Patut kita renungkan, menjelang pemilu Tahun 2004 ada iklan
yang berbunyi “Dalam Pemilu sebelumnnya
kita memilih Kucing dalam karung maka kani ini Kucingnya tidak lagi dalam
karung” sebagai cara mensosialisasikan bahwa pada Pemilu 2004 memilih
langsung siapa orang yang akan jadi Presiden dan wakil Presiden Republik
Indonesia.
Doeloe, sewaktu memilih kucing dalam karung kita berspekulatif,
kita memilih tapi tidak tahu apakah akan mendapatkan kucing baik atau kucing
jelek. Kita hanya bisa melihat ada 3(tiga) karung berwarna hijau, kuning dan
merah yang bertuliskan Pilihlah Karung ini! Tanpa tahu kualitas kucingnya.
Pada pilpres 2004 kucingnya tidak lagi dalam karung dan
memilih di antara pilihan yang terlihat jelas membuat kita akan leluasa memakai
bermacam kriteria dalam memutuskan pilihan, apakah yang berkelamin jantan atau
betina, warna belangnya yang merah ngejreng atau kuning yang keemasan atau biru
muda yang lembut, bentuk muka dan posturnya yang tegap atau karena bunyi
meongnya yang nyaring. Dan bisa juga dengan pertimbangan untuk apa kucing itu
kita pilih, apakah akan digunakan sebagai pembasmi tikus atau sekedar
dielus-esus!
Dengan terungkapnya aliran dana nonbudgeter DKP harusnya
membuat kita rakyat pemilih menyadari dan hati-hati bahwa semua yang
ditampilkan oleh pasangan Capres dan Cawapres pada saat kampanye Pilpres (2004
dan nanti 2009) bukanlah sosok Pemimpin Sejati tapi mungkin saja hanya Pemimpi. Mereka adalah Pemimpi tentang pemberantasan korupsi,
kolusi dan nepotisme, Pemimpi untuk
mencerdaskan kehidupan bangsa, Pemimpi
mengangkat harkat dan martabat bangsa, Pemimpi
untuk membuka lapangan kerja guna mengatasi pengguran dan kemiskinan, serta
Pemimpin untuk mewujukan keadilan dan kesejaterahan bagi seluruh rakyat
Indonesia. Pemimpin yang ketika benar-benar menjadi Pemimpin merasa masih di
alam mimpi.
Harusnya kita menyadari dan hati-hati dengan kata Pemimpin
karena salah sedikit maka artinya adalah orang yang suka bermimpi, dan mimpinya
hanyalah sebatas bunga dalam tidur.
Secara ekstrim mungkin lebih baik kita kembali ke zaman
doeloe, memilih kucing dalam karung, spekulatif tetapi masih ada secercah
harapan siapa tau dalam karung itu ada yang bagus dan kita beruntung
memilihnya, daripada terbuka dan tampak belangnya tetapi tidak satupun yang
bisa diharapkan. Seperti kata urang awak “dulu
ndak tau nan da dipiliah, antah rancak antah buruak, kini lah dibuka karuangyo,
ee ruponyo kuciang aia sadonyo, ado nan lain tapi kuciang ijuak pulo”.
Catatan :
Tulisan ini dimuat di
Harian Haluan, Kamis tanggal 31 Mei 2007, Hal 1
No comments:
Post a Comment