Wednesday, May 27, 2015

Hasil Audit BPKP


I.          TERHADAP POIN C. LAPORAN HASIL AUDIT DARI BPKP PERWAKILAN Prop. SUMATERA BARAT
Audit yang dilakukan oleh Sdr. Afrizal selaku Auditor BPKP Perwakilan Propinsi Sumatera Barat dalam rangka Penghitungan Kerugian Keuangan Negara atas dugaan Tindak Pidana Korupsi Pengadaan Kendaraan Dinas Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Pasaman Barat Tahun Anggaran 2010, Nomor : SR-1422/PW03/V/2013 tanggal 3 Juni 2013yang ditandatangani oleh Kepala Perwakilan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Perwakilan Provinsi Sumatra Barat,jelas dan nyata terungkap menjadi fakta di persidangan, tidak memilki landasan yuridis sama sekali.
Setelah saksi membahas bermacam undang-undang yang mengatur tentang keuangan negara, mulai dari UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor, UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, PP, Kepres, Permendagri, dan Kepmendagri, serta aturan-aturan iternal BPKP itu sendiri, kemudian dengan santainya saksi ahli Sdr. Afrizal dari BPKP Perwakilan Propinsi Sumatera Barat, menyampaikan didepan persidangan dibawah sumpah, menjawab pertanyaan Majelis Hakim, bahwa dasar hukum ahli menghitung kerugian negaranya sehingga didapat angka Rp. 276.887.273,- tidak ada sama sekali. Ini hanya menurut perhitungan saya. Inilah menurut saya angka yang realistis.Kalau berapa angka pastinya kerugian negara, silahkan Majelis Hakim yang menghitungnya. Entah kemana lagi segerobak peraturan yang dibacanya sebelumnya diletakkannya ketika orang yang disebut ahli ini melakukan penghitungan uang. Due Process of Law. Saya cukup terharu pada waktu Majelis Hakim, Hakim Anggota 1, Bapak Fahmiron, mencecar saksi tersebut dengan pertanyaan-pertanyaan sampai membuat ahli tersebut manggaretek menggigil.
BPKP Perwakilan Prop. Sumatera Barat dalam hal ini menghitung kerugian negara berdasarkan : netto uang yang masuk kepada rekanan dikurangi dengan harga kendaraan Mobil Toyota Land Chruiser Prado yang pernah dijual oleh PT. Multi Sentra Adikarya kepada PT. DK Jaya Motor seharga Rp. 675.000.000,- (belum termasuk PPn), yang mana PT. DK Jaya Motor dalam hal ini tidak termasuk dalam rantai pengadaan kendaraan dinas Bupati Pasaman Barat. Jika PT. Multi Sentra Adikarya menjual dengan harga Rp. 875.000.000,- kepada perusahaan lain, sehingga selisih dengan netto kepada rekanan adalah Rp. 76.887.273,- yang manakah yang akan dijadikan dasar kerugian negara? Rp.  276.887.273,- kah? Atau Rp. 76.887.273,-?? Apakah perhitungan kerugian negara dalam hal ini berdasarkan harga yang pernah dijual kepada orang lain?? Dimana letak kerugian negara yang NYATA DAN PASTIsesuai dengan pengertian kerugian negara dalam Pasal 1 butir 22, Undang-Undang No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara yang berbunyi : Kerugian Negara/Daerah adalah kekurangan uang, surat berharga dan barang, yang nyata dan pasti jumlahnya sebagai akibat perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai.” Dan juga dikemanakan aturan dalam Pasal 13 ayat (1) Keppres No. 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pengadaan Barang dan Jasa, yang mengatur bahwa untuk pengadaan barang/jasa harus menetapkan mengenai HPS.

