Dari fakta
persidangan yang Terdakwa tampilkan kembali di atas kita dapat melihat bahwa
apa yang dilakukan oleh ahli dari BPKP tersebut adalah sesuatu yang
inskonstitusional, kalaupun kita tidak boleh menyebutnya mengangkangi
aturan-aturan yang ada. Bermunculan istilah yang baru seperti angka realistis, dan aturan harga
pangkal.Dimana
letak azaz legalitas dalam hukum dimana untuk menegakkan hukum, dilakukan
dengan cara-cara melanggar hukum dan anehnya setelah di dalam persidangannya
terungkap seperti itu, JPU tetap memakai kesimpulan yang diambil OLEH AHLI SESAT tersebut. Entah dimana
diletakkannya kehormatan persidangan ini oleh JPU dalam rangka mempertahankan
dan menjustifikasi tuntutannya. Apakah kesesatan seorang Afrizal walaupun dia
atas nama sebuah Institusi negara BPKP akan juga menyesatkan kita semua.
Karakter-karakter auditor BPKP seperti
inilah yang semakin merusak dan menghancurkan hukum negara kita sehingga tidak
salah kalau auditor resmi negara yang diakui oleh Undang-Undang sebagai
pemeriksa keuangan negara yaitu Badan Pemeriksa Keuangan RI mengatakan kalau
BPKP itu adalah singkatan dari Badan Pemeriksa Keuangan Palsu, kenapa Palsu?
Karena oknum-oknum ahli seperti inilah yang bisa di stel hasil temuan menurut
keinginan dari orang yang memesannya.
Hal ini dulu juga pernah disampaikan oleh
Ahli Afrizal bahwa Kajari Simpang Empat mengatakan kepada saya (Afrizal) dan
menyampaikan dugaannya bahwa ada sesuatu yang tidak beres dengan pemeriksaan
yang sedang dilakukan oleh BPKP atas permintaan Kejaksaan Negeri Simpang Empat.
Bahwa ahli Afrizal mengatakan bahwa Kajari secara langsung dan tegas telah
meminta kepada ahli afrizal agar dalam penghitungan angka kerugian negara
supaya membuat temuan kerugian negara ini harus diatas angka Rp. 100.000.000.
Sdr Afrizal mencium ada sesuatu yang tidak harmonis dalam hubungan antara
Kajari dengan Bupati Pasaman Barat, dan adanya aktor intelektual yang mempunyai
ambisi politik dan memiliki dana yang besar dibelakang semua ini
1.
Ahli
Mudjisantosa, SE, MM,
Dari surat
tuntutan yang dibacakan oleh JPU pada persidangan kemaren, kita dapat melihat
bahwa sebenarnya telah cukup jelas dan terang, dijelaskan oleh ahli
Mudjisantosa, SE, MM dari LKPP RI, bahwa pelaksanaan PL yang dilaksanakan oleh Panitia 1
ULP Pasaman Barat pada kegiatan Pengadaan Kendaraan Dinas Bupati Pasaman Barat,
tidak ada melanggar ketentuan yang ada pada Keppres No. 80 Tahun 2003.
Pelaksanaan
PL Kendaraan Dinas Bupati Pasaman Barat ini adalah berada diluar aturan seperti
yang dimaksudkan dalam Keppres No. 80 Tahun 2003 Pasal 28, karena PL dilaksanakan
setelah dua kali lelang gagal, bukan pada kondisi pelelangan ulang seperti yang
dimaksudkan pada Pasal 28 ayat (7) dan (8).Tetapi karena pemahaman Penuntut
Umum yang benar-benar tidak mengerti dengan Keppres No. 80 Tahun 2003, apalagi
juga tidak pernah melakukan kegiatan Pengadaan Barang dan Jasa, semangat dan
jiwa filosofi dari Keppres No. 80 Tahun 2003 tersebut, tidak dapat dipahami
oleh Penuntut Umum. Satu-satunya yang dipahami oleh JPU adalah, apapun caranya,
apapun bahasanya,Terdakwa harus terjerat oleh Hukum.
2.
Ahli Dr. Sumule Timbo, dibawah sumpah persidangan
pada hari Jum’at tanggal 17 April 2015,
memberikan keterangan sebagai berikut :
Sumule
Penasehat
Hukum
Sumule
PH
Sumule
Hakim
Sumule
Hakim
Sumule
Hakim
Sumule
Hakim
Sumule
Hakim
Sumule
Hakim
Sumule
Hakim
Sumule
Hakim
Sumule
Hakim
Jaksa
Sumule
Sumule
Jaksa
Sumule
Jaksa
Sumule
|
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
|
Ya. Surat Perintah Membayar adalah suatu dokumen yang akan ditandatangani
oleh Pengguna Anggaran maupun atau KPA di dalam memerintahkan untuk
mencairkan anggaran dari kas daerah ke pihak ketiga. Kemudian pemahaman SPM
itu sendiri adalah bahwa siapa yang menandatangani SPM baik PA atau KPA
apabila didelegasikan kewenangannya ke pejabat internal SKPD selaku KPA, maka
ia harus yakin kebenaran dari setiap dokumen bahagian dari SPM itu ketika si
PA atau KPA itu sudah menandatangani SPM, .ya. Saya lanjutkan bahwa konsekuensi dari itu adalah tanggung jawab, sehingga
penandatangan SPM bertanggung jawab penuh atas kebenaran dokumen-dokumen yang
menjadi lampiran dari SPM. Ya
Baik terima kasih. Saudara sudah
menerangkan dg lengkap. Apa bentuk kewenangan penandatangan SPM itu berkaitan
dengan tanggung jawab ?
