I.
TERHADAP POIN C. LAPORAN HASIL
AUDIT DARI BPKP PERWAKILAN Prop. SUMATERA BARAT
Audit yang dilakukan oleh Sdr. Afrizal selaku
Auditor BPKP Perwakilan Propinsi Sumatera Barat dalam rangka Penghitungan
Kerugian Keuangan Negara atas dugaan Tindak Pidana Korupsi Pengadaan Kendaraan
Dinas Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Pasaman Barat Tahun Anggaran 2010,
Nomor : SR-1422/PW03/V/2013 tanggal 3 Juni 2013yang ditandatangani oleh Kepala
Perwakilan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Perwakilan Provinsi
Sumatra Barat,jelas dan nyata terungkap
menjadi fakta di persidangan, tidak memilki landasan yuridis sama sekali.
Setelah
saksi membahas bermacam undang-undang yang mengatur tentang keuangan negara,
mulai dari UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor, UU No. 17 Tahun
2003 tentang Keuangan Negara, UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan
Negara, PP, Kepres, Permendagri, dan Kepmendagri, serta aturan-aturan iternal
BPKP itu sendiri, kemudian dengan santainya saksi ahli Sdr. Afrizal dari BPKP
Perwakilan Propinsi Sumatera Barat, menyampaikan didepan persidangan dibawah
sumpah, menjawab pertanyaan Majelis Hakim, bahwa dasar hukum ahli menghitung
kerugian negaranya sehingga didapat angka Rp. 276.887.273,- tidak ada sama sekali. Ini hanya menurut
perhitungan saya. Inilah menurut saya angka yang realistis.Kalau berapa angka
pastinya kerugian negara, silahkan Majelis Hakim yang menghitungnya. Entah
kemana lagi segerobak peraturan yang dibacanya sebelumnya diletakkannya ketika
orang yang disebut ahli ini melakukan penghitungan uang. Due Process of Law. Saya
cukup terharu pada waktu Majelis Hakim, Hakim Anggota 1, Bapak Fahmiron,
mencecar saksi tersebut dengan pertanyaan-pertanyaan sampai membuat ahli
tersebut manggaretek menggigil.
BPKP
Perwakilan Prop. Sumatera Barat dalam hal ini menghitung kerugian negara
berdasarkan : netto uang yang masuk kepada rekanan dikurangi dengan harga
kendaraan Mobil Toyota Land Chruiser Prado yang pernah dijual oleh PT. Multi
Sentra Adikarya kepada PT. DK Jaya Motor seharga Rp. 675.000.000,- (belum
termasuk PPn), yang mana PT. DK Jaya Motor dalam hal ini tidak termasuk dalam
rantai pengadaan kendaraan dinas Bupati Pasaman Barat. Jika PT. Multi Sentra
Adikarya menjual dengan harga Rp. 875.000.000,- kepada perusahaan lain,
sehingga selisih dengan netto kepada rekanan adalah Rp. 76.887.273,- yang
manakah yang akan dijadikan dasar kerugian negara? Rp. 276.887.273,- kah? Atau Rp. 76.887.273,-??
Apakah perhitungan kerugian negara dalam hal ini berdasarkan harga yang pernah
dijual kepada orang lain?? Dimana letak kerugian negara yang NYATA DAN PASTIsesuai dengan
pengertian kerugian negara dalam Pasal 1 butir 22, Undang-Undang No. 1 Tahun
2004 tentang Perbendaharaan Negara yang berbunyi : Kerugian Negara/Daerah
adalah kekurangan uang, surat berharga dan barang, yang nyata dan pasti
jumlahnya sebagai akibat perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai.”
Dan juga dikemanakan aturan dalam Pasal 13 ayat (1) Keppres No. 80 Tahun 2003
tentang Pedoman Pengadaan Barang dan Jasa, yang mengatur bahwa untuk pengadaan
barang/jasa harus menetapkan mengenai HPS.
II.
