Monday, December 21, 2015

Singguluang Nyiak Wali

Pada saat ini berapa Nagari di Kabuapten Agam tengah berlangsung Alek Politik Anak Nagari untuk memilih Pejabat Publik atau Kepala Pemerintahan yang disebut Wali Nagari. Jabatan Wali Nagari merupakan jabatan potitis yang sama prestisiusnya dengan jabatan kepala daeah (Gubernur, Bupati/Walikota) karena untuk mendapatkannya harus melalui proses pemilihan yang nyaris sama dengan proses Pilkada maupun Pilpres.
Bahkan dari satu sisi proses Pilwana (Pemilihan Wali Nagari) bisa dikatakan sebagai proses pemilihan yang paling pas di negara ini dibandingkan Pilkada dan Pilpres karena para calonnya independen (tidak dicalonkan parpol) dan tidak harus “membayar untuk maju sebagai calon.
Tetapi satu hal yang mungkin terlupakan oleh otoritas pembuat aturan “kembali ke nagari” adalah tanggungjawab dan hak-hak nagari (Wali Nagari dan perangkat pemerintahnya) yang tidak seimbang.
Wali Nagari yang dipilih oleh anak nagari (penduduk nagari) secara demokratis dalam Pilwana, dalam menjalankan pemerintahan hanya dibantu oleh beberapa orang Pegawai Pemerintah Nagari (Sekretaris dan beberapa Kaur) dan Kepala Jorong. Bahkan jika dilihat lebih jauh, tugas Wali Nagari lebih berat daripada tugas Gubernur, Bupati ataupun Presiden karena selain tugas umum pemerintahan Inyiak Wali juga mengerjakan semua persoalan yang dihadapi Nagari selama 24 jam tiap hari. Bukan hanya dikantor, tengah malam pun rumah Nyiak Wali diktetok-ketok masyarakatnya untuk mengadukan persoalan dari yang besar sampai kecil, dari persoalan serius sampai sepele.
Tetapi dari segi fasilitas yang diterima sungguh sangat tidak memadai. Nyiak Wali tidak mempunyai Wakil Wali Nagari yang bisa membantu seperti halnya Wabup, Wagub atau pun Wapres, kalupun ada Sekretaris Nagari itu dijatah oleh Depdagri dengan parameter orang yang memenuhi persyaratan PNS maksimal golongan II begitu juga dengan perangkat nagari lainnya dengan kualitas SDM terbatas sehingga tidak bisa secara maksimal menjalankan tugas pemerintahan.
Padahal keberhasilan penyelenggaraan pemerintahan ditentukan oleh bentuk SOTK dan juga sangat dipengaruhi oleh ketersedian dan kualitas dari SDM aparaturnya, karena SDM inilah yang akan menggerakkan pemerintahan nagari untuk memberikan pelayanan terhadap masyarakat.
Jika dibandingkan antara nasib Nyiak Wali dengan Bupati dan Gubernur sungguh jauh berbeda, disamakan tentu tidak mungkin tetapi seharusnya fasilitas yang diberikan kepada Wali Nagari beserta perangkatnya minimal mampu mendukung kinerja untuk menjalankan program Baliak ka Nagari atau pembangunan berbasis Nagari. Gaji misalnya sebagai pejabat publik yang dipilih secara demokratis sama halnya dengan Bupati, Gubernur bahkan Presiden, hendaknya gaji yang diberikan bukan hanya sekedar cukup.
Begitu juga hak-hak lainnya seperti Tunjangan Daerah, kalau untuk Bupati/Wakil Bupati dan Pengawai Pemda lainnya diberikan kenapa untuk Wali Nagari dan aparatnya tidak?
Hendaknya ketika memberikan suatu beban kerja juga diiringi perangkat yang memadai karena “kok mancancang pakai landasan, manjunjuang nan barek tantu pakai singguluang” jangan sampai “baban barek singguluang tipih” bisa sakit kepala Nyiak Wali kita dan bisa-bisa akhirnya pitih DAUN pulo nan dikorupsi.

Catatan :
Tulisan ini dimuat di Harian Haluan, Sein tanggal 14 Januari 2008, Hal 3

No comments:

Post a Comment