Berkaitan dengan tanggung jawab, saya ingin mengutip, Pasal 184 ayat
2 Permendagri No. 13 Tahun 2006
Tentang apa??
Tentang
Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah. Pada pasal 184 ayat 2 menyatakan bahwa
pejabat yang menandatangani dan/atau mengesahkan dokumen yang berkaitan
dengan surat bukti yang menjadi dasar penerimaan dan/atau pengeluaran atas
pelaksanaan APBD bertanggung jawab terhadap kebenaran materil dan akibat yang
timbul dari penggunaan surat bukti dimaksud.
Intinya aja, ya. Tadi kan ditanya,
siapa yang bertanggung jawab di dalam SPM yang dikeluarkan, apakah, disini
kan saudara bilang ada PA dan KPA, siapa yang
bertanda tangan, apakah PA atau KPA yang bertandatangan, itulah yang
bertanggung jawab. Kalau PA yang bertanda tangan, PA lah yang bertanggung
jawab. Begitukan.
Oke bu. Makasih
Ya begitu lah
Ya, kalau PA yang menandatangani, PA yang
bertanggung jawab, kalau KPA yang menandatangani dia yang bertanggung jawab
Aa... itu intinya
Ya, 1 paket,
1 miliar 400 juta, kemudian yang dibeli itu hanya satu. Pertanyaan tidak ada
perobahan disitu, dia malah ada SILPA
Apa itu
SILPA??
Sisa lebih
hasil perhitungan anggaran sebelumnya, yang artinya saya bertanya 1 miliar
400 itu kan rencananya 2, yang terealisasi 1, ya. Nah kemudian yang satu itu
habis, atau masih ada sisa.
Yang
digunakan 1 miliar 72 juta.
Oke. Kan masih ada silpanya. Artinya kan,
pengurangan volume, bukan perubahan rincian objek atau objek atau jenis lagi.
Jadi makanya saya jelaskan seperti itu, biar kita sama-sama paham
Jadi
pergeseran dengan perubahan itu berbeda ya. Kan gitu
Ya siap
Jadi ini
hanya pemakaian 1 unit, ada silpa.
Ya
Itu apakah
diperbolehkan??
Ooo iya, kalau dia tidak artinya sesuai dengan realisasinya, kan tidak
boleh, mengada-ada namanya. Berapa
yang dia realisasikan itu dia pertanggungjwabkan, dia laporkan realisasinya.
Sisanya harus ke silpa, terlaporkan di dalam Laporan Keterangan Pertanggung
Jawaban Daerah, berapa itu, sehingga nanti ketika dibahas dengan DPRD ya kan,
ini dengan antar rencana, kemudian
realisasi ya kan, apa penyebabnya barang ini tidak ter realisasi semua, ini
harus dijelaskan. Pemda harus menjelaskan. SKPD terkait harus menjelaskan
itu. Kenapa tidak bisa ter realisasi semua sesuai rencana. Tentu ya ada alasan-alasan.
Silahkan alasan tersebut yang bisa dipertanggungjawabkan dan itu nantik akan
masuk sebenarnya kepada domain DPRD dalam pembahasan LKPJ itu untuk
memberikan rekomendasi dan saran perbaikan kedepan.
Silakan
saudara Penuntut Umum, saya hanya meluruskan pertanyaan saudara Penuntut Umum,
supaya tidak salah paham.
Baik
majelis. Supaya tidak mengambang kita masuk ke main kasusnya saja. Perubahan
7 micro bus tadi dibahas bersama DPRD Kab Pasaman Barat, disetujui oleh DPRD
Kab Pasbar atas dasar usulan Pemda, Sekretariat daerah, merubah 7 micro bus
tadi menjadi dua unit kendaraan bupati dan wabup. Dua unit kendaraan bupati
dan Wabup, dibahas waktu itu adalah fortuner dua-duanya. Kemudian juga
diadakan lelang 2 spek kendaraaan berbeda, dua kendaraan yang berbeda,
kembali saya katakan, sudah saya perlihatkan bersama, Ketika merubah 7
menjadi 2 unit tersebut itu disetujui dan ditandatangani oleh PPKD. Kemudian
ketika diadakan dua kendaraan ini, speknya dua. Ternyata tidak jadi dua
diadakan, dirubah berdasarkan surat atau petunjuk telaahan staf menjadi 1
unit saja tanpa sepengetahuan PPKD, bagaimana itu pandangan saudara ahli?
Ya.