TERHADAP POIN D. PETUNJUK
Di
dalam surat tuntutan JPU halaman 69, JPU menyatakan bahwa:
“Berdasarkan
keterangan saksi-saksi, surat, keterangan Terdakwa sendiri yang karena
persesuaian antara satu dengan yang lainnya menandakan telah terjadi suatu
tindak pidana yang berdasarkan pasal 184 ayat (1) huruf d jo. Pasal 188 ayat
(1) dan (2) KUHAP yang dimaksud petunjuk adalah perbuatan, kejadian atau keadaan
yang karena persesuaiannya, baik antara yang satu dengan yang lain, maupun
dengan tindak pidana itu sendiri menandakan bahwa telah terjadi suatu tindak
pidana dan siapa pelakunya. Petunjuk sebagaimana dimaksud ayat (1) hanya dapat
diperoleh dari keterangan saksi, Surat dan keterangan Terdakwa. Dan fakta-fakta
Yang terungkap dalam persidangan menurut hemat kami telah diperoleh bukti-bukti
petunjuk bahwa pada waktu dan tempat sebagaimana disebutkan diatas telah
terjadi tindak pidana Korupsi dan pelakunya yakni Terdakwa Drs.HENDRI, MM yang
untuk selengkapnya akan kami uraikan dalam pembuktian unsur-unsur pasal yang
kami dakwakan”
Pernyataaan JPU tersebut di atas, yang mengatakan
bahwa telah terjadi tindak pidana Korupsi dan pelakunya yakni Terdakwa
Drs.HENDRI, MM sangatlah bertentangan dengan apa yang terungkap di persidangan
dan juga bertolak belakang dengan pernyataan JPU sendiri dalam surat
tuntutannya yang mana di dalam surat tuntutan tersebut JPU menyatakan
bahwa Terdakwa telah terbukti melakukan kerjasama kecurangan yang dilakukan
oleh Terdakwa bersama ARIFIN AGROSURIO dan VITARMAN dalam upaya menjadikan
ARIFIN AGROSURIO dan VITARMAN atas perintah Bupati Pasaman Barat yakni Drs
BAHARUDDIN, MM yang meminta agar mobil dinas yang akan diadakan untuknya adalah
Toyota Prado TX Limited dan meminta kepada Terdakwa agar kegiatan pengadaan
tersebut agar dapat dilaksanakan oleh Sdr. ARIFIN AGROSURIO.
Pernyataan
tersebut diatas disebutkan oleh JPU sebanyak 3 (tiga) di dalam surat
tuntutannya berikut kutipan dari pernyataan JPU tersebut.
1. Pada Surat
Tuntutan halaman 93
“Berdasarkan
fakta yang terungkap dari pemeriksaan persidangan dari keterangan saksi-saksi,
keterangan Terdakwa, alat bukti surat dan adanya barang bukti didapatkan
kesimpulan bahwa antara TerdakwaDrs.
HENDRI, MM dari awal telah terjalin hubungan dan suatu kerjasama dengan
sedemikian rupa dengan ARIFIN AGROSURIO
dan VITARMAN dalam hal persiapan dan
pelaksanan proyek pengadaaan kendaraan dinas Bupati dan Wakil Bupati Pasaman
Barat dengan maksud agar pekerjaan pengadaan tersebut dapat dilaksanakan oleh
ARIFIN AGROSURIO dan ARIFIN AGROSURIO memperoleh keuntungan yang besar dari
pengadaan tersebut dengan jalan kendaraan yangdidatangkan tidak sesuai/kurang
dari spesifikasiyang tertuang dalam kontrak dan hal tersebut sudah dikondisikan
bersama dengan Terdakwa selaku Kuasa Pengguna Anggaran/Barang. Tindakan Terdakwa
tersebut bersama dengan ARIFIN AGROSURIO dan VITARMAN adalah serangkaian
perbuatan/tindakan melawan hukum sebagaimana telah tertuang dalam pembuktian
unsur "secara melawan hukum" dari dakwaan Primair, sehingga perbuatan
Terdakwa dapat dikualifikasikan sebagai "yang melakukan perbuatan/turut
serta melakukan perbuatan.”