II.          TERHADAP POIN D. PETUNJUK
Di dalam surat tuntutan JPU halaman 69, JPU menyatakan bahwa:
“Berdasarkan keterangan saksi-saksi, surat, keterangan Terdakwa sendiri yang karena persesuaian antara satu dengan yang lainnya menandakan telah terjadi suatu tindak pidana yang berdasarkan pasal 184 ayat (1) huruf d jo. Pasal 188 ayat (1) dan (2) KUHAP yang dimaksud petunjuk adalah perbuatan, kejadian atau keadaan yang karena persesuaiannya, baik antara yang satu dengan yang lain, maupun dengan tindak pidana itu sendiri menandakan bahwa telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya. Petunjuk sebagaimana dimaksud ayat (1) hanya dapat diperoleh dari keterangan saksi, Surat dan keterangan Terdakwa. Dan fakta-fakta Yang terungkap dalam persidangan menurut hemat kami telah diperoleh bukti-bukti petunjuk bahwa pada waktu dan tempat sebagaimana disebutkan diatas telah terjadi tindak pidana Korupsi dan pelakunya yakni Terdakwa Drs.HENDRI, MM yang untuk selengkapnya akan kami uraikan dalam pembuktian unsur-unsur pasal yang kami dakwakan”
Pernyataaan JPU tersebut di atas, yang mengatakan bahwa telah terjadi tindak pidana Korupsi dan pelakunya yakni Terdakwa Drs.HENDRI, MM sangatlah bertentangan dengan apa yang terungkap di persidangan dan juga bertolak belakang dengan pernyataan JPU sendiri dalam surat tuntutannya yang mana di dalam surat tuntutan tersebut JPU menyatakan bahwa Terdakwa telah terbukti melakukan kerjasama kecurangan yang dilakukan oleh Terdakwa bersama ARIFIN AGROSURIO dan VITARMAN dalam upaya menjadikan ARIFIN AGROSURIO dan VITARMAN atas perintah Bupati Pasaman Barat yakni Drs BAHARUDDIN, MM yang meminta agar mobil dinas yang akan diadakan untuknya adalah Toyota Prado TX Limited dan meminta kepada Terdakwa agar kegiatan pengadaan tersebut agar dapat dilaksanakan oleh Sdr. ARIFIN AGROSURIO.
Pernyataan tersebut diatas disebutkan oleh JPU sebanyak 3 (tiga) di dalam surat tuntutannya berikut kutipan dari pernyataan JPU tersebut.
1.       Pada Surat Tuntutan halaman 93
“Berdasarkan fakta yang terungkap dari pemeriksaan persidangan dari keterangan saksi­-saksi, keterangan Terdakwa, alat bukti surat dan adanya barang bukti didapatkan kesimpulan bahwa antara TerdakwaDrs. HENDRI, MM dari awal telah terjalin hubungan dan suatu kerjasama dengan sedemikian rupa dengan ARIFIN AGROSURIO dan VITARMAN dalam hal persiapan dan pelaksanan proyek pengadaaan kendaraan dinas Bupati dan Wakil Bupati Pasaman Barat dengan maksud agar pekerjaan pengadaan tersebut dapat dilaksanakan oleh ARIFIN AGROSURIO dan ARIFIN AGROSURIO memperoleh keuntungan yang besar dari pengadaan tersebut dengan jalan kendaraan yangdidatangkan tidak sesuai/kurang dari spesifikasiyang tertuang dalam kontrak dan hal tersebut sudah dikondisikan bersama dengan Terdakwa selaku Kuasa Pengguna Anggaran/Barang. Tindakan Terdakwa tersebut bersama dengan ARIFIN AGROSURIO dan VITARMAN adalah serangkaian perbuatan/tindakan melawan hukum sebagaimana telah tertuang dalam pembuktian unsur "secara melawan hukum" dari dakwaan Primair, sehingga perbuatan Terdakwa dapat dikualifikasikan sebagai "yang melakukan perbuatan/turut serta melakukan perbuatan.”
2.       Pada Surat Tuntutan Halaman 88
“Bahwa perbuatan Terdakwa merupakan perbuatan melawan hukum tidak saja dalam arti formil yaitu Terdakwa sejak awal telah mengarahkan calon rekanan tertentu sebagai pelaksana kegiatan namun juga secara materil yakni merusak rasa keadilan dan kejujuran dalam masyarakat dalam hal kerjasama kecurangan yang dilakukan oleh Terdakwa bersama ARIFIN AGROSURIO dan VITARMAN dalam upaya menjadikan ARIFIN AGROSURIO dan VITARMAN sebagai pelaksana kegiatan pengadaan kendaraan dinas tersebut”
3.       Pada Surat Tuntutan Halaman 70
“Bahwa memang Terdakwa pernah dipanggil oleh Bupati Pasaman Barat yakni Drs BAHARUDDIN, MM yang meminta agar mobil dinas yang akan diadakan untuknya adalah Toyota Prado TX Limited dan ia juga meminta kepada Terdakwa agar kegiatan pengadaan tersebut agar dapat dilaksanakan oleh Sdr. ARIFIN AGROSURIO, karena ARIFIN AGROSURID sudah meminta proyek tersebut kepadanya dan menjadi tugas Terdakwa untuk mewujudkannya, dan Terdakwa memastikan pelaksanaan setiap perintah tersebut karena menurut Terdakwa perintah tidak untuk didiskusikan namun untuk dilaksanakan”
Berdasarkan pernyataan JPU tersebut diatas, dapat kita lihat bahwa JPU sendiri tidak menguasai inti persidangan perkara ini bahkan dalam membuat surat tuntutan, halaman satu dengan halaman yang lain saling bertentangan dan tidak sinkron, konon lagi kebenaran dari fakta yang disampaikan dalam surat tuntutan tersebut yang hanya mengarang-ngarang cerita saja.
