Sunday, December 20, 2015

Mimpi Mencerdaskan Bangsa

Kemungkinan turunnya Anggaran Pendidikan dari 11,8% pada APBN 2007 menjadi hanya 9,8% pada APBN 2008, membuktikan bahwa tidak adanya kepedulian otoritas Negara terhadap Bangsa ini. Di samping itu sekaligus membuktikan bahwa penyelenggaraan pemerintah tidak “menghargai” konstitusi, karena sebelumnya Makamah Konstitusi (MK) telah menvonis APBN 2007 melanggar Pasal 31 UUD 1945 yang mewajibkan 20% dari APBN dialokasikan untuk pendidikan.
Jika kita renungkan lebih dalam, keinginan para Faunding Father Republik Indonesia untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan memajukan kesejahteraan umum yang telah diwasiatkan dalam mukadimah UUD 1945 masih laksana cita-cita yang tergantung di langit tinggi.
Bukankah rahasia, jika Alokasi Anggaran Pendidikan yang terdapat dalam APBN muapun APBD selama ini adalah Anggaran untuk Departemen atau Dinas/Kantor Pendidikan. Yang jika dilihat, lebih dari setengahnya dipergunakan untuk belanja Pegawai seperti untuk gaji, tunjangan, honor dan perjalanan dinas, sisanya untuk belanja barang dan jasa. Sedangkan jumlah uang yang dipergunakan  dan berhubungan langsung atau memberi efek bagi kemajuan pendidikan hanyalah sebagian kecil saja. Padahal, dalam UU 20/2003 (UU Sisdiknas) ditegaskan bahwa yang dimaksud dana pendidikan itu tidak termasuk gaji pendidikan dan biaya pendidikan kedinasan.
Ketika MK menyatakan APBN 2007 yang diundangkan dengan nomor 18 Tahun 2006 melanggar Konstitusi, otomatis seluruh APBD tahun 2007 yang telah di-Perda-kan juga telah menyalahi PerturanPerundang-Undangan  yang masih berlaku karena dalam konsiderannya pada dictum mengingat mencantumkan UU APBN, kecuali yang meanggarkan 20 persen atau lebih untuk kemajuan pendidikan di daerahnya.
Bukan itu saja, mentang-mentang ada lagunya, kita cenderung kurang menghargai jasa para Guru dengan memberikan gaji dan tunjangan serta fasilitas yang minim. Kita memujinya sebagai pahlawan tetapi dengan tega tidak memberikan imbalan atau tanda jasa padahal guru adalah profesi yang mestinya dihargai dan diposisikan sebagai mana aparatur pemerintah lainnya seperti Dokter, TNI, Polri, Jaksa dan lain-lain.
Mudah-mudahan kita masih sadar dan mempercayai, “bahwa faktor utama penyebab kemiskinan adalah karena rendahnya ilmu pengetahuan yang dimiliki, dan solusi terbaik mengatasi kemiskinan adalah dengan cara meningkatkan pendidikan.”
Akhirnya, kepala Gubernur, Bupati atau Walikota beserta DPRD yang memegang otoritas untuk menyusun, merancang hingga mengesahkan APBD, kita do’a kan tidak berpengaruh dan ikut-ikutan menurunkan Alokasi Anggaran untuk pendidikan di daerah ini sebagaimana yang diindikasikan oleh Pemerintah Pusat, supaya cita-cita mencerdaskan kehidupan bangsa bukan sekedar mimpi. Semoga!

Catatan :
Tulisan ini dimuat di Harian Haluan, Kamis tanggal 9 Agustus 2007, Hal 1

No comments:

Post a Comment