Sunday, December 20, 2015

Jangan Korupsi di Bulan Puasa!

Syukur Alhamdulillah kia masih dapat bersama-sama merasakan nikmatnya bulan Ramadhan 1428 H, Ramadhan merupakan rajanya bulan karena banyak sekali keistimawaan dan pahala yang dilipatgandakan oleh Allah SWT. Puasa menurut syariat ialah menahan diri dari segala sesuatu yang membatalkan puasa (seperti makan, minum, hubungan kelamin dan sebagainya) semenjak terbit fajar sampai terbenamnya matahari, dengan disertai niat ibadah kepada Allah, karena mengharapkan ridha-nya dan menyiapkan diri guna meningkatkan Takwa kepadanya.
Untuk itu, hendaknya kita tidak menjadikan puasa hanya sebagai tameng dalam mengarungi hidup. Sebelas bulan melakukan tindakan melawan hukum, mengeksploitasi uang rakyat demi meraih predikat “Urang Bapitih”, berbuat dosa tetapi berlagak jadi “Urang Siak”, menyucikan diri di saat Ramadhan. Pura-pura beramal salih dan pura-pura berbuat baik kepada fakir miskin, bersedekah dengan uang haram.
Melakukan korupsi bukan lagi hal tercela dan memalukan; seakan sudah menjadi profesi banyak orang terutama para aparatur pemerintahan. Padahal mereka telah bersumpah di bawah kitab suci tidak akan menerima sesuatu yang secara langsung atau tidak langsung bisa mempengaruhi pekerjaannya. Bahkan mantan Menteri Agama Said Agil Al Munawar divonis penjara karena mengkorupsi dana haji.
Kalau Menteri Agama saja sudah korupsi, masihkah kita bisa percaya bahwa Kepala Daerah (Gubernur/Bupati/Walikota) beserta jajarannya, serta Polisi, Jaksa dan Hakim tidak korupsi? Walaupun sulit dibuktikan, tetapi lebih sulit untuk mengatakan mereka tidak korupsi. Mereka tidak merasa malu berprofesi sebagai “Maliang” uang rakyat bahkan menyombongkan diri dengan uang hasil “Mancilok” untuk membuat rumah megah, membeli mobil, membayar uang sekolah anak bahkan mengenyangkan perut keluarga. Mereka hanya merasa malu ketika tidak punya mobil pribadi, hanya memiliki 1 rumah, tidak menyekolahkan anak ke Pulau Jawa atau ke luar negeri.
Mereka tidak takut lagi pada instrument pemberantasan korupsi, buku KUHP dianggap sebagai “Kasih Uang Habis Perkara”, KPK, BPK apalagi Bawasda bukan lagi institusi yang menakutkan karena dengan angpau, oleh-oleh dan service  yang wah kasus bisa ditutup.
Sungguh sangat memalukan melihat Sumatra Barat yang hampir seluruh warganya adalah umat islam yang

Catatan :
Tulisan ini dimuat di Harian Haluan, Kamis tanggal 13 September 2007, Hal 1

No comments:

Post a Comment