2. Pada
Surat Tuntutan Halaman 88
“Bahwa
perbuatan Terdakwa merupakan perbuatan melawan hukum tidak saja dalam arti
formil yaitu Terdakwa sejak awal telah mengarahkan calon rekanan tertentu
sebagai pelaksana kegiatan namun juga secara materil yakni merusak rasa
keadilan dan kejujuran dalam masyarakat dalam hal kerjasama kecurangan yang
dilakukan oleh Terdakwa bersama ARIFIN AGROSURIO dan VITARMAN dalam upaya
menjadikan ARIFIN AGROSURIO dan VITARMAN sebagai pelaksana kegiatan pengadaan kendaraan
dinas tersebut”
3. Pada
Surat Tuntutan Halaman 70
“Bahwa memang Terdakwa
pernah dipanggil oleh Bupati Pasaman Barat yakni Drs BAHARUDDIN, MM yang
meminta agar mobil dinas yang akan diadakan untuknya adalah Toyota Prado TX
Limited dan ia juga meminta kepada Terdakwa agar kegiatan pengadaan tersebut
agar dapat dilaksanakan oleh Sdr. ARIFIN AGROSURIO, karena ARIFIN AGROSURID
sudah meminta proyek tersebut kepadanya dan menjadi tugas Terdakwa untuk
mewujudkannya, dan Terdakwa memastikan pelaksanaan setiap perintah tersebut
karena menurut Terdakwa perintah tidak untuk didiskusikan namun untuk
dilaksanakan”
Berdasarkan
pernyataan JPU tersebut diatas, dapat kita lihat bahwa JPU sendiri tidak
menguasai inti persidangan perkara ini bahkan dalam membuat surat tuntutan,
halaman satu dengan halaman yang lain saling bertentangan dan tidak sinkron,
konon lagi kebenaran dari fakta yang disampaikan dalam surat tuntutan tersebut
yang hanya mengarang-ngarang cerita saja.
Bahwa
dari apa yang disebutkan oleh JPU dalam surat tuntutannya ini, yang telah
menyimpulkan Terdakwa bersama-sama dengan Sdr. Arifin dan Vitarman telah
melakukan persekongkolan/ kerja sama dalam mendapatkan proyek sehingga ada yang
diuntungkan dan negara dirugikan atas permintaan Bupati Baharuddin, maka jika
JPU sudah berkeseimpulan demikian dan meyakini hal tersebut benar, semestinya
karena ada persesuaian antara yang satu dengan yang lain, maka tentunya berdasarkan
UU Tipikor Pasal 2, JPU harus juga mejadikan Sdr. Arifin, Sdr Vitarman dan
Bupati Baharuddin sebagai pelaku tindak pidana korupsi dalam perkara ini dan memproses
perkara ini dalam satu berkas, tetapi kenyataannya, JPU menyimpulkan telah
terjadi tindak pidana Korupsi dan pelakunya hanya tunggal satu orang yakni Terdakwa
Drs.HENDRI, MM.
Disini
kita dapat melihat bahwa JPU sebenarnya tidak meyakini telah terjadinya tindak
pidana korupsi, namun karena konspirasi politik yang telah dibangun yang
melibatkan sumber dana dan sumber daya yang sangat besar dari orang-orang yang
ingin menjatuhkan nama baik Terdakwa dan Bupati Pasaman Baratmaka mau tidak
mau, suka tidak suka Kajari Simpang Empat yang baru harus menaikkan dan
menuntaskan perkara ini sampai ke tingkat pengadilan karena pesan sponsor dan
pesan moral di dalam kasus ini adalah walaupun hanya satu minggu ataupun satu
bulan saja, Sdr. Hendri bisa dimasukkan kedalam penjara, itu sudah cukup bagi
mereka karena selanjutnya proses pusaran hukumlah yang akan menyeret Sdr. Terdakwa
yang dibuktikan sampai hari ini saja sudah 190 hari kalender dengan kasus yang
menurut ketua Majelis Hakim sendiri adalah bukan sebuah kasus kalau saja tidak
ada yang melaporkan. Untuk itu Terdakwadikorbankan
sebagai tumbalnya mengalihkan cerita dengan mengatakan bahwa antara Terdakwa
dan Sdr. Arifin serta Sdr. Vitarman dilakukan pemberkasan yang terpisah dan
juga sudah ditetapkan sebagai tersangka.