Makasih. Sebenarnya tidak masalah, karena begini rupanya perubahan tadi itu
masuk mekanisme pada perubahan. Tidak ada yang salah dengan itu, sehingga
sudah menjadi satu paket, dan ini sekarang direalisasikan. Tidak ada
perubahan disini yang dimaksud itu tadi pak, bukan perubahan, tetapi
realisasinya kurang.
Realisasinya
kurang jadi tidak perlu lagi persetujuan PPKD yang dimaksud pasal 160 itu. Rupanya perubahan itu clear di perda
perubahan itu, kuat ini, ga ada masalah ini. Begitu mau direalisasikan oleh
SKPD terkait, dari dua itu terealisasi 1, ya kan. Pertanyaannya nanti, kenapa
direncanakan dua kok hasilnya satu. Apa penjelasannya, nah ini, jadi bukan di
perobahan yang saya maksud pasal 160 lagi. Bukan. Giliran itu, perubahannya
barang ini oleh Dewan di Perda Perubahan, ditetapkan
Pertama saya tegaskan, Bahwa DPRD tidak bisa
masuk, tidak boleh masuk ke pembahasan rincian objek. Nggak. Jadi DPRD itu
membahas APBD yang dimulai dari KUA PPAS, rancangan APBD, kemudian Perda APBD.
Si Perda APBD ini muatannya sampai jenis belanja. Jenis belanja itu tadi kan
belanja pegawai, belanja barang dan jasa, dan belanja modal
Jadi ketika, didalam rencana perubahan DPPA, ada dua unit kendaraan dibeli
satu, itu kewenangan siapa untuk itu ?
Oh itu kewenangan pengguna Anggaran. Nah
begini, sebentar mungkin bisa, bahwa itu penggunaan anggaran kewenangan
siapa. Pengguna anggaran
Apa dasarnya??
Kita izin, kitab sucinya Permendagri 13 Tahun 2006 di dalam Pasal
10. Bahwa kepala SKPD selaku pejabat Pengguna Anggaran / Pengguna barang,
mempunyai tugas, langsung saja, “Melakukan tindakan yang mengakibatkan
pengeluaran atas beban anggaran belanja“,
melaksanakan anggaran SKPD yang dipimpinnya.
|
Dari kutipan
persidangan di atas jelas nampak bahwa JPU memutarbalikkan fakta persidangan
pada surat tuntutannya tersebut. Yang sudah jelas-jelas Bahwa Ahli Sumule
mengatakan, perubahan 2 unit kendaraan menjadi 1 unit tidak termasuk dalam
dalam wilayah Permendagri No. 13 Tahun 2006 Pasal 160, tidak perlu persetujuan
PPKD. Dan mengenai tanggung jawab penandatanganan SPM, siapa yang
menandatangani maka dia yang bertanggung jawab, sesuai dengan Pedoman
Pengelolaan Keuangan Daerah. Pada
pasal 184 ayat 2 menyatakan bahwa pejabat yang menandatangani dan/atau
mengesahkan dokumen yang berkaitan dengan surat bukti yang menjadi dasar
penerimaan dan/atau pengeluaran atas pelaksanaan APBD bertanggung jawab
terhadap kebenaran materil dan akibat yang timbul dari penggunaan surat bukti
dimaksud. Kalau yang menandatangani SPM
itu KPA, maka KPA yang bertanggung jawab, kalau yang menandatangani PA maka PA
lah yang bertanggung jawab, bukan seperti apa yang disampaikan JPU dalam
tuntutannya. Untuk kasus ini, yang
menandatangani SPM adalah PA yaitu sekda maka seharusnyalah Sekda yang
bertanggung jawab, bukan Terdakwa.
Ahli Dr. Sumule Timbo ini, disamping
dalam kapasitasnya sebagai Kasi Wilayah I Pada Subdit Bagian Kebijakan dan
Bantuan Keterangan Ahli pada Dirjen Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri
RI, dimana dalam tugasnya sehari-hari adalah untuk memberikan penjelasan dan
penafsiran terhadap peraturan-peraturan keuangan kepada seluruh stakeholder,
bukan cuma dari Pemerintah Darah Kabupaten dan Propinsi se-Indonesia saja,
tetapi juga termasuk dari instansi Kejaksaan, Kepolisian, KPK dan LSM-LSM yang
membutuhkan informasi dan penjelasan mengenai substansi dari sebuah peraturan.
Apalagi seperti yang dinyatakan oleh beliau di dalam persidangan, beliau bukan
hanya mengerti dan paham tentang Permendagri No. 13 Tahun 2006 tersebut dan
Permendagri-permendagri lainnya, tetapi bahkan beliau sangat mengerti dengan
filosofi dan semangat serta suasana kebatinan yang mewarnai pada proses
penyusunan peraturan tersebut karena beliau
adalah orang yang terlibat langsung di dalam penyusunan peraturan tersebut.
Beliau bukanlah hanya sekedar akademisi atau pemerhati hukum administrasi
negara belaka. Permendagri adalah istri pertamanya.
No comments:
Post a Comment