yang mengatakan telah terjadi kerugian negara berdasarkan Laporan Hasil Audit Penghitungan Kerugian Negara oleh BPKP Perwakilan Propinsi Sumatera Barat Nomor : SR-1422/PW03/V/2013 tanggal 3 Juni 2013dengan kesimpulan bahwa akibat pengadaan kendaraan dinas Bupati dan Wakil Bupati yang tidak sesuai dengan aturan yang berlaku, mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp.276.887.273,00 (dua ratus tujuh puluh enam juta delapan ratus delapan puluh tujuh juta dua ratus tujuh puluh tiga rupiah) dengan rincian sebagai berikut :
Ø  Nilai Kontrak/SP2D                                     : Rp        1.072.000.000,00
Ø  Potongan
Ø  PPN                                                       : Rp        97.454.545,00
Ø  PPh Pasal 2                                        : Rp        14.618 182,00
Ø  Leges Daerah (0,75 %)                 : Rp        8.040.000,00
Ø  Jumlah Potongan                            : Rp        120.112.727,00
Ø  Jumlah Penerimaan Bersih                      : Rp        951.887.273,00
Ø  Harga Pembelian Toyota Prado            : Rp        675.000.000,00
Ø  Keuntungan rekanan/                           : Rp       276.887.273,00
(kerugian keuangan negara)
Bahwa kerugian negara yang dihitung oleh Sdr. Afrizal selaku auditor BPKP Perwakilan Propinsi Sumatera Barat terbukti tidak memiliki dasar hukum sama sekali. Setelah saksi membahas bermacam undang-undang yang mengatur tentang keuangan negara, mulai dari UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor, UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, PP, Kepres, Permendagri, dan Kepmendagri, serta aturan-aturan iternal BPKP itu sendiri, kemudian dengan santainya Ahli Afrizal dari BPKP Perwakilan Prop. Sumatera Barat menyampaikan didepan persidangan dibawah sumpah, menjawab pertanyaan Majelis Hakim,  dan pertanyaan dari Terdakwa sendiri, bahwa dasar hukum ahli menghitung kerugian negaranya sehingga didapat angka Rp. 276.887.273,- tidak ada sama sekali. Ini hanya menurut perhitungan saya. Inilah menurut saya angka yang realistis.Kalau berapa angka pastinya kerugian negara, silahkan Majelis Hakim yang menghitungnya. Entah kemana lagi segerobak peraturan yang dibacanya sebelumnya diletakkannya ketika orang yang disebut ahli ini melakukan penghitungan uang. Due Process of Law. Saya cukup terharu pada waktu Majelis Hakim, Hakim Anggota 1, Bapak Fahmiron, mencerca saksi tersebut sampai membuat saksi tersebut manggaretek menggigil.
Untuk menjustifikasi dakwaannya, bahwa telah terjadi suatu tindak pidana korupsi dengan memberikan keuntungan kepada orang lain atau korporasi maka dengan semena-mena, JPU merubah dokumen Laporan Hasil Audit BPKP Perwakilan Propinsi Sumatera Barat dalam rangka penghitungan kerugian keuangan negara atas dugaan tindak pidana korupsi pengadaan kendaraan dinas bupati dan wakil bupati Pasmaan Barat, No. SR-1422/PW03/5/2013 tanggal 3 Juni 2013.  dengan menambahkan kalimat keuntungan rekanan pada poin ke-6 rincian perhitungan,  dan hal ini di dalam persidangan, Sdr Ahli Afrizal, membantah apa yang ditambahkan oleh JPU tersebut, saya tidak ada membuatnya seperti itu, katanya.
Karena negara kita adalah negara hukum, maka suatu tindakan dinyatakan benar atau salah haruslah disandarkan kepada hukum yang berlaku. Kata “seharusnya” harus bisa merujuk kepada pasal (ayat) aturan yang berlaku. Demikian juga penerapan pasalnya, harus relevan. Berikut ini beberapa pendapat yang menyatakan tentang kerugian negara :
1.    Defenisi kerugian negara disandarkan kepada UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara Pasal 1 angka 22 jelas mendefenisikan kerugian negara adalah kekurangan uang, surat berharga dan barang yang NYATA dan PASTI jumlahnya sebagai akibat PERBUATAN MELAWAN HUKUM baik SENGAJA maupun lalai.
2.    Dengan demikian, suatu perbuatan yang tidak melanggar hukum tidak bisa dianggap kerugian negara.
3.    Pernyataan 1 dan 2 menimbulkan suatu simpulan, kerugian negara adalah akibat dari perbuatan melawan hukum, bukan kondisi atau bukan temuan dalam istilah audit.
4.    HPS sudah disusun dengan benar, perpres dan perka tidak menyebut secara khusus tentang diskon tapi harga pasar. Disini tidak bisa digeneralisir harus atau tidak harus hitung diskon. Contohnya Ramayana yang jelas tiap hari diskon...misal 20 %. Berapa harga pasar sebenarnya ? (pasar bukan satu titik waktu tapi kontinum kesinambungan waktu dilokasi tertentu). Sudah jelas 80 % karena strategi pasarnya seperti itu. (alat kesehatan konon seperti Ramayana....tapi gelap % nya...afgan or sadis kadang-kadang). Yang kedua, Matahari Dept store ulang tahun dan kasih diskon spesial 20 % selama 4 hari, setelah itu normal. Berapa harga pasar? Untuk pengadaan langsung yang 1 hari bisa kelar, HPS ya 80 %. Tapi bila lelang...jelas 100 % (hari ke 5 harga sudah normal). Bagaimana bila discount terkait volume ?... ini perlu dijawab dengan rumus or gambar demand supply di ekonomi, maka supply yang menunjukan market adalah sesudah diskon volume.
5.    Kerugian negara tidak dapat dihitung dengan perbedaan antara nilai kontrak dengan harga survey dan harga-harga yang disampaikan melalui internet karena harga tersebut belum termasuk PPN, PPh, biaya lainnya dan overhead sebagaimana diamanatkan dalam Keppres No. 80 Tahun 2003 dan Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 1994 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah.
6.    Masalah berapa keuntungan penyedia maksimal? Silahkan cari di UU, Perpres, Perka, Peraturan Menteri, hingga RT. Saya yakin tidak ada yang mengatur, lantas yang 15 % ? itu di Perpres PBJ dan itu jelas untuk HPS, bukan mengatur penjual berapa dia boleh dapat untung.

Penyedia bisa memperoleh harga Rp. 860 juta banyak sebab, antara lain :
1. Telah langganan dengan pemasoknya
2. Menggunakan harga yang lama
3. Pemasok ingin stoknya habis
4. Pemasok ingin barangnya menguasai pasar
5. Memelihara jaringan distribusi

6. kepandaian penyedia menemukan harga pasokan yang murah

No comments:

Post a Comment