Pada saat ini berapa Nagari di Kabuapten Agam tengah
berlangsung Alek Politik Anak Nagari untuk memilih Pejabat Publik atau Kepala
Pemerintahan yang disebut Wali Nagari. Jabatan Wali Nagari merupakan jabatan
potitis yang sama prestisiusnya dengan jabatan kepala daeah (Gubernur,
Bupati/Walikota) karena untuk mendapatkannya harus melalui proses pemilihan
yang nyaris sama dengan proses Pilkada maupun Pilpres.
Bahkan dari satu sisi proses Pilwana (Pemilihan Wali Nagari)
bisa dikatakan sebagai proses pemilihan yang paling pas di negara ini
dibandingkan Pilkada dan Pilpres karena para calonnya independen (tidak
dicalonkan parpol) dan tidak harus “membayar untuk maju sebagai calon.
Tetapi satu hal yang mungkin terlupakan oleh otoritas pembuat
aturan “kembali ke nagari” adalah tanggungjawab dan hak-hak nagari (Wali Nagari
dan perangkat pemerintahnya) yang tidak seimbang.
Wali Nagari yang dipilih oleh anak nagari (penduduk nagari)
secara demokratis dalam Pilwana, dalam menjalankan pemerintahan hanya dibantu
oleh beberapa orang Pegawai Pemerintah Nagari (Sekretaris dan beberapa Kaur)
dan Kepala Jorong. Bahkan jika dilihat lebih jauh, tugas Wali Nagari lebih
berat daripada tugas Gubernur, Bupati ataupun Presiden karena selain tugas umum
pemerintahan Inyiak Wali juga mengerjakan semua persoalan yang dihadapi Nagari
selama 24 jam tiap hari. Bukan hanya dikantor, tengah malam pun rumah Nyiak Wali
diktetok-ketok masyarakatnya untuk mengadukan persoalan dari yang besar sampai
kecil, dari persoalan serius sampai sepele.
Tetapi dari segi fasilitas yang diterima sungguh sangat tidak
memadai. Nyiak Wali tidak mempunyai Wakil Wali Nagari yang bisa membantu
seperti halnya Wabup, Wagub atau pun Wapres, kalupun ada Sekretaris Nagari itu
dijatah oleh Depdagri dengan parameter orang yang memenuhi persyaratan PNS
maksimal golongan II begitu juga dengan perangkat nagari lainnya dengan
kualitas SDM terbatas sehingga tidak bisa secara maksimal menjalankan tugas
pemerintahan.
Padahal keberhasilan penyelenggaraan pemerintahan ditentukan
oleh bentuk SOTK dan juga sangat dipengaruhi oleh ketersedian dan kualitas dari
SDM aparaturnya, karena SDM inilah yang akan menggerakkan pemerintahan nagari
untuk memberikan pelayanan terhadap masyarakat.
Jika dibandingkan antara nasib Nyiak Wali dengan Bupati dan
Gubernur sungguh jauh berbeda, disamakan tentu tidak mungkin tetapi seharusnya
fasilitas yang diberikan kepada Wali Nagari beserta perangkatnya minimal mampu
mendukung kinerja untuk menjalankan program Baliak ka Nagari atau pembangunan
berbasis Nagari. Gaji misalnya sebagai pejabat publik yang dipilih secara
demokratis sama halnya dengan Bupati, Gubernur bahkan Presiden, hendaknya gaji
yang diberikan bukan hanya sekedar cukup.
Begitu juga hak-hak lainnya seperti Tunjangan Daerah, kalau
untuk Bupati/Wakil Bupati dan Pengawai Pemda lainnya diberikan kenapa untuk
Wali Nagari dan aparatnya tidak?
Hendaknya ketika memberikan suatu beban kerja juga diiringi
perangkat yang memadai karena “kok mancancang pakai landasan, manjunjuang nan
barek tantu pakai singguluang” jangan sampai “baban barek singguluang tipih”
bisa sakit kepala Nyiak Wali kita dan bisa-bisa akhirnya pitih DAUN pulo nan
dikorupsi.
Catatan :
Tulisan ini dimuat di
Harian Haluan, Sein tanggal 14
Januari 2008, Hal 3
No comments:
Post a Comment