Hal
ini sangatlah aneh sekali, seseorang yang telah ditetapkan sebagai tersangka
dalam kasus yang sama dengan Terdakwa hanya dijadikan saksi pada persidangan.
Kenapa tidak dijadikan satu berkas saja padahal kasusnya sama-sama pada
Pengadaan Kendaraan Dinas Bupati Pasmaan Barat Tahu 2010?
Namun
Kenyataannya bahwa suatu perkara yang sudah jelas keterkaitannya menurut JPU
tersebut, tidak diproses oleh JPU di dalam satu berkas perkara. Hal ini
menimbulkan tanda tanya bagi kita, apakah karena adaya target jumlah kasus yang
harus dinaikkan pada setiap Kejaksaan Negeri dalam satu tahun dan adanya reward
dari negara terhadap suatu perkara yang besarnya mencapai 200 juta rupiah? Ini
menjadi peluang bisnis tersendiri bagi Jaksa untuk memisah-misahkan suatu
perkara yang sebenarnya meruapakan suatu kesatuan.
Kalau
pada filosofinya, pengusutan suatu perkara korupsi adalah dalam rangka
penyelamatan uang negara yang mestinya bisa dipakai untuk meningkatan
perekonomin dan pembangunan, maka dengan apa yang dilakukan oleh JPU ini adalah
berlawanan dan bertentangan dengan semangat dan jiwa pemberantasan itu sendiri.
Yang ada hanyalah menjadi pengalihan dari yang menikmati hasil korupsi dari Terdakwa
kepada Jaksa. Sementara negara tetap rugi, perbedaannya hanya, kalau Terdakwa
melakukannya secara melawan hukum maka jaksa melakukannnya melalui LEGAL KONSTITUSIONAL,tapi intinya uang
negara tetap keluar bukan untuk pembangunan.
Konkritnya,
hanya untuk membuktikan dugaan kerugian negara sebesar Rp. 276.887.273 maka
negara dipaksa harus mengeluarkan uang sebesar 2 x 200 juta rupiah melalui JPU
untuk pemberkasan 2 perkara, belum lagi
biaya persidangan yang dikeluarkan oleh negara melalui PN Tipikor seperti persidangan-persidangan
yang telah berlangsung sejak bulan januari yang lalu.
Dan
dugaan kerugian negara sebesar Rp. 276.887.273 tersebut juga belum diyakini
kebenarannya, malah di dalam fakta dipersidangan terungkap bahwa ahli yang
menghitung kerugian negara tersebut yakni Sdr. Afrizal selaku Auditor BPKP
Perwakilan Propinsi Sumatera Barat tidak memilki dasar hukum untuk
perhitungannya, hanya berdasarkan angka yang realistis menurut dia, sungguh
seorang auditor yang tidak berkualitas dan tidak bermoral yang dijadikan JPU
sebagai ahli dalam perhitungan kerugian negara ini, sama halnya dengan dengan
ketika JPU menghadirkan saksi-saksi dari Jakarta dari Importir Umum Kendaraan
walaupun untuk menghadirkan dua kali 2 orang saksi tersebut dari Jakarta, JPU
tidak pernah mengeluarkan biaya kedatangan mereka meskipun dana untuk itu
disediakan oleh negara. Dan untuk pembuktian ini akan Terdakwa bahas dalam poin
selanjutnya.
Jadi sebenarnya, siapa yang mempunyai niat jahat
untuk menggerogoti uang negera? Terdakwakah atau JPU?
Jadi siapa sebenarnya yang tidak mendukung program
pemerintah dalam pemberantasan korupsi? Terdakwakah atau JPU?
No comments:
Post a Comment