Bahwa dari apa yang disebutkan oleh JPU dalam surat tuntutannya ini, yang telah menyimpulkan Terdakwa bersama-sama dengan Sdr. Arifin dan Vitarman telah melakukan persekongkolan/ kerja sama dalam mendapatkan proyek sehingga ada yang diuntungkan dan negara dirugikan atas permintaan Bupati Baharuddin, maka jika JPU sudah berkeseimpulan demikian dan meyakini hal tersebut benar, semestinya karena ada persesuaian antara yang satu dengan yang lain, maka tentunya berdasarkan UU Tipikor Pasal 2, JPU harus juga mejadikan Sdr. Arifin, Sdr Vitarman dan Bupati Baharuddin sebagai pelaku tindak pidana korupsi dalam perkara ini dan memproses perkara ini dalam satu berkas, tetapi kenyataannya, JPU menyimpulkan telah terjadi tindak pidana Korupsi dan pelakunya hanya tunggal satu orang yakni Terdakwa Drs.HENDRI, MM.
Disini kita dapat melihat bahwa JPU sebenarnya tidak meyakini telah terjadinya tindak pidana korupsi, namun karena konspirasi politik yang telah dibangun yang melibatkan sumber dana dan sumber daya yang sangat besar dari orang-orang yang ingin menjatuhkan nama baik Terdakwa dan Bupati Pasaman Baratmaka mau tidak mau, suka tidak suka Kajari Simpang Empat yang baru harus menaikkan dan menuntaskan perkara ini sampai ke tingkat pengadilan karena pesan sponsor dan pesan moral di dalam kasus ini adalah walaupun hanya satu minggu ataupun satu bulan saja, Sdr. Hendri bisa dimasukkan kedalam penjara, itu sudah cukup bagi mereka karena selanjutnya proses pusaran hukumlah yang akan menyeret Sdr. Terdakwa yang dibuktikan sampai hari ini saja sudah 190 hari kalender dengan kasus yang menurut ketua Majelis Hakim sendiri adalah bukan sebuah kasus kalau saja tidak ada yang melaporkan.  Untuk itu Terdakwadikorbankan sebagai tumbalnya mengalihkan cerita dengan mengatakan bahwa antara Terdakwa dan Sdr. Arifin serta Sdr. Vitarman dilakukan pemberkasan yang terpisah dan juga sudah ditetapkan sebagai tersangka.
Hal ini sangatlah aneh sekali, seseorang yang telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus yang sama dengan Terdakwa hanya dijadikan saksi pada persidangan. Kenapa tidak dijadikan satu berkas saja padahal kasusnya sama-sama pada Pengadaan Kendaraan Dinas Bupati Pasmaan Barat Tahu 2010?
Namun Kenyataannya bahwa suatu perkara yang sudah jelas keterkaitannya menurut JPU tersebut, tidak diproses oleh JPU di dalam satu berkas perkara. Hal ini menimbulkan tanda tanya bagi kita, apakah karena adaya target jumlah kasus yang harus dinaikkan pada setiap Kejaksaan Negeri dalam satu tahun dan adanya reward dari negara terhadap suatu perkara yang besarnya mencapai 200 juta rupiah? Ini menjadi peluang bisnis tersendiri bagi Jaksa untuk memisah-misahkan suatu perkara yang sebenarnya meruapakan suatu kesatuan.
Kalau pada filosofinya, pengusutan suatu perkara korupsi adalah dalam rangka penyelamatan uang negara yang mestinya bisa dipakai untuk meningkatan perekonomin dan pembangunan, maka dengan apa yang dilakukan oleh JPU ini adalah berlawanan dan bertentangan dengan semangat dan jiwa pemberantasan itu sendiri. Yang ada hanyalah menjadi pengalihan dari yang menikmati hasil korupsi dari Terdakwa kepada Jaksa. Sementara negara tetap rugi, perbedaannya hanya, kalau Terdakwa melakukannya secara melawan hukum maka jaksa melakukannnya melalui LEGAL KONSTITUSIONAL,tapi intinya uang negara tetap keluar bukan untuk pembangunan.
Konkritnya, hanya untuk membuktikan dugaan kerugian negara sebesar Rp. 276.887.273 maka negara dipaksa harus mengeluarkan uang sebesar 2 x 200 juta rupiah melalui JPU untuk  pemberkasan 2 perkara, belum lagi biaya persidangan yang dikeluarkan oleh negara melalui PN Tipikor seperti persidangan-persidangan yang telah berlangsung sejak bulan januari yang lalu.
Dan dugaan kerugian negara sebesar Rp. 276.887.273 tersebut juga belum diyakini kebenarannya, malah di dalam fakta dipersidangan terungkap bahwa ahli yang menghitung kerugian negara tersebut yakni Sdr. Afrizal selaku Auditor BPKP Perwakilan Propinsi Sumatera Barat tidak memilki dasar hukum untuk perhitungannya, hanya berdasarkan angka yang realistis menurut dia, sungguh seorang auditor yang tidak berkualitas dan tidak bermoral yang dijadikan JPU sebagai ahli dalam perhitungan kerugian negara ini, sama halnya dengan dengan ketika JPU menghadirkan saksi-saksi dari Jakarta dari Importir Umum Kendaraan walaupun untuk menghadirkan dua kali 2 orang saksi tersebut dari Jakarta, JPU tidak pernah mengeluarkan biaya kedatangan mereka meskipun dana untuk itu disediakan oleh negara. Dan untuk pembuktian ini akan Terdakwa bahas dalam poin selanjutnya.
Jadi sebenarnya, siapa yang mempunyai niat jahat untuk menggerogoti uang negera? Terdakwakah atau JPU?

Jadi siapa sebenarnya yang tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan korupsi? Terdakwakah atau JPU?

No comments:

Post a Comment